Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menengok Sekolah Terpencil di Deli Serdang, Atap Hancur dan Sebagian Siswa Bolos demi Melaut

Kompas.com - 25/07/2016, 08:57 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Sedari malam, Sumiati Surbakti sudah mewanti-wanti agar pukul 07.00 WIB besok sudah bertemu di tempat yang disepakati. Alasannya sepagi itu supaya sempat bertemu dengan murid-murid Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS) Al Ittihadiyah di Dusun XV, Desa Karang Gading, Kecamatan Labuhan Deli, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.

Ternyata saya mengalami keterlambatan bangun. Kami mulai berjalan sekitar pukul 08.00 WIB lewat.

"Ini kampung terasing, yang mau kita jumpain anak-anak pesisir. Jauh tempatnya, jadi harus pagi-pagi berangkat, moga-moga masih jumpa anak-anak itu di kelas. Mana jalannya jelek lagi, ayo berangkat kita," ajak Sumiati.

Sumiati biasa dikenal dan panggil Kak Mimi. Aktivis perempuan yang ramah dan suka memasak.

Dari Jalan Gaperta Ujung Medan, kami memasuki kawasan Klambir Lima. Ini sudah di luar Kota Medan. Kami terus melaju sampai ke Kecamatan Hamparan Perak.

Jalannya, berlubang di sana-sini, padahal lalu lintasnya lumayan padat. Sebagian becek berlumpur akibat hujan deras tadi malam, sebagian berabu penuh lubang-lubang menganga.

Ternyata, jalan di Deli Serdang tak jauh berbeda dengan jalanan di Kota Medan, remuk badan dibuatnya. Melihat saya kewalahan membawa motor, Kak Mimi menawarkan kami berboncengan saja. Apalagi saya baru cedera akibat tabrakan dua hari lalu.

Sepeda motor dititipkan di tempat penitipan yang letaknya tepat di samping masjid indah yang sedang tahap pembangunan. Di bonceng ibu dua anak ini, saya merasa nyaman.

Dalam pikiran saya, sebentar lagi sampai karena jam sudah menunjukkan hampir pukul 10.00 WIB. Rupanya tidak. Kami mulai menyusuri jalanan berbatu, berlubang, berlumpur dan berabu dengan kanan kirinya ladang, sawah dan sawit.

Beberapa kali kami melewati kawasan sangat sepi. Wuih, kalau di Medan, sudah jadi sarangnya begal ini, pikir saya dalam hati.

Matahari mulai tinggi, tapi jalan yang buruk rupa ini belum berujung, beberapa kali saya terkantuk-kantuk di boncengan. Semakin jauh, cuma sawah dan hamparan sawit yang jadi pemandangan.

"Jauh lagi, ya kak," tanya saya yang dijawab dengan tertawa.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com