BANDA ACEH, KOMPAS.com - Presiden Indonesia Joko Widodo akan berkunjung ke Aceh pada 27 Juni 2023. Tujuannya adalah menggelar kick-off atau dimulainya penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD dalam kunjungannya ke Lhokseumawe, Aceh pada Senin (12/6/2023) menyebutkan, Presiden Jokowi akan mengumumkan kick-off penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu di Rumoh Geudong, Pidie.
Ada 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia yang diakui Negara, diumumkan pada 11 Januari 2023 lalu. Tiga kasus di antaranya terjadi di Aceh semasa konflik, yaitu Peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis (1989), Peristiwa Simpang KKA (Kertas Kraft Aceh) (1999), dan Peristiwa Jambo Keupok (2003).
Menjelang kedatangan Jokowi tersebut, tim Pemerintah Kabupaten Pidie menghancurkan sisa bangunan Rumoh Geudong dan hanya menyisakan anak tangga untuk dilihat Presiden.
Baca juga: Rumoh Geudong, Lokasi Terjadinya Pelanggaran HAM Berat di Aceh, Diratakan Jelang Jokowi Datang
Temuan Tim Pencari Fakta DPR RI, hampir 50 persen kasus tindak kekerasan yang terjadi di Pidie, dilakukan di sebuah tempat yang disebut sebagai Pos Sattis Billie Aron di Rumoh Geudong, Glumpang Tiga.
Hingga Juli 1998 Komandan pos tersebut adalah Lettu (Inf) Sutarman, yang menggantikan Dan Pos Sattis Billi Aron.
Pos tersebut beranggotakan enam personil, membawahi tiga Kecamatan Glumpang Tiga, Kembang Tanjong, dan Bandar Baru yang semuanya terletak di kabupaten Pidie.
Rumoh Geudong terdiri dari beberapa ruangan, yakni ruang makan, kamar mandi, dilengkapi televisi, video player, dan beberapa perabot rumah lainnya.
Suasana terkesan gelap dan terdapat beberapa kamar kecil, disekat-sekat berjumlah delapan kamar. Kamar kecil ini diberi nama dengan nama hewan seperti Bilik Anjing, Kerbau, Harimau, Monyet, Kambing, dan sebagainya.
Di ruang-ruang kecil inilah penyiksaan terjadi. Di dalamnya ada beberapa benda seperti balok kayu, kabel listrik. Di halaman rumah juga terdapat beberapa kolam yang digunakan untuk menyiksa korban.
Rumoh Geudong berbentuk rumah panggung khas rumah adat Aceh. Di bagian belakang ada bangunan besar sehingga masyarakat menamakannya Rumoh Geudong. Geudong dapat diartikan besar atau rumah orang kaya. Rumoh Geudong berbentuk seperti dua rumah yang digabungkan, sehingga sangat besar.
Ada tempat duduk yang biasa disebut panteu di tengah rumah, di bagian belakangnya ada meja dan tiang-tiang besar, di dekat tiang itulah tawanan disiksa.
Rumoh ini sejak tahun 1990 dijadikan sebagai markas militer dan sebagai tempat dilakukannnya berbagai tindak kekerasan di Kabupaten Pidie.
Tim Komnas HAM yang dipimpin Baharuddin Lopa datang pada tanggal 21 Agustus 1998, dibantu oleh masyarakat menyisir halaman Rumoh Geudong yang berukuran lebih dari 150x180 meter.
Tim Komnas HAM menemukan serpihan tulang jari kaki, tangan, rambut dan rantai. Namun tidak menemukan satupun kerangka manusia di sana.