Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyoal Temuan Tulang Manusia Terkubur di Lahan Bekas Rumoh Geudong Aceh

Kompas.com - 02/04/2024, 05:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Komnas HAM berjanji segera berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung selaku penyidik kasus pelanggaran HAM Rumoh Geudong di Aceh untuk bisa melakukan uji forensik dan tes DNA atas temuan tulang manusia yang terkubur di sana.

Dengan begitu identitas yang diduga korban extra judicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum semasa status Daerah Operasi Militer berlaku di Aceh bisa terungkap dan diserahkan kepada keluarga korban.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengaku belum mengetahui informasi temuan tulang manusia tersebut, sehingga belum bisa memutuskan langkah selanjutnya.

"Saya baru termonitor dan baru dengar hari ini," kata Ketut Sumedana kepada BBC News Indonesia, Kamis (28/03).

Baca juga: Memorial Living Park Rumah Geudong Aceh Dibangun, Begini Konsepnya

Adapun sejumlah kelompok masyarakat sipil meminta agar pembangunan monumen di atas lahan Rumoh Geudong dihentikan sementara, sebab pengerjaan proyek ini berpotensi merusak barang bukti kejahatan.

BBC News Indonesia sudah berulang kali menghubungi dan melayangkan pesan singkat kepada Bupati Pidie, Wahyudi Adisiswanto, tapi tak ada tanggapan.

Lalu bagaimana kronologi penemuan tulang manusia di sana dan siapa identitasnya?

Penemuan tulang manusia

Tokoh yang disegani di Desa Bili Aron, Teungku Faisal (kopiah putih) bersama warga berdoa di dekat monumen Rumoh Geudong, pada Selasa, 26 Maret 2024.FIRDAUS YUSUF/BBC NEWS INDONESIA Tokoh yang disegani di Desa Bili Aron, Teungku Faisal (kopiah putih) bersama warga berdoa di dekat monumen Rumoh Geudong, pada Selasa, 26 Maret 2024.
Tepat bersebelahan dengan beton setengah jadi yang terpancang di lokasi pembangunan Monumen Living Park Rumoh Geudong, beberapa orang duduk di atas tanah sambil menengadahkan tangan.

Teungku Faisal Ibrahim, orang yang dituakan dan dipercaya di gampong – setingkat kelurahan atau desa – memimpin doa dan memulai prosesi fardhu kifayah terhadap tulang-tulang manusia yang ditemukan para pekerja proyek di sana, Minggu 3 Maret 2024.

Pria berusia 46 tahun ini lantas mengeluarkan satu persatu tulang belulang manusia yang dibungkus dalam karung, kemudian mengafaninya dalam satu kain. Dia lalu menguburkannya di tempat semula tulang belulang itu ditemukan.

"Jumlah tulang paha sekitar enam," ucapnya ketika ditemui pada Minggu (24/03).

Baca juga: Jokowi: Pemerintah Akan Bangun Living Park di Rumoh Geudong Aceh

"Semua tulang dikubur dalam satu liang yang kedalamannya sepinggang orang dewasa..."

"Yang mengikuti samadiyah [salawat dan doa] para pekerja proyek di sana," tambahnya.

Teungku Faisal Ibrahim diminta oleh mantan Kepala Desa Bili Aron, Kecamatan Tiga, Fakhrurazi untuk memimpin ritual ini.

Fakhrurazi mengatakan, sudah menjadi kewajibannya sebagai perwakilan gampong mengubur tulang-tulang itu secara layak.

Sumber BBC News Indonesia yang tak mau identitasnya diungkap, memaparkan bahwa tulang belulang manusia itu ditemukan oleh para pekerja yang sedang menggali bekas kolam selokan di sebelah kiri tangga sisa-sisa Rumoh Geudong guna pembangunan monumen Living Park Rumoh Geudong.

Kejadiannya antara akhir Oktober hingga November 2023. Lalu di lain hari, mereka kembali mendapatkan benda serupa.

"Jadi ditemukannya bertahap oleh para pekerja," imbuhnya.

Baca juga: Rumoh Geudong Dihancurkan, Jokowi Ingin Ingatan Soal Pelanggaran HAM Aceh Dilihat dari Perspektif Positif

Tulang belulang manusia itu lantas disimpan dalam gudang selama berbulan-bulan.

Karena dibiarkan teronggok, sambungnya, para pekerja mengaku kerap dihantui makhluk gaib dan sering terjadi kecelakaan kerja.

"Ada pekerja yang tangannya putus," ujarnya.

Penemuan tulang manusia dan insiden yang terjadi setelahnya pun dipercaya saling berkait. Itu mengapa ritual fardhu kifayah dilangsungkan.

 

Siapa identitas dari tulang manusia itu?

Pembersihan Lahan Rumoh Geudong menjelang Kick Off penyelesaian Nonyudisial pelanggaran HAM berar di Aceh.Dok Kontras Aceh Pembersihan Lahan Rumoh Geudong menjelang Kick Off penyelesaian Nonyudisial pelanggaran HAM berar di Aceh.
Direktur Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Aceh (Paska), Farida Haryani, meyakini tulang manusia yang ditemukan pekerja proyek itu adalah sisa-sisa dari jenazah korban extra judicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum semasa DOM berlaku di Tanah Rencong.

Kala itu Rumoh Geudong merupakan tempat yang dijadikan TNI untuk menginterogasi orang-orang yang diduga anggota atau simpatisan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Tak hanya menginterogasi, laporan Komnas HAM juga menyebutkan rumah adat Aceh tersebut juga dipakai untuk menyiksa, mengurung, bahkan menyimpan mayat dari orang-orang yang dieksekusi karena dituduh terlibat GAM.

Temuan Komnas HAM menyebutkan, selama penetapan status DOM diperkirakan ada 40-118 orang anggota GAM ikut ditangkap dan disekap di Rumoh Geudong.

Baca juga: Dalam Perjalanan ke Rumoh Geudong, Jokowi Bagi-bagi Kaus ke Warga

Rosmiati, seorang warga Aceh yang kehilangan suaminya kala konflik memanas di tahun 1998, tersentak begitu mengetahui kabar tentang temuan rangka manusia di tanah bekas Rumah Geudong.

Di hati kecilnya muncul semacam firasat bahwa ada tulang suaminya di situ.

"Firasat saya mengatakan ada tulang suami saya ditemukan baru-baru ini di Rumah Geudong. Mungkin itu bagian dari tulang-tulang suami saya yang dulu ditemukan tahun 1998," ujarnya.

"Saya harap pemerintah tidak menutup-nutupi [penemuan] tulang-tulang ini."

Perempuan 58 tahun ini lantas menceritakan peristiwa mengerikan yang menimpa sang suami, Yabuni Idris, pada malam jahanam 12 April 1998.

Saat itu ia, suaminya, dan ketiga anaknya berada di rumah orangtuanya yang jaraknya sekitar 200 meter dari tempat tinggalnya di Desa Meugit, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie.

Baca juga: 133 Korban Pelanggaran HAM Berat di Rumoh Geudong Telah Didata

Undakan anak tangga Rumoh Geudong, bagian yang tersisa dari bangunan Rumoh Geudong Desa Bili Aron, Kecamatan Geulumpang tiga, Kabupaten pidie, Jelang kedatangan Presiden Joko Widodo.KOMPAS.COM/DASPRIANI Y. ZAMZAMI Undakan anak tangga Rumoh Geudong, bagian yang tersisa dari bangunan Rumoh Geudong Desa Bili Aron, Kecamatan Geulumpang tiga, Kabupaten pidie, Jelang kedatangan Presiden Joko Widodo.
Di rumah itu, mereka sedang mempersiapkan acara kenduri yang bakal digelar keesokan hari.

Tapi kira-kira pukul 23.00 WIB sebuah mobil Daihatsu Taft Rocky berhenti di muka rumahnya. Dua orang pria turun dari mobil.

Mereka lantas dituntun T. Sulaiman yang menjabat kepala desa, masuk ke pekarangan rumah Yabuni.

Beberapa kali mengetuk pintu, rupanya tak ada jawaban. Mereka pun pergi, menyusul ke rumah orang tua Rosmiati.

Tak berapa lama, kata Rosmiati, suaminya Yabuni mendengar ketukan dari luar pintu rumah disusul suara kepala desa.

Suaminya lantas menyibakkan gorden rumah mertuanya itu dan melihat mobil berwarna putih terparkir di sana.

"Tiba-tiba suami saya bergegas meninggalkan rumah lewat pintu belakang," katanya mengenang kejadian itu.

Baca juga: Lembaga Pemerintah dan Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Rumoh Geudong Diratakan

"Warga desa selalu ketakutan setiap kali melihat mobil Taft putih lalu lalang di desa. Sebab siapa saja warga desa yang dimasukkan ke mobil, rata-rata tak kembali lagi ke rumah."

"Sebelumnya, suami saya pernah dapat kabar dari seseorang kalau ada orang yang mencarinya."

Ketika ayah Rosmiati, M. Amin membuka pintu, sang menantu sudah menghilang.

Rosmiati mengaku masih ingat betul ada dua pria berdiri di depan pintu rumah orangtuanya malam itu: seorang tentara yang disebut-sebut dari kesatuan Kopassus bernama Ganda dan seorang Tenaga Pembantu Operasi (TPO) Rumoh Geudong bernama Ismail alias Raja.

"Ganda berambut panjang. Tapi malam itu ada satu TPO lagi di dalam mobil, namanya Afan Didoh. Dia tidak turun dari mobil," ceritanya.

Suami Rosmiati bekerja sebagai tenaga tata usaha di SMP Negeri Kembang Tanjong. Tapi selain itu, Yabuni juga punya usaha kedai kopi di Desa Meugit.

Baca juga: Rumoh Geudong, Tempat yang Dipilih Jokowi untuk Mulai Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Patroli pasukan Marinir Indonesia di sebuah desa di Lhok Seumawe, 21 Mei 2003.AFP/CHOO YOUN-KONG via BBC Indonesia Patroli pasukan Marinir Indonesia di sebuah desa di Lhok Seumawe, 21 Mei 2003.
Suatu kali, Yabuni berkelahi dengan seorang pelanggan di kedainya.

Seorang pengunjung lain bernama Alibasyah Yakob mencoba melerai perkelahian tersebut. Namun sial, warga Desa Bale Ujong Rimba ini malah kena pukul.

Belakangan diketahui Alibasyah bekerja sebagai Tenaga Pembantu Operasi (TPO) di Rumoh Geudong.

"Alibasyah mungkin menyimpan dendam pada suami saya sehingga dia memfitnah suami saya," ucap Rosmiati.

Malam ketika Yabuni sedang diburu, Alibasyah menyambangi Desa Meugit bersama rombongan Ganda, Ismail alias Raja, dan Afan Didoh.

Tapi begitu tahu Yabuni kabur, Ganda dan Ismail mengamuk. Mereka lalu memukuli Rosmiati beserta ayahnya, M. Amin.

Baca juga: Komnas Perempuan: Penghancuran Rumoh Geudong Kejahatan terhadap Upaya Mengungkap Kebenaran

Rosmiati dan ayahnya kemudian disuruh mencari Yabuni di belakang rumah.

"Mereka juga kembali ke rumah saya untuk mencari suami saya. Rumah saya digeledah dan mereka acak-acak."

Satu jam berlalu, Yabuni tak kunjung ditemukan. Akibatnya Rosmiati dan ayahnya dimasukkan ke dalam mobil dan dibawa ke Rumoh Geudong.

Sebelum digelandang ke dalam mobil, Rosmiati sempat melepaskan cincin dan kalung emas seberat 15 mayam atau 49,95 gram. Perhiasan itu disimpan di dalam lemari rumah orangtuanya.

Usai memboyong Rosmiati dan M. Amin ke Rumoh Geudong, mobil berwarna putih tersebut kembali ke Desa Meugit.

Diceritakan bahwa tentara dan Tenaga Pembantu Operasi (TPO) Rumoh Geudong mengumpulkan warga desa dan meminta mereka mencari Yabuni.

Baca juga: Rumoh Geudong Dirusak, Komnas HAM: Pemerintah Tak Sensitif terhadap Kasus HAM Berat

Suasana pembersihan di lahan Rumoh Geudong di Desa Bili Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Kabupaten Pidie, jelang kedatangan Presiden Joko Widodo, Selasa (27/6/2023). KOMPAS.COM/DASPRIANI Y. ZAMZAMI Suasana pembersihan di lahan Rumoh Geudong di Desa Bili Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Kabupaten Pidie, jelang kedatangan Presiden Joko Widodo, Selasa (27/6/2023).
Kira-kira pukul 04.00 WIB Yabuni masih belum ditemukan.

Empat pria yang tercatat sebagai warga desa Meugit dan memiliki ikatan kekerabatan dengan Yabuni ikut digelandang ke Rumoh Geudong.

Selama Rosmiati dan ayahnya disekap di Rumoh Geudong, ketiga anaknya tidak diizinkan tinggal di rumah bersama neneknya. Mereka dipaksa tinggal di rumah Kepala Desa Meugit, T. Sulaiman.

Anak sulung Rosmiati yang kini berusia 34 tahun, Tajuddin, masih ingat kala tentara dan TPO Rumoh Geudong tiga kali menemuinya di rumah kepala desa.

Kata mereka: "kalau ayahmu tidak ketemu, kalian bertiga akan kami habisi," kata Tajuddin yang waktu itu berusia delapan tahun menirukan ucapan salah seorang dari mereka.

Di Rumoh Geudong, Rosmiati disekap di ruang bawah atau disebut geudong. Ayahnya dikurung di serambi tengah – bagian atas rumah.

Baca juga: Soal Perusakan Rumoh Geudong, Ombudsman: Kami Akan Sidak

Ruang bawah atau geudong itu berlantai semen dan biasa menjadi tempat menginterogasi, menyiksa, dan menyimpan mayat orang-orang yang disiksa untuk sementara waktu.

Di situ juga ada dapur. Adapun orang-orang yang ditahan secara paksa ditempatkan di bilik-bilik yang terbuat dari papan dan bambu.

Tahanan yang akan diinterogasi dan disiksa biasanya dipanggil ke ruang bawah atau geudong.

"Tentara bertanya pada saya tentang keberadaan suami saya. Mereka juga tanya keponakan suami saya di Malaysia."

"Wajah saya ditampar-tampar sampai mati rasa dan kebas," kata Rosmiati.

Mendengar sang istri dan bapak mertuanya disekap di Rumoh Geudong, Yabuni terpaksa menyerahkan diri ke Pos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) Pinto Sa Tiro.

Jarak antara Pos Sattis Sa Tiro dengan Rumoh Geudong kira-kira 17 kilometer.

Tahu suaminya menyerahkan diri ke pos satuan di luar wilayah operasi mereka, anggota Kopassus di Rumoh Geudong murka. Mereka pun meminta kepala desa setempat untuk memboyong sang suami ke sini.

Baca juga: Mahfud Tegaskan Rumoh Geudong Tidak Dibongkar

Apa yang terjadi pada Yabuni?

Rumoh Geudong dibakar masa pada 1998.AMNESTY INTERNATIONAL via BBC Indonesia Rumoh Geudong dibakar masa pada 1998.
Rumoh Geudong digunakan sebagai pos militer sejak tahun 1990.

Di dalamnya ada bilik-bilik tahanan yang dinamai dengan nama binatang seperti babi, anjing, monyet, kerbau dan lembu.

Tahanan yang dipanggil – menurut buku berjudul Rumah Geudong Tanda Luka Orang Aceh yang ditulis Dyah Rahmany – harus menjawab dengan suara hewan yang tertulis di bilik tersebut.

Pos Sattis Rumoh Geudong disebutkan membawahi sedikitnya lima kecamatan di Pidie, di antaranya: Kecamatan Glumpang Tiga, Mutiara, Peukan Baro, Simpang Tiga, dan Kembang Tanjong.

Di Pos Sattis, personel Kopassus dilaporkan dibantu warga sipil yang disebut sebagai Tenaga Pembantu Operasi (TPO) atau anak panah. Kalau warga Aceh memanggil mereka dengan sebutan cuak.

Baca juga: Kemenko Polhukam Bantah Rumoh Geudong di Aceh Dibongkar, tapi...

Setibanya Yabuni di rumah itu, istri dan bapak mertuanya dibebaskan setelah disekap selama dua hari.

Kepada sang istri, dia menitipkan sebuah cincin. Sesampainya di rumah, Rosmiati menyadari kalau perhiasannya raib.

"Saya tak tahu siapa yang mencuri cincin dan kalung emas saya. Tapi saya mendapati sepeda motor suami saya dibawa ke Rumoh Geudong."

"Saat di Rumoh Geudong, saya juga lihat Ismail alias Raja pakai baju dan jaket suami saya."

Selama tiga hari, Yabuni dikurung di Rumoh Geudong. Esoknya, Rosmiati ditemani beberapa kerabatnya pergi ke sana dengan membawa pakaian sang suami.

Tapi pengakuan Ismail padanya, Yabuni sudah tidak ada di Rumoh Geudong.

"Suami saya katanya sudah dibawa ke Korem Lilawangsa," tutur Rosmiati.

Baca juga: Rumoh Geudong Dihancurkan Jelang Kedatangan Jokowi, Keseriusan Negara Jadi Tanda Tanya

Ia yang percaya pada perkataan Ismail bergegas ke Korem 011/Lilawangsa di Kota Lhokseumawe. Tapi sebelumnya dia terlebih dahulu mengambil sepeda motor suaminya.

Namun di Korem Lilawangsa, tentara yang berjaga berkata pada Rosmiati bahwa suaminya tak berada di sana.

Sejak hari itu, jejak Yabuni lenyap. Rosmiati tak pernah bertemu lagi dengan suaminya.

 

Membongkar kuburan di Rumah Geudong


Rabu, 21 Juni 2023, sejumlah personel TNI ikut mengawasi pemusnahan sisa-sisa bangunan Rumoh Geudong.FIRDAUS YUSUF/BBC NEWS INDONESIA Rabu, 21 Juni 2023, sejumlah personel TNI ikut mengawasi pemusnahan sisa-sisa bangunan Rumoh Geudong.
Pada 21 Mei 1998, Presiden Suharto lengser. Rakyat menyambut era reformasi. Korban-korban kebengisan tentara saat Aceh berstatus Daerah Operasi Militer mulai bersuara.

Masyarakat sipil dan mahasiswa Aceh menuntut pencabutan DOM dari Tanah Rencong.

Atas desakan itu, DPR RI membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) pada 22 Juli 1998. Tim ini dipimpin purnawirawan TNI Hari Sabarno yang juga menjawab Wakil Ketua DPR.

Anggota tim, terdiri dari Ghazali Abbas Adan dari fraksi Persatuan Pembangunan; Lukman R Boer dari fraksi Karya Pembangunan; dan Sedaryanto dari fraksi ABRI.

Saat kunjungan TPF DPR RI ke Rumoh Geudong pada Juli 1998, orang-orang yang ditahan secara paksa diduga dipindahkan sementara ke sejumlah tempat.

Baca juga: Rumoh Geudong Dihancurkan Jelang Kedatangan Jokowi, Keseriusan Negara Jadi Tanda Tanya

Sementara di Jakarta, Presiden BJ Habibie mengeluarkan perintah pencabutan DOM di Aceh pada 7 Agustus 1998.

Tim pencari fakta juga dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang kala itu dipimpin Baharuddin Lopa.

Dia tiba di Aceh pada 20 Agustus 1998 dengan kondisi Rumoh Geudong sudah kosong dan personel Kopassus telah meninggalkan tempat itu.

Direktur Pengembangan Aktivitas Sosial Ekonomi Aceh (Paska), Farida Haryani, mengatakan pihaknya ikut menemani Tim Pencari Fakta dari Komnas HAM ke Rumoh Geudong.

Di situ, dia mendapat informasi bahwa Kopassus dan Tenaga Pembantu Operasi (TPO) telah membongkar kuburan massal di Rumoh Geudong dan memindahkan jenazah para korban penyiksaan empat hari sebelum kedatangan tim dari Komnas HAM.

Baca juga: Penghancuran Rumoh Geudong Rendahkan Korban, Suara Mereka Diabaikan

Meskipun, saat menggali beberapa tempat yang diduga kuburan, Komnas menemukan sisa-sisa kerangka manusia.

"Tim TPF Komnas HAM tidak menemukan rangka manusia yang utuh di kuburan Rumoh Geudong. Yang ditemukan saat itu tulang jari manusia, tulang jari kaki dan rambut," ucap Farida kepada BBC News Indonesia, Rabu (27/03).

Kuburan itu rupanya tempat tentara mengubur mayat Yabuni, suami Rosmiati.

Komnas HAM pun menyerahkan tulang jari tangan, jari kaki dan rambut yang ditemukan kepada Rosmiati dan dikubur ulang di tanah pemakaman keluarganya di Desa Meugit.

Rosmiati bercerita, jauh sebelum kedatangan TPF Komnas HAM, seorang tahanan Rumoh Geudong bernama Teungku Abdul Wahab, mengatakan kalau suaminya hanya satu malam ditahan Rumah Geudong.

"Suami saya dieksekusi dan ditanam di sebelah barat Rumoh Geudong," tuturnya.

Baca juga: Rumoh Geudong di Pidie Aceh, Tempat Pelanggaran HAM Berat Terjadi

Sebagai penanda, Wahab yang merupakan warga Gampong Kreung Seumiduen, Pidie, bilang dirinya menanam pohon pepaya di atas kuburan Yabuni.

Sayangnya, setelah TPF Komnas HAM bertemu dengan korban dan membongkar kuburan di Rumah Geudong, massa membakar tempat itu tanpa sisa.

Membangun monumen Rumah Geudong

Tentara melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa di Dewantara, Aceh Utara pada 1999AMNESTY INTERNATIONAL via BBC Indonesia Tentara melepaskan tembakan ke arah pengunjuk rasa di Dewantara, Aceh Utara pada 1999
Usai dibakar massa pada 1998, Rumoh Geudong nyaris tak bersisa.

Hanya ada satu tangga beton, dinding-dinding kamar mandi di depan tangga Rumoh Geudong (di sebelah utara), dinding dapur, kamar mandi, dan WC di bangunan bawah bangunan itu yang sebelumnya berkontruksi semi permanen, yang masih berdiri.

Tapi pada Juni 2023, Pemkab Pidie menghancurkan semua sisa-sisa bangunan itu.

Kini bangunan lama yang tersisa hanyalah tangga beton dan dua sumur.

Pasalnya pada Agustus tahun 2022, Presiden Jokowi meneken Kepres nomor 17 tahun 2022 tentang pembentukan tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran HAM berat masa lalu.

Baca juga: Anak Tangga Rumoh Geudong Sengaja Tak Dihancurkan, Pj Bupati Pidie: Setelah Dilihat Presiden, Dibersihkan

Tim ini mengupayakan penyelesaian di luar hukum terhadap 12 kasus yang diselidiki Komnas HAM, di antaranya: Pembunuhan Massal 1965, Peristiwa Talang Sari, Penembakan Misterius 1982-1985, Peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998.

Kemudian Kerusuhan Mei 1998, Trisaksi dan Semanggi I&II 1998-1999, Pembunuhan dukun santet 1998-1999, Simpang KKA, Wasior Berdarah, Peristiwa Wamena, serta peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis lain, termasuk Jambo Keupok.

Khusus untuk kasus Rumoh Geudong, Tim tersebut ditugaskan membangun monumen sebagai pengingat insiden mengerikan itu.

Pembangunan Memorial Living Park di lahan seluas 7.015 meter ini dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat dengan anggaran Rp17 miliar.

Pemkab Pidie telah membayar uang pembebasan lahan Rumoh Geudong sebesar Rp3,9 miliar kepada kuasa ahli waris pada 27 Juni 2023 – persis di hari kedatangan Presiden Jokowi ke Aceh untuk kick-off penyelesaian non-yudisial 12 kasus pelanggaran HAM berat.

Baca juga: Sejarah Rumah Geudong, Saksi Bisu Pelanggaran HAM Berat di Aceh...

Adapun anggarannya dari anggaran belanja tidak terduga (BTT).

Tapi sejumlah kelompok masyarakat sipil yang terdiri dari Kontras, Yayasan Paksa, Amnesty Internastional, dan Tim klarifikasi sejarah independen, meminta agar pembangunan monumen ini dihentikan sementara – pasca ditemukannya tulang manusia pada November tahun lalu.

Mereka khawatir, pengerjaan proyek ini berpotensi merusak barang bukti kejahatan di Rumoh Geudong.

"Kami organisasi masyarakat sipil menyesalkan adanya upaya pengabaian penemuan tulang manusia dalam pembangunan monumen di atas reruntuhan Rumoh Geudong," kata Koordinator Kontras Aceh, Azharul Husna.

Azharul Husna menilai pembangunan monumen seharusnya didahului dengan pengungkapan kebenaran, menggelar pengadilan HAM, dan menggali serta mengidentifikasi tulang manusia itu.

Komnas HAM juga diharapkan segera turun untuk menindaklanjuti temuan tersebut dan menindaklanjuti penyelidikannya jika diperlukan.

"Selain itu Kejaksaan Agung mesti mem-follow-up hasil penyelidikan Komnas HAM dengan menekankan bahwa temuan ini mampu menjadi dasar penguat kasus Rumoh Geudong," jelasnya.

Baca juga: Penghancuran Rumoh Geudong Dianggap sebagai Bentuk Pengabaian Suara Korban

 

Apa langkah Komnas HAM?

Mendiang Teungku Abdullah Safi'i, Panglima GAM, bersama tentara GAM dalam sebuah kegiatan pada Juni 1999 di wilayah Aceh.PAULA BRONSTEIN/LIAISON via BBC Indonesia Mendiang Teungku Abdullah Safi'i, Panglima GAM, bersama tentara GAM dalam sebuah kegiatan pada Juni 1999 di wilayah Aceh.
Wakil Ketua Bidang Eksternal Komnas HAM, Abdul Haris Semendawai, mengatakan pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Menkopolhukam dan meminta agar temuan tulang-tulang manusia itu dijaga agar tidak rusak atau hilang.

Karena Komnas menduga kuat tulang tersebut merupakan bukti dari peristiwa pelanggaran hak asasi manusia berat yang terjadi di Rumoh Geudong selama masa konflik Aceh tahun 1989-1998.

Kala itu, Rumoh Geudong menjadi basis bos Satuan Taktis dan Strategis (Pos Sattis) ketika status Daerah Operasi Militer (DOM) berlaku di Aceh.

"Karena waktu itu ada laporan yang menyatakan telah terjadi penyiksaan sejumlah orang hingga meninggal, bahkan disebut ada yang dibunuh. Sehingga ada dugaan tulang-tulang itu dari korban penyiksaan."

Baca juga: Rumoh Geudong, Lokasi Terjadinya Pelanggaran HAM Berat di Aceh, Diratakan Jelang Jokowi Datang

"Maka itu penting agar dilakukan penjagaan terhadap tulang manusia supaya tidak rusak atau hilang."

Selain berkoordinasi dengan Menkopolhukam, Komnas HAM juga akan bertemu dengan Kejaksaan Agung dalam waktu dekat.

Tujuannya agar Kejaksaan selaku penyidik dalam kasus pelanggaran HAM Rumah Geudong bisa melakukan uji forensik.

Termasuk melakukan tes DNA untuk memastikan identitas tulang tersebut dengan keluarga korban yang masih hidup. Pasalnya berkas penyelidikan kasus ini sudah diserahkan kembali ke Kejaksaan Agung.

Kendati demikian, Abdul Haris, menyarankan Pemda Pidie maupun Aceh agar menyerahkan tulang-tulang manusia yang diduga korban penyiksaan Rumoh Geudong ke kepolisian.

Yang jika dibutuhkan sewaktu-waktu oleh Kejaksaan bisa disidik dengan cepat.

Baca juga: Kronologi Tragedi Rumah Geudong

"Memang sebaiknya ada di tangan pihak yang berwajib, jadi keamanannya terjamin."

"Kalau sekarang kita tidak tahu tulang-tulang itu dikubur dimana, apakah semua tulang itu dikubur di satu tempat atau terpisah-pisah."

Dia pun menekankan bahwa pemerintah harus membuka ruang kepada korban, keluarga korban, serta publik untuk bisa mengetahui informasi temuan tersebut sebagai pemenuhan hak korban.

Adapun soal pembangunan monumen, ia menilai perlu dilakukan dengan prinsip kehati-hatian mengingat kemungkinan adanya bukti-bukti lain di wilayah pembangunan.

Apa hasil penyelidikan Komnas HAM?

Ilustrasi hak asasi manusia.humanrights.gov Ilustrasi hak asasi manusia.
Laporan penyelidikan proyustisia peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Lainnya telah diserahkan Komnas HAM ke Jaksa Agung pada tahun 2018.

Setelah melakukan penyelidikan mendalam terhadap 65 orang saksi, Tim adhoc penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM yang berat di Aceh menyimpulkan peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis telah memiliki bukti permulaan yang cukup atas dugaan terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan.

Di antaranya: perkosaan atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lainnya yang setara; penyiksaan; pembunuhan; perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional; dan penghilangan orang secara paksa.

Untuk diketahui, pada saat konflik Aceh memanas di akhir 1990-an dan awal tahun 2000, ribuan personel TNI diturunkan untuk menghadapi Gerakan Aceh Merdeka, yang saat itu disebut pemerintah sebagai Gerakan Pengacau Keamanan (GPK).

Baca juga: Pelanggaran HAM Rumoh Geudong, Tak Ada Alasan Kejaksaan Agung untuk Diam

Pemerintah melalui Panglima ABRI memutuskan untuk melaksanakan Operasi Jaring Merah (Jamer) yang menjadikan Korem 011/Lilawangsa sebagai pusat komando lapangan.

Pelaksanaan Operasi Jamer dilakukan dengan membuka pos-pos sattis di beberapa wilayah di Aceh.

Pos Sattis yang utama adalah Rumoh Geudong di Bilie Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Kabupaten Pidie, hal ini ditengarai karena di lokasi ini paling banyak korbannya.

Terdapat juga beberapa lokasi pos sattis lainnya seperti di Jimjim Gampong Ujung Leubat, Tangse, Kota Bakti, Pintu Satu Tiro, Ulee Gle, Trienggading, Padang Tiji, Lamlo, Pulo Kawa, Meunasah Beuracan, dan lain sebagainya.

Di Rumoh Geudong dan post sattis tersebut, anggota Kopassus, TNI AD diduga menyiksa warga sipil.

Dalam ringkasan eksekutif Komnas HAM tercatat pola penangkapan dan penahanan secara paksa terhadap para korban di Pos Sattis.

Baca juga: Eks Panglima Gerakan Aceh Merdeka Dukung Prabowo-Gibran

"Aparat melakukan penangkapan atau penculikan terhadap warga yang dituduh sebagai anggota atau keluarga anggota atau simpatisan GPK-AM. Setelah itu warga tersebut langsung ditembak atau dibawa ke salah satu Pos Sattis," tulis ringkasan eksekutif Komnas HAM.

"Di Pos Sattis warga tersebut akan disiksa, dibunuh, atau dihilangkan, di mana korbannya lebih banyak terhadap laki-laki, walau juga tidak sedikit korban perempuan.

"Perlakuan terhadap korban perempuan, awalnya ditangkap atau diculik oleh aparat atau orang yang diperintahkan mengambil korban, dijadikan sandera agar orang yang dikehendaki aparat (GPK-AM) menyerahkan diri atau mendapatkan informasi tentang suami atau anak atau saudara atau ayahnya yang dituduh terlibat GPK-AM.

"Korban dibawa ke Pos Sattis atau ke suatu tempat, korban disiksa, dilecehkan (ditelanjangi), diperkosa, dibunuh; dan anak yang dipaksa dibawa ketika ibunya ditangkap dan ditahan."

Wartawan sinarpidie.co, Firdaus Yusuf, berkontribusi dalam liputan dan tulisan ini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

9 Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo Terbakar

9 Rumah di Bantaran Rel Kereta Kota Solo Terbakar

Regional
Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Pimpin Aksi Jumat Bersih, Bupati HST Minta Masyarakat Jadi Teladan bagi Sesama

Regional
Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Harga Tiket dan Jadwal Travel Semarang-Banjarnegara PP

Regional
Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Sempat Ditutup karena Longsor di Sitinjau Lauik, Jalur Padang-Solok Dibuka Lagi

Regional
Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Dugaan Korupsi Pengadaan Bandwidth Internet, Plt Kepala Dinas Kominfo Dumai Ditahan

Regional
KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

KY Tanggapi soal Status Tahanan Kota 2 Terpidana Korupsi di NTB

Regional
Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Pemilik Pajero Pasang Senapan Mesin di Kap, Mengaku Hanya untuk Konten Medsos

Regional
Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Update Bencana Sumbar, BPBD Sebut 61 Korban Tewas, 14 Orang Hilang

Regional
Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Resmi Usung Gus Yusuf Maju Pilgub Jateng, PKB Seleksi Partai Potensial untuk Berkoalisi

Regional
442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

442 Rumah Warga di OKU Selatan Terdampak Banjir

Regional
Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Warga OKU Diminta Waspadai Bencana Longsor

Regional
Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Digigit Anjing, 2 Warga Sikka Dilarikan ke Larantuka karena Kosongnya Vaksin Antirabies

Regional
Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Preman Pemalak Sopir Truk di Lampung Ditangkap, Korban Diadang dan Dianiaya

Regional
Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Cemburu Buta, Suami di Semarang Aniaya Istri hingga Patah Rahang

Regional
Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Ketua MUI Salatiga Daftar Bakal Calon Wakil Wali Kota, Kyai dan Masyayikh NU Sampaikan Penolakan

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com