Menurut Hanna, banyak tetangganya yang saat itu menangis saat melepas kepergian keluarganya untuk mengungsi di Taman Makmur, Kecamatan Nusaniwe.
Bahkan, Hanna mengaku masih ingat betul banyak di antara warga yang tidak rela melepas kepergian mereka.
“Kami keluar dari rumah saat situasi konfik tidak dengan lemparan batu dan caci maki seperti di tempat lain, tapi dengan hujan air mata. Itu yang saya ingat sampai mati, tetangga melepas kami dengan menangis,” ucap Hanna dengan berderai air mata.
Baca juga: Jusuf Kalla: Keadilan Kunci Utama Selesaikan Konflik
Hanna bercerita, saat akan pergi, kepada para tetangga, keluarganya menitipkan agar rumah mereka dijaga dengan baik. Hanna dan keluarganya juga tak lupa berpesan agar tetangganya tidak melupakan mereka meski harus dipisahkan oleh situasi yang sulit saat itu.
Menurut Hanna, kunci dari kehidupan adalah ketulusan dan berbuat baik terhadap sesama, prinsip itulah yang selalu ditanamkan ayahnya kepada keluarganya.
Tak mengherankan, banyak warga sangat merasa sedih saat harus berpisah dengan Hanna dan keluarganya.
“Hidup ini anugerah Tuhan, harus menjalaninya dengan tulus, dan penuh kebaikan. Mari kita terus saling menjaga, jujur saya mengganggap tetangga saya di sini lebih dari saudara,” ungkapnya.
Rasa rindu terobati
Rasa rindu terhadap para tetangga yang sudah dianggap sebagai saudara kerap datang bertubi-tubi saat berada di lokasi pengungsian. Hanna mengaku rasa kangen untuk bertemu dengan para tetangganya yang telah berpisah dengannya kerap membuatnya menangis tatkala ia mengingat masa lalunya bersama mereka.
Namun, situasi yang sangat rawan saat itu membuat dirinya tidak dapat berbuat apa-apa dan hanya mampu berbagi dengan orangtuanya serta keluarganya di lokasi pengungsian.
“Kalau saya rindu saya selalu menangis. Saya ingat kebaikan mereka dan itu saya ceritakan semua kepada oorang-orang di lokasi pengungsian,”ujarnya.