Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pramono Dwi Susetyo
Pensiunan

Pemerhati masalah kehutanan; penulis buku

Banjir Bandang di Humbang Hasundutan dan Kerusakan DTA Danau Toba

Kompas.com - 07/12/2023, 17:14 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

BANJIR badang dan longsor pada Jumat (1/12/2023) malam, di Desa Simangulampe, Baktiraja, Kabupaten Hubambang Hasundutan, Sumatera Utara, merupakan musibah yang memilukan.

Air bah, lumpur, batang kayu, dan batu-batu besar dari atas bukit menggelinding kebawah memporak-porandakan desa yang berada di tepian Danu Toba.

Bencana ini menelan dua korban jiwa dan 10 orang lainnya masih hilang. Selain itu, 14 rumah warga hilang tersapu banjir sekitar 20 rumah lainnya rusak berat.

Hingga Selasa (05/12/2023) pagi, 234 warga mengungsi di kantor kecamatan dan di rumah kerabat.

Sekitar 500 petugas gabungan mencari korban yang hilang. Mereka diduga tertimbun tanah dan batu, termasuk tersapu banjir dan tenggelam di Danau Toba.

Destinasi Pariwisata Super Prioritas

Danau Toba, yang merupakan danau terbesar di Indonesia, telah ditetapkan sebagai salah satu Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) oleh pemerintah.

Konsekuensi menjadi DPSP, maka infrastruktur di kawasan Danau Toba harus dibenahi dengan standar internasional seperti jalan, hotel, restoran, darmaga penyeberangan, hingga bandara terdekat.

Pemerintah tidak main-main menyulap Danau Toba sebagai DPSP dengan mengucurkan dana Rp 2,4 triliun pada 2020 untuk membangun jalan lingkar Samosir, jembatan Tano Ponggol, revitalisasi Danau Toba, embung, instalasi pengolahan air, sanitasi, dan penataan kawasan tepi Danau Toba.

Sayangnya, pembangunan infrastruktur yang gencar di DPSP Danau Toba belum diimbangi kecepatan perbaikan dan pencegahan kerusakan lingkungan yang menyeluruh di daerah tangkapan air (DTA) Danau Toba.

Masyarakat sekeliling Danau Toba masih ada yang berperilaku negatif dengan menebang hutan secara ilegal di hulu daerah aliran sungai (DAS) hingga membakar ladang pada musim kemarau untuk bercocok tanaman semusim pada musim hujan di sektar DTA Danau Toba.

Imbasnya, potensi banjir bandang dan tanah longsor akan selalu mengancam sebagaimana yang terjadi di Humbang Hasundutan.

Wilayah Danau Toba dikelilingi secara administratif oleh enam daerah kabupaten, yakni Samosir, Toba, Tapanuli Utara, Kabupaten Simalungun, Humbang Hasudutan, dan Dairi.

Luas lahan kritis di DTA Danau Toba mencapai 28.911 hektare atau 10,98 persen dari total 263.041,68 hektare. Luas itu hampir setengah dari luas DKI Jakarta. Kondisi kritis itu berupa lahan terbuka, lahan tak produktif, dan semak belukar.

Kondisi lahan didominasi lahan kritis 62,88 persen (165.402,61 hektare). Hanya 20,22 persen (53.186,17 hektare) lahan tidak kritis.

Dengan lahan kritis yang sangat luas, kawasan Danau Toba sangat rentan erosi, banjir, longsor dan kebakaran.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com