Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Joki Cilik Tewas Saat Pacuan Kuda, Eksploitasi Anak Atas Nama Tradisi di NTB

Kompas.com - 31/10/2019, 05:45 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Seorang joki anak di Bima, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), tewas saat mengikuti lomba pacuan kuda, pertengahan Oktober lalu.

Peristiwa ini mendorong para pegiat perlindungan anak untuk menyuarakan penghentian praktik pelibatan anak-anak sebagai joki dalam pacuan kuda di NTB.

Di sisi lain, pemerintah dan sebagian masyarakat setempat kerap menempatkan aktivitas joki cilik sebagai warisan budaya nenek moyang.

M Sabila Putra jatuh tersungkur setelah kehilangan kendali tali kekang kuda saat mengikuti pacuan kuda tradisonal Sambi Na'e di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Senin (14/10/2019).

Baca juga: Joki Cilik Meninggal Saat Pacuan Kuda, Aktivis Kampanyekan #Stopjokicilik

Saat terjatuh, tubuh mungil bocah 10 tahun itu sempat tertindih kuda. Kepalanya terluka parah.

Sabila menemui ajal saat menjalani perawatan di rumah sakit.

Kematiannya menjadi catatan hitam dalam ajang lomba pacuan kuda dengan joki anak yang memperebutkan piala Wali Kota Bima pada acara Hari Jadi TNI ke-74.

Samsul, ayah Sabila, mengenang anaknya dengan wajah lesu. Petani dari Desa Roka ini mengaku, Sabila mulai belajar penunggang kuda sejak tahun ini atas kemauan sendiri.

Dilatih pamannya seminggu dua kali, Sabila terkadang mengorbankan waktu bersekolah.

Baca juga: Joki Cilik Meninggal, Jatuh dan Tertindih Kuda Saat Pacuan

Samsul (kanan) dan Sulastri (paling kiri), orang tua M Sabila Putra, bocah 10 tahun yang meninggal dunia saat menjadi joki pacuan kuda tradisonal Sambi Nae, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Senin (14/10). Akhyar M Nur Samsul (kanan) dan Sulastri (paling kiri), orang tua M Sabila Putra, bocah 10 tahun yang meninggal dunia saat menjadi joki pacuan kuda tradisonal Sambi Nae, Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Senin (14/10).

"Prestasinya bagus di sekolah. Kadang-kadang kalau dia ikut pacuan, dia lapor ke sekolah. Jadi minta izin sama bapak kepala sekolah," kata Samsul  kepada BBC News Indonesia.

Sabila sudah mengikuti lomba pacuan kuda sampai lima kali tahun ini. Kata Samsul, tiap kali pacuan, Sabila bisa mendapatkan uang jasa sebagai joki "sekitar Rp6 juta".

Namun, dalam pacuan berikutnya Samsul sudah tak bisa lagi melihat anaknya pulang. Jangankan membawa uang, senyum dan tawanya ketika meraih kemenangan tidak akan terlihat lagi.

"Kalau kecewa ya kecewa, namanya anak tapi apa boleh buat kalau sudah takdirnya dia," katanya.

Baca juga: Presiden Pastikan Model Rumah Tahan Gempa di NTB Dibangun di Maluku


Tanpa standar keamanan

Mendiang M Sabila Putra saat menjadi joki. Dokumentasi pribadi Mendiang M Sabila Putra saat menjadi joki.
Fauzi, tetangga Samsul, mengatakan kematian Sabila disebabkan minimnya peralatan keamanan saat berkuda.

"Dulu sempat ada helm, sekarang tidak ada karena kadang-kadang suka hilang. Dipakai joki lain dan tidak dikembalikan, dan sekarang tidak lagi pake peralatan selain baju ban (rompi) saja," katanya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com