Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Digelar Perdana, Rapat Dengar Kesaksian Korban Konflik Aceh Diwarnai Haru

Kompas.com - 28/11/2018, 18:52 WIB
Daspriani Y Zamzami,
Khairina

Tim Redaksi

BANDA ACEH, KOMPAS.com – Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh menggelar Rapat Dengar Kesaksian (RDK) terhadap korban konflik di Aceh mulai dari periode tahun 1976 hingga tahun 2005.

Ini merupakan sidang pertama yang digelar oleh KKR Aceh, bahkan ini merupakan sidang DK pertama yang digelar di Indonesia.

Ketua KKR Aceh Afridal Darmi mengatakan, RDK diselenggarakan selama dua hari berturut-turut dengan menghadirkan 14 korban dugaan pelanggaran HAM masa lalu di Aceh.

Disaksikan oleh Komisioner KKR Aceh dan lebih dari 200 peserta yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat, wakil dari instansi pemerintah, dan delegasi asing, para korban bertutur ihwal peristiwa yang mereka alami, dampak yang mereka rasakan hingga saat ini, dan harapan terhadap pemenuhan rasa keadilan bagi mereka.

Suasana haru mewarnai saat satu persatu korban menuturkan pengalaman buruk yang dialami mereka. Mulai dari rasa trauma yang masih ada hingga kecacatan fisik sedang hingga berat mereka tunjukkan saat memberi kesaksian.

Para saksi korban menyampaikan kesaksiannya di depan Komisioner KKR Aceh dan tamu undangan yang hadir dalam RDK tersebut.

Baca juga: Modus Baru di Aceh Timur, Pencurian Besi Rambu Lalu Lintas

Disebutkan Afridal Darmi, sebelum korban dihadirkan untuk menyampaikan kesaksiannya, Komisioner KKR Aceh yang duduk berhadapan dengan korban terlebih dahulu membacakan tata tertib.

Dalam tata tertib itu, poin yang ditekankan ditujukan pada pengunjung dan jurnalis yang sedang meliput untuk tidak mengambil gambar, foto dan video dan tidak mengutip pernyataan korban dan menyebarluaskan pernyataan lansung korban dalam media apapun.

“Wartawan dan juga seluruh tamu undangan yang hadir tidak diperbolehkan untuk mengambil gambar, video dan juga tidak boleh mengutip pernyataan korban yang bersaksi langsung. Ini dilakukan untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk terjadi,” kata Ketua KKR Aceh, Afridal Darni, saat membuka Rapat Dengar Kesaksian, Rabu (28/11/2018).

Afridal Darmi mengatakan, RDK 2018 adalah merupakan bentuk dari pengambilan pernyataan secara terbuka sebagai bagian dari mekanisme pengungkapan kebenaran.

Hingga Oktober 2018, KKR Aceh telah melakukan pengambilan pernyataan langsung kepada korban dan saksi di 5 kabupaten/kota yakni Aceh Besar, Pidie, Aceh Utara, Bener Meriah, dan Aceh Selatan.

Hasil pengambilan pernyataan telah didokumentasikan pada periode Desember 2017- Juli 2018, menghasilkan 700 dokumen pernyataan.

“Rapat Dengar Kesaksian ini juga bertujuan untuk mendidik publik agar mengetahui kebenaran tentang faktor penyebab terjadinya dugaan pelanggaran HAM masa lalu di Aceh, untuk mendapatkan pengakuan publik bagi saksi/korban atas dugaan pelanggaran HAM masa lalu Aceh, serta untuk memfasilitasi pemulihan sosial dan rehabilitasi bagi saksi/korban dugaan pelanggaran HAM masa lalu Aceh yang telah memberikan kesaksiannya," ujarnya.

RDK ini dibuka secara resmi oleh Gubernur Aceh yang diwakili Asisten I Sekretaris Daerah Provinsi Aceh Dr. M. Jafar, SH, M.Hum.

Dia menyampaikan, dukungan pemerintahan Aceh terhadap RDK kali ini sebagai salah satu cara untuk memberi ruang kepada para korban dan saksi menyampaikan kisah yang mereka alami.

“Pemerintah Aceh juga mengharapkan dengan berlangsungnya RDK, dapat memberikan dampak positif dalam upaya pengungkapan kebenaran di Aceh, seperti mendorong para korban untuk berani tampil di ruang publik dalam menyampaikan kisahnya, dan merangsang kembali daya ingat terhadap kejadian masa lalu, dan untuk mendapatkan dukungan publik untuk upaya penggalian informasi tentang kebenaran masa lalu,” ujar M Jafar.

Diharapkan, melalui RDK, perdamaian di Aceh dapat terus terjaga, berkelanjutan, dan berkeadilan bagi korban.

Kompas TV Di sosial media, keterbelahan publik terjadi misalnya karena ada sebutan untuk para pendukung masing-masing calon wakil presiden. Menurut Komandan Kogasma Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono, hal tersebut adalah sah. Namun, ia menegaskan alangkah baiknya dapat memilih diksi atau istilah yang mengedukasi karena demokrasibangsa Indonesia adalah demokrasi yang beradab. Menurut AHY, jika ingin beradu gagasan, lebih baik fokus pada substansi dibanding gimmick atau istilah yang apabila digunakan masing-masing pendukung dapat menimbulkan polemik, gesekan, hingga konflik.


Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com