Pelayanan buruk
Sahal menuturkan, setiba di RSUD dr Haulussy Ambon, ayahnya langsung dibawa tim medis dengan APD lengkap ke ruang isolasi, setelah pihak rumah sakit menyodorkan sebuah surat untuk ditandatangani pihak keluarga.
Pihak keluarga sendiri diminta menandatangani surat tersebut tanpa memberitahukan perihal isi surat tersebut.
“Petugas bilang tanda tangan saja, almarhum reaktif tapi tidak menunjukan gejala apa-apa tanda tangan saja, lalu setelah itu bapak dibawa ke ruang isolasi,” kata dia.
Setelah masuk ruang isolasi, ia dan keluarganya baru bisa diizinkan menjenguk langsung ayahnya empat hari kemudian.
Saat itu mereka sangat sedih karena kondisi ayahnya sangat memprihatinkan, sebab ada kotoran yang sudah mengering di tubuh almarhum tanpa dibersihkan.
Salah satu petugas kebersihan rumah sakit yang mereka temui juga memberitahukan ayahnya sempat terjatuh dari atas tempat tidur selama beberapa jam, sayangnya tidak ada tenaga medis yang menolong saat itu.
Baca juga: Risma Bagikan Ribuan Alat Rapid Test untuk 55 Rumah Sakit di Surabaya
Selain itu, kantong kateter almarhum tidak diganti meski sudah penuh hingga kantungnya mengembang seperti bola.
Saat almarhum muntah-muntah, pihak keluarga juga harus berusara keras dulu barulah perawat datang untuk menangani.
“Sampai almarhum mengeluh bawah perutnya sakit, anak-anak lihat tapi apa daya. Bahkan saat sakratul maut, pasien di samping almarhum bapak mengaku dari jam 2 malam itu almarhum mengeluh lapar dan haus sampai meninggal, pagi harinya di telepon bapak meninggal,” kata Sahal, dengan nada suara terbata-bata.
Sahal mengaku, tiga hari sebelum almarhum meninggal dunia, ia sempat mengunjungi ayahnya di ruang isolasi dengan APD lengkap.