Ia dijemput Serene dari tempat penampungan yang ia tak ingat lagi lokasinya.
Ia mengatakan yang ia ingat adalah menempuan perjalanan dengan mobil yang cukup lama untuk tiba di rumah majikannya itu.
Ia juga ingat tiba di Johor Bahru, Malaysia, dari Batam dengan menggunakan perahu kayu bersama sejumlah orang, dan dibawa ke tempat penampungan yang sama.
Tugas utamanya adalah menjaga nenek, ibu sang majikan, yang saat itu berusia 93 tahun.
Selama sekitar tiga minggu pertama, cerita Meri, ia diajari cara memasak, membersihkan rumah, lengkap dengan jadwal berapa lama tugas harus diselesaikan.
Selain nenek, kata Meri, ada teman perempuan Serene yang tinggal di rumah susun itu.
Baca juga: Dibunuh Suami di Malaysia, Jenazah PMI Asal NTT Dipulangkan ke Kampung Halaman
Meriance mengatakan mimpi buruknya dimulai setelah beberapa minggu bekerja.
Ia mengatakan pada suatu malam, setelah pulang kantor, Serene tidak menemukan daging di kulkas. Meriance salah meletakkannya di tempat beku.
Meriance mengatakan Serene memanggilnya dan menghantam kepalanya dengan ikan beku.
Kepalanya berdarah. Dan sejak itu, pukulan demi pukulan ia alami setiap hari, tanpa tahu apa kesalahannya.
Ia takut bertanya karena itu berarti semakin banyak pukulan yang akan ia alami.
Penyiksaan yang ia alami juga digambarkan dalam putusan pengadilan Indonesia atas dua orang yang dinyatakan bersalah merekrut Meriance.
Dokumen itu menyebutkan, "korban sering mendapat penyiksaan dari majikan menggunakan setrika panas, hamar, pinset, pentungan dan tang."
"Dia dipukul di bagian tangan dan kaki menggunakan hamar, dipukul dengan pentungan pada seluruh bagian tubuh dan bagian wajah hingga tulang hidung patah dan memar."
Satu bagian dokumen menyebutkan Meriance "pernah ditempel ke tubuh dengan menggunakan setrika panas… puting susu dan kemaluan dijepit menggunakan tang lalu ditarik."
Baca juga: 95 PMI Asal NTT Meninggal di Luar Negeri dalam 11 Bulan, Sebagian Besar Pekerja Ilegal
Delapan tahun berlalu. Bekas luka terbelah di bibir atas, tulang hidung atas rata karena hancur, lidah terpotong dan telinga yang tak berbentuk, masih terlihat jelas di wajahnya.
Meriance mengatakan selama bekerja ia dilarang keluar. Ia mengatakan majikannya mengancam akan melaporkan ke polisi karena dia adalah imigran gelap.
Pintu jeruji besi rumah susun yang dipasang di depan pintu masuk tempat tinggal majikannya, selalu dikunci.
Empat tetangga yang ditemui pada Oktober 2022 dan tinggal di blok rumah susun yang sama ketika penyiksaan terjadi mengatakan kepada BBC selama delapan bulan itu mereka tak pernah melihat Meriance.
"Saya hanya melihatnya pada malam ia diselamatkan," kata salah seorang tetangga yang tak mau disebut namanya. "Baru ketika itulah, kami tahu, dia (Serene) memiliki pembantu rumah tangga."
Baca juga: 92 PMI Asal NTT Meninggal di Luar Negeri Selama Januari-Oktober 2022
Tetangga itu juga mengatakan sempat mendengar bunyi bising seperti benda jatuh tapi tak pernah bertanya lebih lanjut.
Meriance mengatakan ia sering demam tinggi karena luka-luka parah yang tidak pernah diobati.
Penyiksaan yang dihadapinya berhenti setelah sang majikan merasa capek memukulnya.
Dengan badan bersimbah darah, kata Meri, ia selalu diperintahkan membersihkan cipratan darah di lantai dan di dinding.
Ia sempat terpikir lompat dari lantai tiga, tetapi celah jendela yang kecil serta bayangan wajah empat anaknya yang ketika itu masih kecil-kecil, membuatnya membatalkan niat itu.
"Saya mau melawan, tapi saya ingat, kalau saya melawan saya harus mati. Saya juga ingat anak-anak saya."
Baca juga: Sakit dan Meninggal di Malaysia, Jenazah PMI Asal NTT Dipulangkan