SIGLI, KOMPAS.com -- Presiden Joko Widodo direncanakan mendatangi Rumoh Geudong di Desa Bilis Aron, Kecamatan Geulumpang Tiga, Kabupaten Pidie, Aceh, Selasa (27/6/2023).
Kunjungan ini dalam rangka implementasi penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di Kabupaten Pidie, tepatnya di Rumoh Geudong sepanjang tahun 1989-1998.
Baca juga: Rumoh Geudong, Lokasi Terjadinya Pelanggaran HAM Berat di Aceh, Diratakan Jelang Jokowi Datang
Selain itu, di tempat ini, Jokowi juga akan melakukan kick-off atau memulai penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial.
Baca juga: Rumoh Geudong di Pidie Aceh, Tempat Pelanggaran HAM Berat Terjadi
Dijadwalkan Jokowi juga akan bertemu langsung dengan korban pelanggaran HAM dan menyerahkan bantuan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara simbolik.
Untuk diketahui, pemerintah mengakui ada 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.
Tiga kasus di antaranya terjadi di Aceh, yaitu peristiwa Rumoh Geudong (1989), simpang KKA (1999), dan Jambo keupok (2003).
Menyusul investigasi di Rumoh Geudong, Pemkab Pidie juga membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) dan ditemukan 3.504 kasus kekerasan di seluruh wilayah Pidie dalam kurun waktu 1989-1998 dan sebagian besar terjadi di Rumoh Geudong.
Dalam buku berjudul Fakta Bicara, Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005, yang ditulis oleh Qahar Muzakar dan Mellyan, diterbitkan oleh Koalisi NGO HAM Aceh, Maret 2011, Rumoh Geudong pada awalnya merupakan rumah seorang ulee balang yang sebenarnya diwarisi oleh cucunya bernama almarhum T.A Rahman Ahmad yang bertugas di PTP IX Sumatera Utara.
Karena kakaknya sudah meninggal, rumah itu dialihkan kepada adiknya yang bernama Djaffar Ahmad (Pensiunan Dinas perkebunan Aceh Timur) yang saat ini tinggal di Glumpang Minyeuk, tak jauh dari Rumoh Geudong.
Karena Djaffar sakit-sakitan, pengelolaan rumoh tersebut dialihkan kepada anaknya yang bernama Cut Mayda Wati, Perawat Pukesmas di Geulumpang Minyeuk.
Rumoh tersebut awalnya dijaga oleh seorang pembantu, sejak tahun 1990 rumoh tersebut mulai ditinggali oleh aparat TNI setelah meminta izin kepada penjaga rumah untuk dijadikan sebagai Pos Sattis Bilie Aron.
Sejak tahun 1990 sudah tercatat tujuh orang Komandan Sattis bersama anak buahnya tinggal di sana. Pada tahun 1998, rumoh tersebut dihuni oleh Lettu Sutarman (April-21 Agustus 1998), sebagai komandan pos, menggantikan Letda Umar (yang hanya bertugas 10 hari).
Komandan Pos (Danpos) tersadis menurut beberapa korban adalah Lettu Partono. Selama masa tiga Danpos itu, wakilnya adalah Sasmito. Dalam operasi tersebut, aparat umumnya didampingi oleh beberapa TPO (Tenaga Pembantu Operasi). Setelah Kopasus ditarik dari sana, TPO kabur dari kampungnya.
Menyusul investigasi di Rumoh Geudong, Pemda Pidie juga membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menemukan data kasus korban operasi militer di Aceh.
Ditemukan sebanyak 3.504 kasus kekerasan di seluruh wiilayah Pidie dalam kurun 1989-1998, sebagiannya terjadi di Rumoh Geudong.