Kondisinya semakin memprihatinkan karena tidak ada jembatan di sungai-sungai tersebut.
“Kali-kali banjir, anak-anak pergi sekolah itu menyebrang sungai yang banjir, jadi kami sebagai orangtua takutnya saat mereka lewat lalu hanyut terbawa banjir,“ kata dia.
Ia mengungkapkan, beberapa tahun lalu ada anak-anak yang hanyut karena terbawa derasnya air sungai tersebut.
Kondisi itu membuatnya merasa khawatir karena saat ini sungai yang akan dilewati anak-anak desa juga sedang kebanjiran.
Karena itu, mulai besok, Zubaeda akan mengantar putrinya langsung ke sekolah supaya bisa membantunya melewati aliran sungai yang deras di perbatasan desa tersebut.
Baca juga: Demo Tuntut Pembukaan SD Diduga Suruhan, Bupati Pamekasan akan Panggil Kepala Sekolah
“Besok itu mungkin kami akan antar anak-anak karena takut juga,” ujar dia.
Salah seorang guru SMP Negeri 16 Seram Bagian Timur, Werto Wailissahalong mengatakan, siswa di sekolah tersebut mulai kembali bersekolah seperti biasa sejak tanggal 13 Juli 2020.
Namun, sayangnya, saat mulai masuk sekolah, para siswa harus melewati jalan terjal dengan melewati aliran sungai yang deras demi bisa mendapatkan pelajaran di sekolah.
“Tiap hari seperti begini, siswa jalan kaki sepanjang tiga kilo karena jalan raya memang tidak ada, di sini juga tidak ada jembatan,” kata Werto, saat dihubungi secara terpisah.
Werto sendiri mengakui ia juga setiap hari harus berjalan kaki dari kampungnya ke sekolah bersama para siswanya tersebut.