BENGKULU, KOMPAS.com - Asap tebal warna putih meliuk menari lalu pupus dibawa angin saat Ketua Adat Suku Rejang di Desa Lubuk Kembang, Kecamatan Curup Utara, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, M Adinsyah, menaburkan serpihan kemenyan di atas bara api, Selasa (17/3/2020).
Lapat-lapat doa kepada Tuhan dan penghormatan terhadap sejumlah leluhur, terdengar lirih keluar dari mulut Adinsyah menggunakan bahasa Rejang.
Selain puja-puji, terdengar pula sejumlah aduan terhadap kondisi kampung yang terancam akan wabah Covid-19.
Baca juga: Rumah Singgah di Bandung Produksi Hand Sanitizer, Begini Kisahnya
Ada juga keluhan soal aktivitas pertambangan yang mulai mengancam keberadaan Desa Lubuk Kembang.
Suku Rejang menyebut aktivitas itu sebagai Kedurei.
Kedurei adalah salah satu ritual adat Suku Rejang yang sakral.
Tujuannya untuk mewujudkan rasa syukur atas karunia yang Maha Kuasa dan memohon perlindungan dari wabah, termasuk virus corona.
Kedurei berlangsung cukup sederhana, dihadiri oleh sekitar 40 orang di tengah sawah yang belum ditanami.
Orang-orang tersebut dipimpin oleh ketua kutei atau ketua adat yang duduk setengah melingkar di atas terpal warna biru.
Di hadapan mereka terdapat ayam panggang, nasi kuning, air putih dan bubur tiga warna.
Bubur warna putih, hitam dan kuning.
"Pada Tuhan Yang Maha Esa kami panjatkan doa. Pada para leluhur juga kami sampaikan saat ini kampung kita dalam ancaman, terdapat semacam wabah mengerikan menyerang Indonesia yakni Covid-19, peyakit ini menular serta mematikan," ujar Adinsyah sambil menaburkan kemenyan yang melahirkan asap tebal.
Baca juga: Mengapa Jaga Jarak Penting untuk Cegah Penyebaran Corona?
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.