Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Pak Bongku dari Suku Sakai, Dipenjara gara-gara Tanam Ubi di Tanah Ulayat Perusahaan

Kompas.com - 26/05/2020, 09:08 WIB
Idon Tanjung,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

PEKANBARU, KOMPAS.com - Inilah kisah Pak Bongku, seorang petani yang dipenjara dan didenda ratusan juta rupiah karena menanam ubi di tanah ulayat yang berada di lahan perusahaan.

Pak Bongku adalah seorang petani berusia 58 tahun, warga Suku Sakai di Dusun Suluk Bongkal, Desa Koto Pait, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau.

Gara-gara menanam ubi di tanah ulayat yang berada di areal perusahaan, Pak Bongku berurusan dengan hukum hingga berujung penjara.

Penasihat hukum terdakwa dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Rian Sibarani, mengatakan, Pak Bongku disidang di Pengadilan Bengkalis pada 24 Februari 2020.

"Hakim saat itu menyatakan Pak Bongku bersalah dan menjatuhi hukuman satu tahun penjara dan denda Rp 200 juta," kata Rian dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin (25/5/2020).

Baca juga: Melihat Ritual Suku Rejang Menangkal Covid-19 dan Dampak Pertambangan

Dia menyebutkan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Pak Bongku melanggar Pasal 82 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) yang berbunyi: 

"Melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan secara tidak sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf c dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun penjara serta pidana denda paling sedikit Rp 500 juta dan paling banyak Rp 2,5 miliar."

Namun, menurut Rian, selama dalam perjalanan sidang, tidak satu pun pasal dalam dakwaan Jaksa dapat dibuktikan. 

Fakta di persidangan mengungkapkan bahwa Pak Bongku adalah masyarakat adat Sakai yang tinggal tidak begitu jauh dari lokasi penebangan.

Baca juga: Harimau Sumatera Mati Terjerat Tali Sling di Hutan Konsesi Riau

 

Alasan membela Pak Bongku

Ahli masyarakat adat dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Riau dalam persidangan menjelaskan bahwa masyarakat adat Sakai sudah hidup lama sebelum Indonesia ada dan tercatat dalam dokumen LAM.

Atas hal itulah, LBH Pekanbaru berjuang untuk membela Pak Bongku karena hukum dinilai tidak memihak petani tersebut.

Rian menjelaskan, kasus ini bermula saat Pak Bongku membuka lahan setengah hektar untuk ditanami ubi kayu dan ubi menggalo (ubi racun). 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com