Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tolak Ganti Rugi Rp 5,3 Miliar, Warga Wadas: Tanah Bisa Jangka Panjang, kalau Uang Cepat Habis

Kompas.com - 04/06/2024, 05:00 WIB
Bayu Apriliano,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

PURWOREJO, KOMPAS.com - Warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo Jawa Tengah, menolak mentah-mentah uang ganti rugi pembebasan lahan lebih kurang Rp 5,3 miliar.

Priyanggodo merupakan salah satu dari tiga orang yang menolak melepaskan tanah miliknya untuk dijadikan lahan tambang batuan andesit. Dua warga lainnya, yakni Ngatirin dan Ribut, juga menolak melepaskan tanah miliknya.

Baca juga: Pemilu 2024, Ratusan Warga Wadas Tidak Menggunakan Hak Pilihnya

Akibat menolak uang ganti rugi tersebut, Priyanggodo dan dua warga lainnya pun harus menjalani sidang pengajuan penitipan uang ganti rugi atau konsinyasi yang diajukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSSO) Yogyakarta, di Pengadilan Negeri Purworejo, pada Senin (3/6/2024) siang.

Priyanggodo mengatakan, alasan dirinya menolak uang ganti rugi miliaran rupiah tersebut karena tidak ingin anak cucunya kehilangan mata pencaharian sebagai petani. Untuk itulah, Ia mempertahankan tanahnya dari proyek strategis nasional (PSN) tambang batuan andesit di Desa Wadas.

Soale kulo niku wong tani pak, nek duit niku jane nggih penting tapi kan lebih penting masalah ekonomi, soal lemah yang jelas (soalnya saya itu petani Pak, kalau uang itu ya penting tapi kan lebih penting masalah ekonomi, terkait tanah yang jelas)," kata Priyanggodo saat ditemui usai sidang Konsinyasi di Pengadilan Negeri Purworejo pada Senin (3/6/2024).

Menurutnya, tanah yang dimilikinya bisa bermanfaat untuk jangka panjang. Sementara, uang miliaran rupiah bisa habis dalam hitungan bulan. 

Baca juga: Soal Wadas, Mahfud MD Singgung Pemerintah Pusat Jangan Bebani Daerah

"Soale nek koyo lemah ki jangka panjange nggih dangu lah, terus terang lah, saget damel anak putu, tapi nek sik jenenge arto kadang sebulan dua bulan kan habis (soalnya kalau tanah itu buat jangka panjang, terus terang bisa buat anak cucu. Tapi kalau uang kadang sebulan dua bulan bisa habis)" tambah Priyanggodo.

Priyanggodo menyebutkan, sebagai seorang petani, nominal sekitar Rp 5 miliar tersebut terlalu banyak. Sehingga, ia juga takut jika nantinya melepas tanahnya malah menjadikannya bingung untuk mengatur keuangan.

"Nek arto dados kulo tiyang tani niku malah bingung le bade ngecakake, kulo nek kon milih- milihan lebih milih tanah ketimbang arto (kalau uang, saya sebagai petani malah bingung membaginya, kalau disuruh milih, saya lebih milih tanah daripada uang)," kata Priyanggodo.

"Soale nek tanah niku ngih saget nguripi jangka panjang, nek arto kan cepet telas, kalau awak dewe mboten saget le mengelola, la niku sik luweh bahaya (soalnya kalau tanah itu bisa menghidupi jangka panjang, kalau uang cepat habis, kalau kita tidak bisa mengelola, lha iru yang lebih bahaya),” tambah Prinyanggodo.

Priyanggodo berharap tanah tetap utuh seperti semula, tidak dibebaskan dan tidak dikonsiyasi.

Sidang pengajuan penitipan uang ganti rugi atau konsinyasi dipimpin oleh Hakim tunggal yaitu Purnomo Hadiyarto yang juga sebagai Ketua Pengadilan Negeri Purworejo.

Terungkap dalam persidangan, terdapat lima bidang tanah milik tiga warga Desa Wadas yang belum terbayarkan dan rencana akan dititipkan di Pengadilan Negeri Purworejo atau dikonsinyasikan oleh BBWSSO.

Adapun rinciannya, lahan milik pertama Priyanggodo seluas 2.383 meter persegi dengan jumlah ganti rugi senilai Rp 2,01 miliar. Lalu lahan kedua milik Priyanggodo seluas 3.783 meter persegi dengan jumlah ganti rugi senilai Rp 2,5 miliar.

Sedangkan lahan ketiga milik Priyanggodo seluas 1.082 meter persegi dengan jumlah ganti rugi senilai Rp 811,8 juta. Sehingga total ganti rugi untuk Priyanggodo mencapai 5,3 miliar.

Halaman:


Terkini Lainnya

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Hinca Pandjaitan Laporkan Dugaan Korupsi di Pertamina Hulu Rokan ke Kejati Riau

Regional
Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Mengenal Suntiang, Hiasan Kepala Pengantin Wanita Minang

Regional
Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Marshel Widianto Maju di Pilkada Tangsel agar Petahana Tak Lawan Kotak Kosong

Regional
Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Mengintip Tugas Pantarlih, Deni Grogi Lakukan Coklit Bupati Semarang Ngesti Nugraha

Regional
Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via 'Video Call' jika Pemilih Sibuk

Petugas Pantarlih di Banten Bisa Data via "Video Call" jika Pemilih Sibuk

Regional
Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Panggung Teater sebagai Jalan Hidup

Regional
Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Di Hari Anti Narkotika Internasional, Pj Gubri Terima Penghargaan P4GN dari BNN RI

Regional
Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Menilik Kampung Mangoet, Sentra Pengasapan Ikan Terbesar di Kota Semarang

Regional
7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

7 Jemaah Haji Asal Kebumen Meninggal di Mekkah, Kemenag Pastikan Pengurusan Asuransi

Regional
Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Mudahkan Akses Warga ke Puskesmas dan RS, Bupati HST Serahkan 3 Unit Ambulans Desa

Regional
Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Polisi Sebut Remaja Penganiaya Ibu Kandung Alami Depresi

Regional
Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Jadi Kuli Bangunan di Blora, Pria Asal Kediri Ditemukan Tewas Tertimpa Tiang Pancang

Regional
Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Orangtua yang Buang Bayi Perempuan di Depan Kapel Ende Ditangkap

Regional
Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Program Pengentasan Stunting Pemkot Semarang Dapat Penghargaan dari PBB

Regional
Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Alasan Pj Gubernur Nana Sebut Pilkada Serentak 2024 Lebih Rawan Dibanding Pilpres

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com