Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Puluhan Patok PT KAI Resahkan Warga Tanjungsari Sumedang, Diduga untuk Reaktivasi Jalur KA hingga Warga Takut Digusur

Kompas.com - 05/12/2019, 18:39 WIB
Aam Aminullah,
Aprillia Ika

Tim Redaksi

"Kami yakin dalam hal ini, pemerintah tidak akan menyengsarakan rakyatnya. Untuk itu, kami hanya minta kejelasan, kapan mau direalisasikannya? Terus apa rencana pemerintah untuk kami? Apakah kami akan direlokasi atau hanya diberikan uang kerohiman saja?," tanya Wawan.

Wawan menuturkan, jika hanya uang kerohiman yang diberikan pemerintah, ratusan warga yang saat ini berada di lokasi jalur kereta api di Desa Tanjunsari bingung.

Karena, kata Wawan, mayoritas warga belum memiliki lahan pengganti.

"Maka dari itu, kami hanya meminta kejelasannya dari pemerintah. Apa solusi yang diberikan pemerintah untuk kami," ucap Wawan.

Baca juga: Rencana Reaktivasi Jalur KA Bandung-Sumedang Belum Disosialisasikan, Warga Jatinangor Was-was

Informasi simpang siur

Sementara itu, Kepala Desa Tanjungsari Wawan Medan Suharman mengakui jika sejak adanya patok berlabel PT KAI itu, warga desanya mulai resah.

"Iya warga kami mulai resah karena ada patok itu. Mereka datang menanyakan ke desa soal patok itu. Saya yakinkan warga untuk tetap tenang dan jangan terpengaruh isu ini itu yang sumbernya tidak jelas, selain informasi langsung dari pihak desa," ujar Wawan Medan Suharman kepada Kompas.com di kantor desanya.

Dia menyebutkan, sebelum ada patok PT KAI itu, pihak desa hanya menerima surat edaran via WhatsApp dari pihak PT KAI.

Namun, surat edaran via WhatsApp tersebut tidak dibarengi dengan adanya sosialisasi maupun koordinasi dari pihak terkait.

Baik itu, dari Pemkab Sumedang, Pemdaprov Jawa Barat, PT KAI, maupun dari pemerintah pusat.

"Setelah menerima surat edaran via WA (WhatsApp) itu, Senin paginya ada puluhan patok di sini. Ini yang bikin warga jadi resah," ucap Wawan Medan Suharman.

Baca juga: Ridwan Kamil Sebut Kemenkeu Siap Bantu Pendanaan Reaktivasi Kereta Api

Warga menengah ke bawah

Dia menuturkan, di Desa Tanjungsari sendiri, ada sekitar 350 Kepala Keluarga yang tinggal di jalur kereta api.

Di mana, mayoritas warga berprofesi sebagai pedagang, dan 80 persen warganya merupakan warga menengah ke bawah yang tidak memiliki tempat tinggal lain atau lahan lain selain yang ditempati di bantaran rel kereta api saat ini.

"Dari 350 KK, tidak ada satu pun warga yang ngaku-ngaku bahwa mereka hidup di lahan mereka. Pada dasarnya mereka menyadari tinggal di lahan milik negara. Kami juga tidak menolak rencana pemerintah jika memang ingin mereaktivasi jalur kereta api ini," tutur Wawan Medan Suharman.

Baca juga: Reaktivasi Rel KA Cibatu-Garut, Warga Bantaran Rel Tunggu Kebijakan Ridwan Kamil

Ingin kepastian

Wawan Medan menyebutkan, warga di Desa Tanjungsari khususnya, hanya ingin mendengar kepastian dari pemerintah terkait rencana reaktivasi jalur kereta api ini.

"Kebanyakan di sini belum punya tempat lain, jadi harus ada kejelasan dulu mau dilaksanakannya kapan dan mau direlokasi ke mana, atau seperti apa penggantiannya. Poinnya itu, minta kejelasan terkait waktu dan solusi untuk warganya seperti apa," kata Wawan Medan.

Wawan menambahkan, jalur kereta api di Kecamatan Tanjungsari melintasi empat desa. Yaitu Desa Tanjungsari, Desa Jatisari, Desa Margajaya, dan Desa Gunung Manik.

Untuk Desa Tanjungsari dan Desa Jatisari, jalur kereta api sudah padat penduduk. Sedangkan Desa Margajaya dan Desa Gunung Manik saat ini masih didominasi wilayah perkebunan dan persawahan.

"Di Desa Tanjungsari sendiri sekarang padat penduduk dan jadi kawasan ekonomi yang hidup. Jalurnya sudah jadi jalan yang hidup, sisi kiri dan kanannya padat penduduk," kata Wawan Medan Suharman.

Baca juga: Tiba di Garut, Jokowi Tinjau Reaktivasi Jalur KA Cibatu-Garut 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com