Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sekolah Adat Papua untuk Seniman Muda

Kompas.com - 10/02/2024, 06:36 WIB
Rachmawati

Editor

“Prosesnya diskusi sangat dinamis. Ada tolak-menolak gagasan, ada penerimaan,” ujar Dicky.

“Dinamika itu secara metafora menggambarkan manusia Papua. Seniman muda ini berbeda, tapi mereka pakai perbedaan itu sebagai keunikan dan kekayaan dan mereka bersatu. Itu nilai yang sangat penting,” kata Dicky.

Baca juga: Anak-anak Sekolah Adat Hadiri Upacara Hardiknas, Kemendikbudristek: Harapan untuk Kesetaraan Pendidikan

Dua fase terakhir dalam Bholuh adalah proses pembuatan karya seni rupa dan pameran. Seluruh karya yang diproduksi telah ditunjukkan kepada publik pada 31 Januari hingga 3 Februari lalu, bertempat di gedung Pusat Pelatihan dan Pembinaan Perempuan Gereja Kristen Injili di Tanah Papua, Jayapura.

Program ‘sekolah adat’ bagi para perupa muda Papua ini berlangsung sekitar satu bulan—termasuk pameran yang digelar singkat, selama empat hari. Meski begitu, gagasan di balik Bholuh serta harapan yang dilekatkan kepadanya jauh melampaui rentang satu bulan itu.

Dicky berkata, ‘sekolah adat’ semacam Bholuh dalam konteks lokal sejak lama menjadi bagian dari peradaban orang asli Papua. Kelompok adat di Papua biasa menyebutnya sebagai sekolah inisiasi.

Baca juga: Kisah Aleta Baun, Satu-satunya Caleg DPR yang Diutus Masyarakat Adat Tiga Batu Tungku di NTT

Namun merujuk arsip sejarah yang dipelajari oleh Udeideo, seiring penyebaran Injil di Papua, ‘sekolah adat’ atau sekolah inisiasi dianggap bagian dari okultisme alias wujud dari kepercayaan terhadap ilmu sihir atau berhala.

“Pada awal abad ke-20 sekolah itu diruntuhkan. Sebagai gantinya anak muda waktu itu harus mengikuti sekolah formal,” kata Dicky.

Konsekuensinya, guru-guru adat terpinggirkan. Dicky berkata, pengetahuan adat, termasuk hal-hal berkaitan dengan seni budaya Papua, tidak dapat diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Udeido, melalui Bholuh, bertekad merekonstruksi praktek belajar pada guru adat yang ada pada masa lampau.

”Banyak pengetahuan lokal yang masih disimpan orang tua. Internet tidak menyediakan pengetahuan itu,” kata Dicky.

Baca juga: Hadapi Debat Pamungkas, Ganjar Himpun Aspirasi dari Penyandang Disabilitas sampai Masyarakat Adat

“Banyak pengetahuan asli yang disimpan dalam tatanan adat dan itu hanya bisa diakses melalui cara tradisional. Praktek semacam Bholuh didiesain untuk mendekatkan anak muda dengan orang tua,” tuturnya.

Tidak hanya merujuk ke masa lalu, Bholuh juga melihat ke masa depan. Seperti makna terminologisnya, Udeido menyusun program ini sebagai penempa perupa muda Papua.

Mereka berharap, inspirasi dan pengetahuan asli yang muncul dalam ‘sekolah adat’ ini bisa terus membakar semangat perupa Papua untuk eksis berkarya.

“Saya harap mereka berkarya selama mungkin,” ujar Dicky.

“Bapak Agus Ongge bisa menjadi contoh. Dia menerima penyuluhan seni budaya dari Arnold Ap," lanjutnya, merujuk pada kurator Papua yang tewas ditembak pada 1984.

"Penyuluhan itu membakar semangat Agus. Dia meninggalkan pekerjaannya yang sangat mapan (di Freeport) untuk kembali ke kampung—fokus untuk melukis dan mematung.

Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Sebut Masyarakat Adat Kerap Jadi Korban Proyek Pemerintah

“Dedikasinya menjadikannya orang yang hebat. Dia berkeliling dunia dengan kulit kayu,“ kata Dicky.

Baca kisah Arnold Ap, keturunannya, serta orang-orang Papua yang melarikan diri dari konflik Papua dalam liputan Cerita anak-cucu pembuat bendera Bintang Kejora dan anak seniman ternama 'yang dibunuh'

"Seni budaya sama dengan harga diri"

Regina Bay membawa 10 perupa muda melihat realita lanskap hutan yang rusak dan tidak hanya berdampak pada keseimbangan ekosistem, tapi juga mengubah pola hidup orang asli Papua.UDEIDO COLLECTIVE via BBC Indonesia Regina Bay membawa 10 perupa muda melihat realita lanskap hutan yang rusak dan tidak hanya berdampak pada keseimbangan ekosistem, tapi juga mengubah pola hidup orang asli Papua.
Agus Ongge yang disebut Dicky adalah maestro lukis kulit kayu. Orang tua dan leluhurnya telah melukis di atas kulit kayu sejak ratusan tahun lalu—sebagai bagian dari cara hidup orang asli Papua.

Kulit kayu dengan ornamen di atasnya, kata Agus, dahulu digunakan sebagai penutup tubuh, terutama untuk para perempuan Papua. Karena dianggap berhala oleh misionaris Kristiani, kebiasaan itu berhenti. Akibatnya, Agus tak mewarisi keterampilan melukis di atas kulit kayu.

Namun Agus bertekad untuk meneruskan tradisi dan cara berkesenian leluhurnya. Gejolak politik Papua-Indonesia selama puluhan tahun terakhir membuat proses berkaryanya pasang surut. Namun satu hal yang membuat Agus bertahan adalah pemikiran: seni budaya dan tradisi adalah harga diri.

“Saya orang Papua—kulit hitam, rambut kriting—jadi saya harus pegang nilai-nilai budaya,” kata Agus.

Baca juga: Banyak Masyarakat Adat Tak Punya KTP, Pemerintah dan DPR Diminta Percepat Pengesahan RUU-nya

“Peradaban lama tidak bisa dihilangkan oleh peradaban baru. Politik itu nuansa baru, tapi yang lama ini tidak bisa dibuang. Justru adat harus menjadi lebih kuat. Generasi sebelumnya menguatkan generasi setelahnya,” ujar Agus.

Perjalanan hidup hingga teknik melukis di kulit kayu inilah yang dibagikan Agus kepada 10 peserta ‘sekolah adat’ Bholuh.

Hal yang sama juga dibagikan Yusuf Ohee. Dia adalah penggerak seni tari tradisi di kelompok Alyakha Art Center yang berbasis di Sentani. Tapi bukan melulu soal seni yang dia ajarkan kepada para perupa muda di Bholuh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Viral Video 4 Wanita dan Satu Polisi Merokok Sambil Konsumsi Miras, Diduga di Mapolres Sikka

Viral Video 4 Wanita dan Satu Polisi Merokok Sambil Konsumsi Miras, Diduga di Mapolres Sikka

Regional
Pilkada Demak, PPP Bakal Usung 3 Nama, Baru Satu yang Ambil Formulir

Pilkada Demak, PPP Bakal Usung 3 Nama, Baru Satu yang Ambil Formulir

Regional
Selundupkan Benih Lobster Senilai Rp 15,9 Miliar, 2 Pelaku Ditangkap

Selundupkan Benih Lobster Senilai Rp 15,9 Miliar, 2 Pelaku Ditangkap

Regional
Pemprov Jateng Buka Magang Jepang Tanpa Kuota Pendaftar, Ini Perinciannya

Pemprov Jateng Buka Magang Jepang Tanpa Kuota Pendaftar, Ini Perinciannya

Regional
Napi Anak Pembunuh Polisi Ungkap Caranya Kabur dari Lapas

Napi Anak Pembunuh Polisi Ungkap Caranya Kabur dari Lapas

Regional
Bus Rombongan Perangkat Desa Kecelakaan di Tol Tangerang Merak, 8 Luka-luka

Bus Rombongan Perangkat Desa Kecelakaan di Tol Tangerang Merak, 8 Luka-luka

Regional
Siswa Kelas 9 Tewas saat Camping di Bumi Perkemahan Sekipan Karanganyar

Siswa Kelas 9 Tewas saat Camping di Bumi Perkemahan Sekipan Karanganyar

Regional
Lokasi Pencarian Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar Diperluas

Lokasi Pencarian Korban Banjir Lahar Dingin Sumbar Diperluas

Regional
Etik Suryani dan Agus Santoso Kembalikan Formulir Pendaftaran Calon Bupati Sukoharjo

Etik Suryani dan Agus Santoso Kembalikan Formulir Pendaftaran Calon Bupati Sukoharjo

Regional
Kisah Para Relawan yang Tinggalkan Pekerjaan untuk Bantu Korban Banjir di Sumbar, Sebut Panggilan Hati

Kisah Para Relawan yang Tinggalkan Pekerjaan untuk Bantu Korban Banjir di Sumbar, Sebut Panggilan Hati

Regional
Sempat Alami Keterlambatan di 5 Hari Pertama, Penerbangan Calon Jemaah Haji Embarkasi Solo Mulai Lancar

Sempat Alami Keterlambatan di 5 Hari Pertama, Penerbangan Calon Jemaah Haji Embarkasi Solo Mulai Lancar

Regional
Angkutan Kota Salatiga Terbakar saat Parkir di Depan Ruko

Angkutan Kota Salatiga Terbakar saat Parkir di Depan Ruko

Regional
Hari Jadi Ke-78 Sumsel, Pemprov Serahkan Berbagai Bantuan untuk Panti Asuhan hingga Ponpes 

Hari Jadi Ke-78 Sumsel, Pemprov Serahkan Berbagai Bantuan untuk Panti Asuhan hingga Ponpes 

Regional
Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Manado Hari Ini Selasa 21 Mei 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Regional
DPC PDI-P Kota Yogyakarta Perpanjang Penjaringan Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota

DPC PDI-P Kota Yogyakarta Perpanjang Penjaringan Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com