Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wadon Wadas, Potret Perjuangan Perempuan Melawan Penambangan Batuan Andesit di Desa Wadas

Kompas.com - 19/06/2024, 12:25 WIB
Bayu Apriliano,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

 

Kerajinan besek

Sudah menjadi pengetahuan umum, masyarakat Desa Wadas memang dikenal sebagai pembuat besek.

Besek bentuknya segi empat dan biasanya dipakai untuk kegiatan masyarakat seperti kenduri, tapi banyak juga yang memakai besek untuk tempat simpan makanan.

Tak berselang lama, Imel pun muncul dan menjelaskan bagaimana keseharian masyarakat Wadas dalam membuat besek yang bagus dan bernilai jual.

Bahkan, besek buatan warga Wadas ini sudah dijual hingga keluar kota seperti Magelang, Kebumen, hingga Yogyakarta.

Pembuatan besek, kata Imel, diawali dengan memotong bambu yang tumbuh subur di lahan yang saat ini terancam pertambangan.

Setelah diambil, bambu kemudian dipotong-potong sepanjang 25 atau 30 sentimeter tergantung kebutuhan. Setelah pemotongan selesai bambu dibelah dan ditipiskan berbentuk lembaran-lembaran.

Baca juga: Warga Wadas Anggap Mekanisme Konsinyasi Cacat Hukum

"Dijemur dulu satu hari baru bisa kita anyam," kata Imel, dengan memegangi bambu yang sudah siap dianyam ditangannya.

Dalam sebulan, aktivis Wadon Wadas ini mampu menghasilkan 800 buah besek siap jual. Satu buahnya bisa dijual antara Rp 2.000 hingga Rp 3.000 tergantung ukuran.

Dari penjualan besek saja masyarakat Wadas dapat meraup Rp 1.600.000 hingga Rp 2.400.000 per bulan, melebihi upah minimum Kabupaten Purworejo yang hanya Rp 2.127.641.

"Ada pengepulnya, Mas, nanti ada yang ambil sendiri ke sini. Pengepul biasanya dijual lagi ke luar kota,” kata dia.

Dari hasil penjualan besek saja, para Wadon Wadas ini sudah mampu mencukupi kehidupan sehari-hari, belum ditambah lagi penghasilan para suami mereka yang bekerja sebagi petani. Bahkan, diketahui potensi hasil pertanian Wadas cukup besar.

Hasil kebun Wadas, menurut data yang dirilis Gempa Dewa, mencapai Rp 8,5 miliar per tahun.

Hasil kebun tersebut bisa lebih besar jika ditambah komoditas kayu keras yang mencapai Rp 5 miliar per tahunnya.

Pendapatan tertinggi masyarakat merupakan hasil kebun yang diperoleh dari pohon aren, mahoni, jati, durian, sengon, dan kemukus. Termasuk bahan pangan sehari-hari seperti cabai, petai, pisang, kopi, jahe, dan kelapa.

"Dari hasil penelitian dan riset kami, potensi durian bisa menghasilkan Rp 1,25 miliar tiap panen, kemukus dengan Rp 1,35 miliar per tahun. Sedangkan cabai bisa mencapai Rp 75 juta tiap bulan dan cengkeh bisa meraup Rp 64 juta per tahun," kata dia.

Hal inilah yang menjadi alasan terkuat masyarakat Wadas untuk tetap menolak rencana penambangan di desanya.

Selain itu, Imel menilai ada kejanggalan sejak mulainya proses pembangunan Bendungan Bener ini sehingga Wadon Wadas terus berjuang menolak tambang.

Penolakan Wadon Wadas terhadap rencana penambangan ini sudah sejak proses awal sekitar tahun 2015, yakni saat terdapat perusahaan swasta yang melakukan pengeboran tanah di dua lokasi dengan kedalaman 75 dan 50 meter di Desa Wadas.

Pengeboran tanah ini dilakukan untuk menjadi bahan uji di Balai Besar Wilayah Sungai Serayu-Opak. Saat itu warga Wadas sudah mulai menolak kegiatan yang dilakukan.

“Sebenarnya sudah sejak awal kita menolak, Mas. Tapi, suara kita tidak ada yang mendengar,” kata dia.

Penolakan Wadon Wadas berlanjut pada 2018 lalu, saat Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menerbitkan surat nomor 590/41 tentang Persetujuan Penetapan Lokasi Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Bendung Bener yang diduga banyak kejanggalan dalam proses terbitnya izin tersebut.

Setelah terbit izin penetapan lokasi yang pertama, penolakan demi penolakan dilakukan oleh Gempa Dewa maupun Wadon Wadas hingga izin berakhir.

Namun, penolakan terus menerus tersebut tidak menjadi perhatian pemerintah, bahkan suara rakyat pun dianggap angin lalu dan rakyat pun dipaksa setuju alamnya hendak dirusak oleh tambang.

Setelah masa berlaku izin habis, pemerintah malah memperpanjang izin melalui Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 590/20 Tahun 2021.

Dengan perpanjangan ini warga Wadas khususnya Wadon Wadas beberapakali menggelar aksi. Namun, aksi Wadon Wadas tak pernah digubris oleh pemerintah.

“Sampai kapan pun kita akan menolak, karena ini adalah aset untuk keberlangsungan anak cucu kita ke depannya," ujar Imel.

Setelah bercerita panjang dan lebar dengan Imel, ia menyarankan untuk menemui anggota Wadon Wadas yang lain yakni Dewi (20).

Sama seperti Imel, Dewi juga sangat gigih dalam melawan pertambangan di Desa Wadas.

Segala bentuk aksi dan advokasi telah dilakukan Dewi untuk menggagalkan proyek tambang batuan andesit ini.

“Tuntutan kami masih sama dan kami tetap konsisten agar pemerintah mencabut IPL," kata Dewi.

Dengan semangat, ia menceritakan perjuangannya mempertahankan lahan miliknya.

Melihat terus berjalannya proyek tambang di desanya tanpa memperhatikan hak-hak warga kontra tambang, Dewi, Imel dan anggota Wadon Wadas lainnya tak tinggal diam, mereka terus menyuarakan hak-hak mereka ke berbagai tempat.

Warga Wadas juga menggugat Gubernur Jawa Tengah ke PTUN Semarang. Gugatan warga tertanggal 7 Juni 2021 tersebut dilakukan karena Ganjar dinilai merugikan warga atas terbitnya IPL yang dianggap cacat hukum tersebut.

Dewi mengatakan, pada 21 Juni 2021, mereka mendatangi Kantor Gubernur Jawa Tengah di Semarang dan menggelar aksi di sana.

Serentetan aksi lainnya berlanjut pada 9 Agustus 2021, ketika Wadon Wadas kembali menggelar aksi di PTUN Semarang dengan menganyam besek di halaman PTUN, sebagai simbol bahwa pertanian merupakan sumber utama mata pencaharian masyarakat setempat.

Aksi dilanjutkan dengan membagikan 234 bungkus makanan untuk mengecam tindakan represif aparat pada 23 April 2021 yang lalu serta mengawal gugatan yang sedang berlangsung di PTUN Semarang.

“Dari awal para perempuan di sini sudah mulai melawan, kita melakukan aksi-aksi yang merupakan bentuk penolakan kami terhadap tambang," kata dia.

Masih tak digubris, suara warga Wadas semakin lantang. Ratusan warga mendatangi kantor BPN Purworejo pada bulan September 2021 dan menyerahkan surat pernyataan penolakan inventarisasi dan identifikasi tanam tumbuh di Wadas dan puluhan aksi lainnya yang sampai saat ini masih belum membuahkan hasil.

Melihat pengorbanan dan kegigihan masyarakat dalam mempertahankan haknya, Dandhy Dwi Laksono, jurnalis dan produser film ternama, dan Asfinawati, direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) mengunjungi Desa Wadas pada 18 November 2021.

Warga dan kedua orang orang tersebut mendiskusikan persoalan yang sedang dihadapi masyarakat di tengah hutan yang akan dijadikan lahan tambang.

Kesengsaraan warga mencapai puncaknya tambah Dewi, saat warga sipil yang tak mempunyai kekuatan harus mengalami tindakan represif aparat pada tanggal 8-11 Februari 2022.

Warga sipil yang sedang mujahadah didatangi ribuan polisi yang bersenjata lenkap. Akibatnya sebanyak 60 lebih warga Wadas dan LBH ditangkap aparat kepolisian dan dituduh sebagai provokator.

Ribuan aparat mengepung Wadas dengan dalih mengamankan pengukuran dan inventarisasi bidang tanah tahap pertama di desa tersebut.

Beruntung, Imel dan Dewi saat kejadian tersebut tidak ikut terciduk aparat. Namun, puluhan warga harus menjalani pemeriksaan di Polres Purworejo termasuk beberapa anggota Wadon Wadas.

“Kami yakin apa yang kami lakukan bukanlah sebuah kesalahan, kami hanya ingin menjaga hak kami dan alam kami untuk anak cucu kami ke depannya," kata Dewi.

Di tengah berjalannya proses pengambilalihan lahan oleh pemerintah, warga kontra tambang semakin terdesak.

Beberapa oknum bahkan sudah berpindah haluan dan menyatakan keluar dari Wadon Wadas serta menyerahkan tanahnya kepada pihak tambang. Meskipun begitu, Dewi dan anggota Wadon Wadas lainnya masih tetap bertahan dan melawan.

Kemerdekaan bagi Dewi adalah semu. la masih melihat penindasan atas nama kemanusiaan di depan mata kepalanya sendiri.

Baca juga: Tolak Ganti Rugi Rp 5,3 Miliar, Warga Wadas: Tanah Bisa Jangka Panjang, kalau Uang Cepat Habis

 

Saat warga lainnya memperingati HUT ke-77 RI, Wadon Wadas masih harus berjuang melawan perampasan tanah di desanya.

Untuk menyatakan simbol perlawanan kepada para perampas lahan, Dewi dan Wadon Wadas lainnya menggelar upacara peringatan kemerdekaan tahun 2022 dengan mengibarkan bendera setengah tiang.

"Kita sudah aksi lebih dari 20 kali dan akan terus kita lakukan entah sampai kapan,” kata dia.

Perlawanan Wadon Wadas yang sudah berpuluh kali dilakukan memang belum membuahkan hasil.

Namun, semangat perjuangan dan perlawanan warga terus berlanjut, setiap bulannya Wadon Wadas melakukan konsolidasi dan mujahadah untuk terus melawan ketidakadilan.

“Setidaknya kita masih punya Tuhan untuk bersandar, meski berat tapi api perlawan ini harus tetap kita jaga,” kata Dewi.

Wadas adalah salah satu dari empat desa yang terdapat dalam Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) untuk sumber material pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.

Wadas menjadi satu-satunya desa yang dipilih dan akan dijadikan lahan tambang untuk mensuplai kebutuhan material batuan andesit pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) Bendungan Bener.

Beberapa lokasi lain yang masuk dalam amdal tapi tidak terpilih antara lain Gunung Wareng di Kedung Loteng, Gunung Mengger, Gunung Sipendul, dan Gunung Kuning di Guyangan.

Belakangan diketahui Desa Wadas ditetapkan sebagai lokasi penambangan batuan andesit karena lokasinya yang lebih dekat dengan lokasi bendungan, yang jaraknya hampir tiga belas kilometer dari Wadas.

Namun, alasan jarak inilah yang nampaknya lebih dipentingkan pemerintah daripada kondisi sosial-ekonomi yang ada di masyarakat Wadas.

Ditetapkannya Desa Wadas sebagai lahan tambang menimbulkan konflik yang berkepanjangan bahkan sampai saat ini.

Bukan hanya konflik antar warga dan pemerintah selaku pemangku kebijakan, bahkan konflik dengan aparat kepolisian pun tak dapat dihindarkan akibat proyek tambang yang ambisius ini.

Bendungan Bener adalah sebuah proyek bendungan bertipe urugan batu yang dibangun di Desa Guntur, Bener, Purworejo. Diketahui struktur Bendungan Bener ini akan mencapai tinggi 156 meter.

Bendungan ini direncanakan akan menjadi bendungan dengan struktur bendung tertinggi di Indonesia.

Berdasarkan Perpres Nomor 109 Tahun 2020, Bendungan Bener masuk menjadi salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN) dari total 201 PSN yang sedang digencarkan oleh pemerintahan presiden Jokowi.

Dari ratusan PSN tersebut 48 di antaranya adalah sektor pembangunan infrastruktur bendungan dan salah satunya adalah PSN Bendungan Bener.

Menurut beberapa sumber, bendungan ini direncanakan untuk mengairi lahan seluas 1.940 hektar, menyediakan air baku 1.500 liter per detik, dan memasok Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) berkapasitas 6 megawatt.

Selain itu, bendungan juga diharapkan mengurangi banjir dan lokasi wisata. Namun, dibalik itu, Proyek Strategis Nasional ini berdampak pada kondisi sosial-ekonomi di masyarakat Wadas, yang akan ditambang batu andesitnya sebagai sumber utama material Bendungan Bener.

Potensi rusaknya alam, matinya sumber air, hilangnya sumber penghasilan dan konflik horizontal antar warga menjadi ancaman serius bagi keberlangsungan hidup warga Wadas.

Tambang batuan andesit di Wadas menargetkan 15,53 juta meter kubik material batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan kapasitas produksi 400.000 meter kubik setiap bulannya.

Jika dilakukan, penambangan akan menghilangkan bentang alam Desa Wadas dan secara tidak langsung memaksa warga untuk hidup di bawah kerusakan ekosistem.

Selain tak bisa lagi mengolah lahan untuk pertanian, masyarakat juga kehilangan hak mewariskan tanah pada generasi penerus.

Setelah meledaknya peristiwa penangkapan 60 lebih warga oleh aparat, berbagai instansi dan lembaga baru memberikan perhatiannya. Dari DPR RI, Komnas HAM, LPSK, Gusdurian dan lain sebagainya.

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Nasir Djamil juga menyoroti hal ini, Ia menilai, ada dugaan penyelundupan hukum IPL tambang batu andesit di Desa Wadas.

Tak hanya itu, Nasir menyebut, pembangunan Bendungan Bener dan penambangan batu andesit adalah dua hal yang berbeda.

Selain, lokasi keduanya yang terpaut jarak cukup jauh, juga hanya pembangunan Bendungan Bener yang termasuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dan Desa Wadas tidak termasuk dalam PSN, jadi Amdal antara keduanya tidak bisa dijadikan satu.

"Saya bisa katakan ada persoalan administrasi. Bahkan ada dugaan penyelundupan hukum dalam keputusan IPL itu yang digugat warga dan dimenangkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah mulai dari tingkat awal, banding, hingga kasasi. Seolah-olah penambangan batu andesit ini merupakan bagian dari Proyek Strategis Nasional,” ujar Nasir, saat menjadi narasumber diskusi daring oleh lembaga survei nasional, Selasa (15/2/2022).

Nasir menceritakan, awal mula terjadinya konflik di Desa Wadas adalah saat Kementerian PUPR menerbitkan hasil kajian ahli dan amdal.

Hasil kajian tersebut memutuskan bahwa tambang batu andesit yang paling dekat dengan lokasi bendungan berada di Desa Wadas.

“Padahal, dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Purworejo, lokasi tambang andesit itu ada di desa lain, bukan di Desa Wadas. Bahkan sudah ada lima penambang yang memiliki izin usaha penambangan di kecamatan tersebut,” urainya.

Oleh karena itu, terjadi pergolakan di masyarakat karena di dalam dokumen Amdal tersebut, Wadas dijadikan sebagai pemasok bahan baku batuan andesit untuk konstruksi pembangunan Bendungan Bener.

Pergolakan ini, tambah Nasir, tidak hanya terjadi saat ini, tapi sudah dilakukan penolakan pengambilan batu andesit sejak 2017.

Kondisi ini makin diperparah dengan keluarnya IPL oleh Pemprov Jawa Tengah yang memuat keputusan tentang pembangunan Bendungan Bener dan penambangan batu andesit di Wadas.

"Jadi ini 'pinter' juga sebenarnya. Bahwa surat keputusan IPL itu sudah diuji ke PTUN oleh masyarakat, namun kalah kasasi. Aturan ini 'pinter' karena memasukkan IPL penambangan batu andesit di Desa Wadas itu dalam satu keputusan yang di dalamnya juga ada PSN. Jadi, kesannya seolah-olah penambangan batu andesit yang ada di Desa Wadas itu bagian dari tak terpisahkan dari pembangunan Bendungan Bener itu sendiri. Padahal, dua hal yang berbeda dalam pandangan kami," ujar Nasir.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

13 Anggota Jaringan Narkoba Lintas Provinsi Ditangkap, Puluhan Kilo Sabu dan Ganja Disita

13 Anggota Jaringan Narkoba Lintas Provinsi Ditangkap, Puluhan Kilo Sabu dan Ganja Disita

Regional
Raih Penghargaan dari PBB untuk Penanganan Stunting, Mbak Ita Banjir Pujian dari Berbagai Pihak

Raih Penghargaan dari PBB untuk Penanganan Stunting, Mbak Ita Banjir Pujian dari Berbagai Pihak

Regional
Pemkot Semarang Raih Penghargaan Daerah Terinovasi dalam Pembangunan Keluarga 2024

Pemkot Semarang Raih Penghargaan Daerah Terinovasi dalam Pembangunan Keluarga 2024

Regional
Misteri Kematian Santriwati di Lombok Barat, Merengek Minta Pulang Sebelum Meninggal

Misteri Kematian Santriwati di Lombok Barat, Merengek Minta Pulang Sebelum Meninggal

Regional
Bertemu Nikson Nababan, Warga Karo Ungkapkan Kekagumannya

Bertemu Nikson Nababan, Warga Karo Ungkapkan Kekagumannya

Regional
Danau Beko di Tegal: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Danau Beko di Tegal: Daya Tarik, Aktivitas, dan Rute

Regional
Gunung Lewotobi Laki-Laki Meletus 5 Kali Hari Ini, Waspada Abu Vulkanik

Gunung Lewotobi Laki-Laki Meletus 5 Kali Hari Ini, Waspada Abu Vulkanik

Regional
Angka Perceraian Naik karena Hubungan 'Toxic', Didominasi Pasangan Muda

Angka Perceraian Naik karena Hubungan "Toxic", Didominasi Pasangan Muda

Regional
Kepala BKKBN: Keluarga Indonesia Tetap Bahagia meski Sedikit Miskin

Kepala BKKBN: Keluarga Indonesia Tetap Bahagia meski Sedikit Miskin

Regional
Bareskrim Periksa Mantan Gubernur Riau Terkait Dugaan Korupsi

Bareskrim Periksa Mantan Gubernur Riau Terkait Dugaan Korupsi

Regional
Pemeran Pria Dalam Foto Syur Selebgram Ambon Ternyata Oknum Brimob

Pemeran Pria Dalam Foto Syur Selebgram Ambon Ternyata Oknum Brimob

Regional
Bos Distro 'Anti Mahal' Palembang Pembunuh Penagih Utang Ditangkap di Padang

Bos Distro "Anti Mahal" Palembang Pembunuh Penagih Utang Ditangkap di Padang

Regional
Nikson Nababan: Saya Enggak Kasih Uang Satu Rupiah Pun ke Masyarakat

Nikson Nababan: Saya Enggak Kasih Uang Satu Rupiah Pun ke Masyarakat

Regional
Janji Bisa Loloskan Seleksi Polri, Brimob Gadungan Buat Warga Palembang Rugi Rp 345 Juta

Janji Bisa Loloskan Seleksi Polri, Brimob Gadungan Buat Warga Palembang Rugi Rp 345 Juta

Regional
Capaian ISPS 99 Persen, Mbak Ita Raih Penghargaan Manggala Karya Kencana dari BKKBN

Capaian ISPS 99 Persen, Mbak Ita Raih Penghargaan Manggala Karya Kencana dari BKKBN

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com