Hidup dengan keterbatasan membuat Amao kreatif untuk membuka pintu-pintu rezeki di bidang kesenian. Tidak hanya untuk dirinya tetapi orang lain yang serupa dengan Amao.
Ketika bicara kesulitan tentu tak ada habisnya, kata Amao untuk menyalakan korek api saja dia kesulitan, bahkan untuk membawa motor saja repot. Bahkan, peralatan kesenian yang ada, sukar untuk dimainkan dengan tangan satu.
Batasan itu tidak membuat Amao menyerah, justru dia lebih banyak berpikir untuk membuat siasat mengatasi keterbatasan. Misalnya dia melukis dengan ampas kopi, kulit kacang dan media lain yang memudahkan dalam berkesenian.
“Alhamdulillah lukisan saya laku belasan juta. Itu saya gunakan untuk membeli motor pertama saya. Dan sudah dimodifikasi, agar bisa mudah dikendarai dengan tangan satu,” kata Amao.
Walau begitu Amao nyaris meradang, karena ditolak pemimpin televisi lokal. Bukan karena karyanya yang terlalu kritis, tetapi karena fisiknya yang berbeda dari kebanyakan orang. Padahal, ia telah mendapatkan kontrak dengan nilai lumayan.
Baca juga: Overlanding Indonesia Gelar Kesenian Tradisional Bantengan di Malang
“Ketika mau masuk televisi dipermasalahkan karena kecacatan. Tahun 2005-2006 itu memang jarang atau tidak pernah orang cacat itu tampil, karena alasannya kurang menarik,” kata Amao.
Rekan-rekan disabilitas Amao hendak turun tangan dan sempat menyita perhatian banyak orang Jambi. Lantaran Amao dicekal selama seminggu.
“Karena banyak pihak yang turun terlibat, akhirnya ada permintaan maaf dari yang bersangkutan dan saya dibolehkan,” kata lelaki yang memenangi lomba lawak tingkat Sumatera ini.
Menjadi seniman yang menekuni banyak bidang, membuat Amao lebih mudah dalam mendapatkan pemasukan. Uang didapat dari banyak pintu. Alasan itulah membuat dia merdeka dalam berkarya.
“Saat berkesenian tidak pernah berharap dukungan dan minta dana dari pemerintah untuk menunjang kesenian. Saya tidak punya utang budi dan kadang dikasih malah tidak mau," kata Amao.
Pada dasarnya bukan anti-Pemerintah, tetapi berkarya tanpa campur tangan Pemerintah justru lebih maksimal dan bebas.
Untuk saat ini, Amao bukan mencari uang di kesenian. Justru, dia menghabiskan uang dan waktunya untuk berkarya.
Tangga kesenian Amao sudah dipuncak dan menghasilkan uang cukup banyak, setelah dengan kreativitasnya membantu sejumlah calon kepala daerah.
Kini, dia mengaku ingin hidup dengan cara orang ‘dewasa’, yang berangkat dari masa lalu, untuk sekarang dan masa depan.
Amao memboyong istri dan dua anaknya untuk tinggal di kebun. Lantaran ia ingin hidup lebih damai jauh dari hingar bingar perkotaan.
Untuk bertahan hidup di masa sekarang dan masa depan, Amao merintis usaha sate. Sekarang sudah memiliki dua cabang, dan bulan depan akan ditambah menjadi lima cabang.
Baca juga: Gejog Lesung, Kesenian Tradisional yang Jadi Ekspresi Kebahagiaan Masyarakat Agraris
“Belakangan saya ingin hidup dengan cara sedikit berbeda, sunyi dan tenang. Berkesenian untuk mengejar manfaat bagi orang lain, orang sedih jadi gembira, orang yang gembira jadi berpikir,” kata lelaki berusia 40 tahun ini.
Meskipun sudah mulai menepi, tidak semua aktivitas kesenian hilang dan dilupakan. Ia tetap membuat lagu.
Dia juga masih syuting setiap dua minggu sekali untuk program televisi lokal bersama sanggar Abdul Muluk Reborn.
Abdul Muluk Reborn adalah komunitas yang menghidupkan teater tradisi Abdul Muluk, yang menegaskan akar komedi-nya.
Amao mengaku ingin memberi tawa kepada orang, tetapi sekaligus membuat penonton berpikir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.