Salin Artikel

Rumoh Geudong, Tempat yang Dipilih Jokowi untuk Mulai Selesaikan Pelanggaran HAM Berat

Kunjungan ini dalam rangka implementasi penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat yang terjadi di Kabupaten Pidie, tepatnya di Rumoh Geudong sepanjang tahun 1989-1998.

Selain itu, di tempat ini, Jokowi juga akan melakukan kick-off atau memulai penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu secara non-yudisial.

Dijadwalkan Jokowi juga akan bertemu langsung dengan korban pelanggaran HAM dan menyerahkan bantuan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM berat secara simbolik.

Untuk diketahui, pemerintah mengakui ada 12 kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia.

Tiga kasus di antaranya terjadi di Aceh, yaitu peristiwa Rumoh Geudong (1989), simpang KKA (1999), dan Jambo keupok (2003).

Menyusul investigasi di Rumoh Geudong, Pemkab Pidie juga membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) dan ditemukan 3.504 kasus kekerasan di seluruh wilayah Pidie dalam kurun waktu 1989-1998 dan sebagian besar terjadi di Rumoh Geudong.

Rumah Geudong, lokasi pelanggaran HAM berat di Aceh

Dalam buku berjudul Fakta Bicara, Mengungkap Pelanggaran HAM di Aceh 1989-2005, yang ditulis oleh Qahar Muzakar dan Mellyan, diterbitkan oleh Koalisi NGO HAM Aceh, Maret 2011, Rumoh Geudong pada awalnya merupakan rumah seorang ulee balang yang sebenarnya diwarisi oleh cucunya bernama almarhum T.A Rahman Ahmad yang bertugas di PTP IX Sumatera Utara.

Karena kakaknya sudah meninggal, rumah itu dialihkan kepada adiknya yang bernama Djaffar Ahmad (Pensiunan Dinas perkebunan Aceh Timur) yang saat ini tinggal di Glumpang Minyeuk, tak jauh dari Rumoh Geudong.

Karena Djaffar sakit-sakitan, pengelolaan rumoh tersebut dialihkan kepada anaknya yang bernama Cut Mayda Wati, Perawat Pukesmas di Geulumpang Minyeuk.

Rumoh tersebut awalnya dijaga oleh seorang pembantu, sejak tahun 1990 rumoh tersebut mulai ditinggali oleh aparat TNI setelah meminta izin kepada penjaga rumah untuk dijadikan sebagai Pos Sattis Bilie Aron.

Sejak tahun 1990 sudah tercatat tujuh orang Komandan Sattis bersama anak buahnya tinggal di sana. Pada tahun 1998, rumoh tersebut dihuni oleh Lettu Sutarman (April-21 Agustus 1998), sebagai komandan pos, menggantikan Letda Umar (yang hanya bertugas 10 hari).

Komandan Pos (Danpos) tersadis menurut beberapa korban adalah Lettu Partono. Selama masa tiga Danpos itu, wakilnya adalah Sasmito. Dalam operasi tersebut, aparat umumnya didampingi oleh beberapa TPO (Tenaga Pembantu Operasi). Setelah Kopasus ditarik dari sana, TPO kabur dari kampungnya.

Menyusul investigasi di Rumoh Geudong, Pemda Pidie juga membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menemukan data kasus korban operasi militer di Aceh.

Ditemukan sebanyak 3.504 kasus kekerasan di seluruh wiilayah Pidie dalam kurun 1989-1998, sebagiannya terjadi di Rumoh Geudong.

Dari data tersebut, tercatat jumlah orang hilang sebanyak 168 kasus, meninggal 378 kasus, perkosaan 14 kasus, cacat berat 193 kasus, cacat sedang 210 kasus, cacat ringan 359 kasus, janda 1.298 kasus, stres/trauma 178 kasus, rumah dibakar 223 kasus, dan rumah dirusak 47 kasus.

Rumoh Geudong diratakan

Rumah Geudong dihancurkan oleh Pemerintah Kabupaten Pidie.

Penjabat Bupati Pidie Wahyudi Adisiswanto mengatakan, bangunan itu dihancurkan agar warga Pidie tak lagi mengingat kenangan buruk yang pernah terjadi di sana.

“Ditarik untuk dihancurkan, jadi itu dilupakan semuanya, karena merupakan kenangan buruk yang tidak boleh diingat,” ujarn Wahyudi, di Pidie, Kamis (23/6/2023), seperti dilansir Antara.

Wahyudi berharap generasi baru di Pidie atau Aceh secara umumnya harus terus bangkit, dan tidak boleh meninggalkan dendam terhadap luka lama tersebut.

Penghancuran bangunan Rumoh Geudong ditentang berbagai pihak.

Menurut Amnesty International Indonesia, bangunan itu merupakan situs sejarah penting sekaligus bukti pernah adanya kejahatan serius di Pidie, Aceh.

Penghancuran sisa bangunan Rumoh Geudong dianggap sebagai upaya penghilangan barang bukti, pengaburan kebenaran, penghapusan sejarah dan dan memori kolektif rakyat Aceh atas konflik di Aceh sejak tahun 1976 hingga 2005.

Adapun penghancuran sisa bangunan Rumah Geudong dilakukan oleh tim Pemerintahan Kabupaten Pidie.

Seluruh korban didata negara

Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan, korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong yang terjadi saat Aceh ditetapkan sebagai daerah operasi militer (DOM) dan yang korbannya masih tercecer akan didata kembali oleh negara.

Saat ini, negara hanya memprioritaskan jumlah korban Rumoh Geudong yang datanya telah dilaporkan Komnas HAM, sekaligus data itu telah diumumkan Komnas HAM pada tahun 2018.

"Nanti akan didata kembali korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong. Negara tentunya akan menyelesaikan nantinya terhadap korban pelanggaran HAM berat yang belum didata," kata Mahfud MD kepada awak media saat berkunjung ke Rumoh Geudong di Gampong Bili Aron, Kecamatan Glumpang Tiga, Pidie, Senin (26/6/2023).

Menurutnya, saat ini pendataan korban pelanggaran HAM berat di Rumoh Geudong sebagai tahap pertama yang telah didata Komnas HAM hingga Desember 2023.

Korban pelanggaran HAM berat yang telah dilaporkan Komnas HAM akan direhabilitasi, dengan dilakukan pemenuhan dan pemulihan terhadap hak-hak korban sebagai korban pelanggaran HAM berat.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul: Pelanggaran HAM Rumoh Geudong Didata Kembali, Begini Penjelasan Mahfud MD Saat di Pidie

https://regional.kompas.com/read/2023/06/27/071304178/rumoh-geudong-tempat-yang-dipilih-jokowi-untuk-mulai-selesaikan-pelanggaran

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke