Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kopi Gayo dan Cita Rasa yang Tak Konsisten

Kompas.com - 21/08/2017, 16:55 WIB
Kontributor Takengon, Iwan Bahagia

Penulis

Kompas TV Tradisi Panen Raya Kopi Warga Lereng Gunung Kelir

"Alhasil menjadi lumrah jika di kebun-kebun pengembangnya di tanah Gayo, terjadi inhomogenitas (tidak beragam) yang sangat tinggi, sehingga diseleksilah menjadi Gayo 1 yang memiliki homogenitas yang lebih baik," jelas Iwan Juni.

Baca juga: "Di Jepang, Kopi Gayo Sangat Terkenal.."

Sementara itu, ciri utama dari Gayo 2 adalah tipe pertumbuhan tinggi, melebar dengan perdu kokoh, daun berwarna hijau tua, pupus pucuk daun berwarna cokelat kemerahan, buah merah agak bulat dan berwarna merah muda, agak tahan penyakit karat daun, mutu fisik dan mutu seduhan sangat baik.

Gayo 2 merupakan hasil seleksi pada populasi arabika yang ditanam bercampur dengan Timtim dan Linie 5 di kebun seorang petani, Maisir Aman Al di Desa Jongok Meluem  Kecamatan Bandar, Kabupaten Bener Meriah.

Pada saat ini tersisa 2 dari 6 batang pohon dari pohon terpilih ditanam di sekitar pohon induk. Jumlahnya 1.500 batang pohon yang jika diidentifikasi terpilih menjadi 2 tipe.

"Gayo 2 adalah multiline variety yang pada awalnya berasal dari 4 batang kopi di Kebun Pak Maisir itu, sebagaimana multiline variety yang lain. Gayo 2 memiliki homogenitas yang sangat baik. Karena varietas ini akan dapat dikenali dengan lebih mudah," tambah Iwan Juni yang juga ketua Gayo Barista Community (GBC) tersebut.

Rasa tak konsisten

Salah satu ciri khas kopi arabika Gayo adalah cenderung memiliki rasa yang tidak konsisten. Hal itu terjadi karena perkebunan kopi di daerah ini memiliki ketinggian yang berbeda, serta cara budidaya yang beragam.

"Kalau kopi yang ditanami di areal yang berbeda, dengan ketinggian yang berbeda, serta varietas yang beragam, maka memungkinkan karakteristik kualitas fisik dan cita rasa juga akan berbeda pula," kata Mahdi, ketua Gayo Cupper Team (GCT), sebuah asosiasi penguji cita rasa kopi, Jumat (28/4/2017) lalu.

Kopi arabika yang ditanami pada ketinggian di bawah 1.200 mdpl cenderung menghasilkan kualitas fisik jelek dan cita rasa yang tidak disukai oleh penikmat kopi pada umumnya. Keasaman kopi rendah dan kurang kental.

Sedangkan kopi yang ditanam di atas ketinggian 1.200 mdpl menghasilkan biji kopi yang baik dengan cita rasa yang lebih kompleks.

Mahdi menyebutkan, daerah yang di bawah ketinggian 1.200 mdpl di antaranya di Takengon, yaitu di Kecamatan Rusip dan Celala, serta sebagian perkebunan kopi di Kecamatan Silihnara.

Sedangkan dataran tinggi di atas 1.200 mdpl terdapat di Kecamatan Atu Lintang, Jagong Jeget, Bies, serta Bebesen, Kute Panang dan Kecamatan Bintang.

Sementara itu di Kabupaten Bener Meriah, sebagian kopi yang ditanam terdapat di Kecamatan Gajah Putih, Timang Gajah, Bandar, Mesidah, serta Kecamatan Syiah Utama. Daerah-daerah tersebut memiliki ketinggian di bawah 1200 mdpl.

Baca juga: Penyair Nusantara Ramaikan Puncak Acara "November Kopi Gayo"

Sedangkan daerah di atas ketinggian 1.200 mdpl di antarnya terdapat di Kecamatan Bukit, Bandar, Bener Kelipah dan Kecamatan Permata.

"Tentu dalam hal ini kualitas kopi di bawah 1.200 mdpl tidak potensial untuk dijadikan areal budidaya kopi arabika Gayo, melainkan cocok untuk kopi robusta, kakao, dan komiditi lainnya," terang Mahdi yang sudah 20 tahun mengamati perkembangan kopi Gayo.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com