PURWOREJO, KOMPAS.com - Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, menolak mentah-mentah uang ganti rugi pembebasan lahan lebih kurang Rp 5,3 miliar.
Priyanggodo merupakan salah satu dari tiga orang yang menolak melepaskan tanah miliknya untuk dijadikan lahan tambang batuan andesit. Dua warga lainnya, yakni Ngatirin dan Ribut, juga menolak melepaskan tanah miliknya.
Baca juga: Pemilu 2024, Ratusan Warga Wadas Tidak Menggunakan Hak Pilihnya
Akibat menolak uang ganti rugi tersebut, Priyanggodo dan dua warga lainnya pun harus menjalani sidang pengajuan penitipan uang ganti rugi atau konsinyasi yang diajukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) Yogyakarta, di Pengadilan Negeri Purworejo, pada Senin (3/6/2024) siang.
Priyanggodo mengatakan, alasan dirinya menolak uang ganti rugi miliaran rupiah tersebut karena tidak ingin anak cucunya kehilangan mata pencaharian sebagai petani. Untuk itulah, Ia mempertahankan tanahnya dari proyek strategis nasional (PSN) tambang batuan andesit di Desa Wadas.
“Soale kulo niku wong tani pak, nek duit niku jane nggih penting tapi kan lebih penting masalah ekonomi, soal lemah yang jelas (soalnya saya itu petani Pak, kalau uang itu ya penting tapi kan lebih penting masalah ekonomi, terkait tanah yang jelas)," kata Priyanggodo saat ditemui usai sidang Konsinyasi di Pengadilan Negeri Purworejo pada Senin (3/6/2024).
Menurutnya, tanah yang dimilikinya bisa bermanfaat untuk jangka panjang. Sementara, uang miliaran rupiah bisa habis dalam hitungan bulan.
Baca juga: Soal Wadas, Mahfud MD Singgung Pemerintah Pusat Jangan Bebani Daerah
"Soale nek koyo lemah ki jangka panjange nggih dangu lah, terus terang lah, saget damel anak putu, tapi nek sik jenenge arto kadang sebulan dua bulan kan habis (soalnya kalau tanah itu buat jangka panjang, terus terang bisa buat anak cucu. Tapi kalau uang kadang sebulan dua bulan bisa habis)" tambah Priyanggodo.
Priyanggodo menyebutkan, sebagai seorang petani, nominal sekitar Rp 5 miliar tersebut terlalu banyak. Sehingga, ia juga takut jika nantinya melepas tanahnya malah menjadikannya bingung untuk mengatur keuangan.
"Nek arto dados kulo tiyang tani niku malah bingung le bade ngecakake, kulo nek kon milih- milihan lebih milih tanah ketimbang arto (kalau uang, saya sebagai petani malah bingung membaginya, kalau disuruh milih, saya lebih milih tanah daripada uang)," kata Priyanggodo.
"Soale nek tanah niku ngih saget nguripi jangka panjang, nek arto kan cepet telas, kalau awak dewe mboten saget le mengelola, la niku sik luweh bahaya (soalnya kalau tanah itu bisa menghidupi jangka panjang, kalau uang cepat habis, kalau kita tidak bisa mengelola, lha iru yang lebih bahaya),” tambah Prinyanggodo.
Priyanggodo berharap tanah tetap utuh seperti semula, tidak dibebaskan dan tidak dikonsiyasi.
Sidang pengajuan penitipan uang ganti rugi atau konsinyasi dipimpin oleh Hakim tunggal yaitu Purnomo Hadiyarto yang juga sebagai Ketua Pengadilan Negeri Purworejo.
Terungkap dalam persidangan, terdapat lima bidang tanah milik tiga warga Desa Wadas yang belum terbayarkan dan rencana akan dititipkan di Pengadilan Negeri Purworejo atau dikonsinyasikan oleh BBWSSO.
Adapun rinciannya, lahan milik pertama Priyanggodo seluas 2.383 meter persegi dengan jumlah ganti rugi senilai Rp 2,01 miliar. Lalu lahan kedua milik Priyanggodo seluas 3.783 meter persegi dengan jumlah ganti rugi senilai Rp 2,5 miliar.
Sedangkan lahan ketiga milik Priyanggodo seluas 1.082 meter persegi dengan jumlah ganti rugi senilai Rp 811,8 juta. Sehingga total ganti rugi untuk Priyanggodo mencapai 5,3 miliar.