PANGKALPINANG, KOMPAS.com - Perang dunia pertama pecah pada 1914, menyebabkan sebagian besar aktivitas perdagangan terhenti.
Tidak hanya di Eropa, tapi juga berdampak pada daerah-daerah koloni.
Di Kota Muntok, Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, suplai kain sutra dari daratan Tiongkok dan benang emas India ikut terhenti.
Baca juga: Mengenal Tenun Masalili, Cendera Mata yang Merambat hingga Luar Negeri
Kapal dagang tak berlayar karena adanya blokade dan kekhawatiran adanya sabotase.
Selain itu, industri sipil dan para pekerja banyak yang dialihkan untuk kepentingan militer.
"Selama perang dunia pertama, pengrajin di Muntok tak bisa lagi membuat tenun cual, karena ketika itu tenunan berasal dari bahan-bahan pilihan yang didatangkan dari luar," kata Isnawati, salah seorang pewaris tradisi tenun cual, saat berbincang dengan Kompas.com di Pangkalpinang, Rabu (28/10/2020).
Baca juga: Cendera Mata Lapik Koto Dian, dari Kursi Depati hingga Pelaminan
Setelah perang usai pada 1918, aktivitas tenun cual dibuka kembali.
Tenun ini mulanya hanya diperuntukan bagi kalangan tertentu saja.
Ini disebabkan bahan baku yang sulit didapat, serta proses pengerjaannya yang rumit.
Biasanya, tenun cual digunakan untuk upacara adat, upacara keagamaan atau acara pernikahan.