Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siswa SD Ini Bertaruh Nyawa Seberangi Sungai dengan Ban demi Sekolah

Kompas.com - 08/02/2018, 16:24 WIB
Markus Yuwono,
Farid Assifa

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dampak banjir akibat badai cempaka November 2017 lalu masih dirasakan warga Dusun Kedungjati, Selopamioro, Imogiri, Bantul, Yogyakarta.

Jembatan penghubung yang biasa digunakan masyarakat untuk beraktivitas sehari-hari antara Desa Sriharjo dan Selopamioro putus akibat banjir.

Ada dua cara yang bisa dilakukan, yakni dengan memutar dengan jarak lebih dari 10 kilometeratau nekat menyeberangi Sungai Oya untuk sampai tujuan.

Sumardi (35), misalnya, salah satu warga Dusun Kedungjati ini membantu anaknya, Fikri (7) dan tiga teman Fikri, yakni Devan (8) dan Amelia (8), menyeberang sungai demi menuju SDN Kedungmiri, Sriharjo, Imogiri.

Berbekal sebuah ban dalam bus atau truk, tiga pelajar ini satu persatu naik ke ban yang sudah dipegang Sumardi untuk melintasi sungai. Para pelajar duduk di pinggir ban dengan saling berhadapan.

Pelan-pelan, Sumardi bersama tiga siswa SD itu menyeberangi sungai terpanjang di Yogyakarta itu. Ia harus mencari celah bebatuan di aliran sungai agar tidak terbawa arus.

Baca juga : Jembatan Putus, Warga Terisolasi dan Bantuan Dikirim dengan Tali

Sesampainya di pinggir sungai, mereka satu persatu melompat sesuai instruksi Sumardi. Ketiga pelajar ini berjalan menyusuri jalan desa menuju salah satu rumah warga setempat untuk mengambil sepeda yang sengaja dititipkan. Sebab, jarak sekolah mereka masih sekitar 3 kilometer.

"Jembatan gantung putus sejak bencana banjir November kemarin, sehingga kami terpaksa nekat menyebrangi sungai menggunakan ban. Jika memutar bisa tetapi jaraknya sekitar 10 kilometer," kata Sumardi seusai menyeberangkan para siswa, Kamis (8/2/2018).

Sumardi saat menyebrangkan tiga siswa melintasi Sungai Oya di Kabupaten Bantul.Kompas.com/Markus Yuwono Sumardi saat menyebrangkan tiga siswa melintasi Sungai Oya di Kabupaten Bantul.

Sebenarnya Sumardi dan warga lainnya secara swadaya membuat rakit, namun lokasinya terlalu jauh, sehingga ia memilih menggunakan ban sejak dua bulan terakhir.

Sumardi pernah menyarankan anaknya agar pindah sekolah, namun Fikri menolak karena terlanjur sudah nyaman di sekolah tersebut. Sebagai orangtua, Sumardi pun menuruti keinginan anaknya asal tetap bisa belajar dengan nyaman.

"Anak-anak bilang Pak aku tidak mau pindah sekolah, orangtuanya yang mengalah, satu-satunya jalan ya menyeberang ini," tuturnya.

Baca juga : Akibat Jembatan Putus, Sejumlah Sekolah Tidak Bisa Diakses

Setiap hari, lanjut dia, Sumardi bergantian dengan tetangganya menyeberangkan anak-anaknya.

Fikri, siswa kelas 2 SD ini mengaku setiap hari diantarkan bapaknya menyeberang sungai. Dia tidak takut terbawa arus karena sudah terbiasa. "Sudah biasa, sejak hampir dua bulan ya," katanya.

Kompas TV Di tengah antusiasme anak-anak untuk bersekolah, di Sumba Timur siswa rela menyeberangi sungai tanpa melalui jembatan demi menuntut ilmu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com