Salin Artikel

Curhat Anak Almarhum Pasien Covid-19 yang Buka APD dan Peluk Ayahnya di Ruang Isolasi

AMBON, KOMPAS.com - Tangis dari Sahal Keiya seketika pecah saat anak dari almarhum HK, pasien positif Covid-19 yang meninggal dunia di RSUD dr Haulussy Ambon ini mulai menceritakan kondisi ayahnya selama ditangani tim medis di rumah sakit tersebut.

Dengan beruari air mata dan suara yang terdengar serak, Sahal mencoba menguatkan hatinya untuk terus menjelaskan hari-hari menyedihkan yang dialami ayahnya di hadapan para dokter, direktur rumah sakit, kepala dinas kesehatan dan anggota DPRD Maluku yang hadir dalam rapat dengar pendapat di ruang paripurna DPRD Maluku, Kamis (9/7/2020).

“Bapak jatuh dua kali, bagi beta (saya) pelayanan sangat ngeri, mengerikan di RSUD,” kata Sahal, dengan berurai air Mata.

Sahal menceritakan, sebelum dirujuk ke RSUD dr Haulussy Ambon, ayahnya sempat menjalani perawatan selama 15 hari di RSUD Masohi, Kabupaten Maluku Tengah, setelah divonis dokter mengidap penyakit tumor rectum kronis serta komplikasi berbagai penyakit lainnya seperti diabetes, mag akut dan saraf.  

Ayahnya mengidap berbagai penyakit tersebut sejak tujuh bulan sebelum dibawa ke rumah sakit.

Tiga bulan terakhir sebelum meninggal dunia, almarhum juga mengalami kelumpuhan sehingga saat dirawat di RSUD Masohi, almarhum masuk kategori pasien khusus.

“Setelah pemeriksaan keluar, rujukan dari RSUD Masohi ke RSUD Ambon itu bersifat segera karena kankernya itu semakin parah dan Alhamdulillah hasil dari Masohi almarhum non reaktif,” kata dia.

Setelah surat rujukan keluar dari RSUD Masohi, Sahal dan keluarga langgsung membawa ayah mereka ke Kota Ambon dengan menyeberangi lautan yang saat itu sedang tidak tenang karena gelombang tinggi.

Tetapi, setiba di RSUD dr Hauluusy, pihak rumah sakit menolak untuk merawat almarhum HK dengan alasan almarhum bukan pasien Covid-19.

Keluarga pun diminta untuk membawa almarhum ke rumah sakit Bakti Rahayu Ambon.

Di rumah sakit Bakti Rahayu itulah, almarhum HK menjalani rapid test dan hasilnya reaktif. Kemudian, almarhum dirujuk ke RSUD Ambon.

“Ada petugas yang menyampaikan kami tidak melayani pasien non covid dan kami diarahkan ke rumah sakit bakti rahayu, dan sebelum masuk setiap pasien harus rapid dulu dan saat itu hasil rapid almarhum reaktif, lalu kita diarahkan lagi ke RSUD,” ungkap dia.


Pelayanan buruk

Sahal menuturkan, setiba di RSUD dr Haulussy Ambon, ayahnya langsung dibawa tim medis dengan APD lengkap ke ruang isolasi, setelah pihak rumah sakit menyodorkan sebuah surat untuk ditandatangani pihak keluarga.

Pihak keluarga sendiri diminta menandatangani surat tersebut tanpa memberitahukan perihal isi surat tersebut.

“Petugas bilang tanda tangan saja, almarhum reaktif tapi tidak menunjukan gejala apa-apa tanda tangan saja, lalu setelah itu bapak dibawa ke ruang isolasi,” kata dia.

Setelah masuk ruang isolasi, ia dan keluarganya baru bisa diizinkan menjenguk langsung ayahnya empat hari kemudian.

Saat itu mereka sangat sedih karena kondisi ayahnya sangat memprihatinkan, sebab ada kotoran yang sudah mengering di tubuh almarhum tanpa dibersihkan.

Salah satu petugas kebersihan rumah sakit yang mereka temui juga memberitahukan ayahnya sempat terjatuh dari atas tempat tidur selama beberapa jam, sayangnya tidak ada tenaga medis yang menolong saat itu.

Selain itu, kantong kateter almarhum tidak diganti meski sudah penuh hingga kantungnya mengembang seperti bola.

Saat almarhum muntah-muntah, pihak keluarga juga harus berusara keras dulu barulah perawat datang untuk menangani.

“Sampai almarhum mengeluh bawah perutnya sakit, anak-anak lihat tapi apa daya. Bahkan saat sakratul maut, pasien di samping almarhum bapak mengaku dari jam 2 malam itu almarhum mengeluh lapar dan haus sampai meninggal, pagi harinya di telepon bapak meninggal,” kata Sahal, dengan nada suara terbata-bata.

Sahal mengaku, tiga hari sebelum almarhum meninggal dunia, ia sempat mengunjungi ayahnya di ruang isolasi dengan APD lengkap.


Saat itu, ia sempat menanyakan kondisi ayahnya dan almarhum sama sekali tidak mengeluh sesak anafas, demam mapun panas tinggi.

Namun, almarhum hanya mengeluh sakit pada tulang belakangnya.

Karena tak mampu melihat penderitaan ayahnya itu, Salal mengaku rela membuka APD yang dikenakan dan langsung memeluk ayahnya di ruang isolasi.

“Saya tiga jam di dalam ruangan pakai APD lengkap tapi saya kasihan, saya pakai APD tapi kok ayah saya begini, saya tanya gejala apapun tidak ada, lalu saya buka APD dan peluk almarhum,” ungkap dia.

Ia mengaku sangat menyesal karena pihak rumah sakit hanya fokus untuk menangani soal Covid-19 sedangkan penyakit penyerta ayahnya tidak ditangani.

Padahal, sesuai anjuran dokter di RSUD Masohi, almarhum harus segera dioperasi karena penyakitnya yang sangat kronis saat itu.

Ia pun mempertanyakan hasil swab ayahnya yang diklaim pihak rumah sakit positif, sebab sampai saat ini ia dan keluarganya terdekat yang berkontak langsung dengan almarhum semenjak ayahnya masih di Masohi hingga dibawa ke Ambon tidak positif Covid-19 berdasarkan rapid test mapun swab.

“28 hari saya kontak dengan almarhum, saya rapid non reaktif, saya swab negatif, adik saya kontak 1 bulan rapid negatif, swab negatif,” ujar dia.

Sahal menyebut, dengan fakta tersebut, seharusnya jika ayahnya positif Covid-19, ia dan seluruh keluarganya termasuk mereka yang memandikan dan memakamkan almarhum harusnya sudah positif Covid-19, namun faktanya tidak demikian.

“Secara nurani almarhum ayah saya meninggal karena tumor rectumnya dan penyakit komplikasi, ini karena rumah sakit fokus ke covid tapi tidak fokus ke penyakit bawaan. Tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan di sini, saya sangat menyesal sekali,” ungkap dia.

Ia mengatakan, rumah sakit memang telah melayani ayahnya, namun pelayanan yang diberikan sangatlah buruk.


Ia pun meminta pihak rumah sakit agar dapat berbenah agar ke depan tidak ada lagi kasus serupa menimpa warga lainnya.

“Tolong pelayanan diperbaiki, almarhum memang bukan tidak dilayani tapi pelayanan memang sangat tidak maksimal, saya tidak ingin ke depan ada HK (inisial ayahnya-red) lain. Saya juga berterima kasih kepada beberapa tenaga medis yang telah mengurus ayah saya,” ungkap dia.

Insiden ambulans  

Dalam kesempatan itu, Sahal juga ikut menyampaikan soal insiden pengadangan ambulans dan pengambilan paksa jenazah ayahnya saat melintas di Jalan Jenderal Sudirman Ambon pada Jumat 26 Juni lalu.

Sahal menuturkan, kejadian itu sama sekali tidak pernah direncakan pihak keluarga dekat, karena ia telah menyetujui ayahnya dimakamkan secara protokol Covid-19.  

“Itu di luar kendali saya dan keluarga, saya juga sudah sampaikan itu ke bapak Kapolda. Mohon maaf ibu direktur tapi karena saya tidak mau melihat jenazah almarhum berlama-lama saya kemudian sampaikan ke petugas mari kita makamkan secara covid, itu atas persetujuan saya,” ungkap dia.

Dia menyesalkan, pihak rumah sakit tidak melakukan swab terhadap ayahnya untuk terakhir kali sebelum almarhum dimakamkan.

Kondisi itu berbeda dengan pasien positif lain di rumah sakit tersebut yang saat meninggal dunia di ambil swab dan hasilnya negatif, sehingga bisa dibawa pulang keluarga untuk dimakamkan.

“Kenapa ada standar ganda model bagini, kenapa ada yang diperlakukan lain dan ada yang diperlakukan khusus ayah saya tidak diswab terakhir kali,” ujar dia.

Masalah lain yang membuat keluarga sangat kecewa karena pihak RSUD Ambon tidak menjalankan fardu kifayah untuk jenazah saat persiapan proses pemakaman.

Menurut Sahal, perlakuan rumah sakit terhadap ayahnya itu sangat memperihatinkan karena tidak sesuai dengan yang dijanjikan kepada pihak keluarga.

“Karena masih ada popok dengan kotoran pada jenazah, almarhum juga hanya dibungkus dengan kain yang dipakai sejak pertama masuk rumah sakit,” kata dia.


Tanggapan RSUD dr Haulussy Ambon

Direktur RSUD dr Haulussy Ambon, Rita Taihutu mengatakan, terkait persoalan itu pihaknya telah memberikan klarifikasi ke gugus tugas Covid-19, dinas kesehatan dan juga pihak terkait lainnya.

Menurut dia, almarhum HK masuk RSUD Ambon pada 16 Juni dengan penyakit kanker rectum yang diderita.

Namun, saat itu, hasil rapid test pasien juga dinyatakan reaktif sehingga tim medis langsung  mengambil swab pasien dan hasilnya positif.

Karena itu, almarhum langsung dibawa ke ruang isolasi.

“Kami sudah punya protokol kalau positif langsung ke ruang isolasi. Nah, kebetulan karena Pak HK ini reaktif langsung dimasukan ke ruang isolasi dan tanggal 18 karena kamim lakukan swab cepat dengan TCM, hasilnya positif,” kata dia.

Ia mengatakan, status pasien HK yang positif Covid-19 itu bukanlah rekayasa sebab tim medis telah menguji swab pasien dan hasilnya positif.

Menurutnya, pemeriksaan secara TCR itu akurasinya sama dengan metode PCR yang selama ini dilakukan di BTKLPP Ambon, bedanya TCR hanya membutuhkan waktu 45 menit untuk mengetahui hasil swab.

Dia menuturkan, hingga almarhum meninggal dunia, pihaknya juga mengambil swab korban untuk diuji dan hasilnya masih tetap positif.

“Tanggal 26 itu meninggal kami lakukan lagi tes cepat hasilnya juga sama masih tetap positif, sehingga kami pakai protap WHO untuk pemularasan jenazah,” kata dia.

Rita menuturkan, saat pemularasan jenazah dilakukan, pihaknya juga mengizinkan salah satu anak almarhum untuk menshalatkan jenazah ayahnya di ruang jenazah.

"Karena tidak ada ustaz jadi anak almarhum HK masuk ke ruang jenazah untuk menyolatkan ayahnya,” ujar dia.


Minta maaf

Sementara dokter ahli dalam, Hajar Malawat yang menangani pasien HK selama di RSUD Ambon mengklaim penanganan yang dilakukan terhadap almarhum telah dilakukan sesuai protokol kesehatan penanganan Covid-19.

Meski begitu, diakuinya keterbatasan dokter dan tenaga medis di rumah sakit tersebut membuat penanganan terhadap para pasien sedikit terkendala.

Dalam menjalankan tugas, kata dia, dokter dan tenaga medis telah disumpah untuk menjalankan tugas sehingga meski dalam situasi sulit sekali pun mereka harus tetap berusaha untuk menangani setiap pasien.

“Jadi, jangan dengar sepihak keluhan-keluhan yang ada, itu pasien positif terkonformasi Covid-19 dan kami juga punya hati nurani, bagaimana jika itu adalah keluarga kami, sekali lagi ini adalah takdir Allah, kammi sudah berusaha semaksimal yang kami bisa,” ungkap dia.

Hajar mengatakan, almarhum bukan satu-satunya paisen positif yang dirawat saat itu, namun ada puluhan pasien positif yang menjalani perawatan di rumah sakit tersebut sehingga pihaknya harus memperlakukan semua pasien sama.

Saat itu keluarga pasien meminta untuk melihat langsung kondisi pasien dan atas pertimbangan kemanusiaan pihak rumah sakit akhirnya mengizinkan.

Ia juga mengatakan, pihak keluarga sempat mendatangi rumahnya untuk berkonsultasi dengannya terkait kondisi pasien HK.

Saat itu pihak keluarga meminta agar pihak rumah sakit dapat memeriksa swab terakhir almarhum sebelum dimakamkan.

“Kebetulan kasus HK ini berat saya putuskan menggunakan swab cepat hasilnya ternyata positif,” ujar dia.

Terkait keluhan keluarga almarhum, Hajar mengaku tidak mau membela diri namun apa yang dilakukan pihak rumah sakit telah sesuai dengan protokol kesehatan.

“Kami tidak membela diri, ada pempers tertinggal di peti jenazah kami memohon maaf sebesar-besarnya, cuma kendala kami adalah jumlah pasien yang sangat banyak, 40 pasien dengan satu dokter dan empat perawat, tolong coba bapak ibu bisa bayangkan kesulitan kami,” ungkap dia.

https://regional.kompas.com/read/2020/07/10/15353231/curhat-anak-almarhum-pasien-covid-19-yang-buka-apd-dan-peluk-ayahnya-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke