Satu hal yang paling dia ingat adalah hari di penghujung tahun 2014. Hari ketika ia melihat dirinya sendiri di kaca.
"Hari itu saya lihat muka saya di kaca kamar mandi, mulut saya sudah terbelah, saya tidak tahan lagi. Saya marah, bukan dengan majikan. Saya marah dengan diri sendiri, saya harus berani keluar dari itu tempat dan saya harus cari cara dengan cara tulis surat."
Ia mendengar tetangga yang lewat di depan unit rumah susun berbicara dengan Bahasa Melayu.
Secarik kertas dan bolpoin diambilnya dari salah satu laci, disimpan di sakunya, sambil menunggu saat yang tepat, setelah selesai memberi makan sang nenek.
"Saya tulis surat itu, saya bilang tolong saya, saya disiksa majikan, saya mandi darah setiap hari, tolong saya. Itu saja yang saya tulis."
Baca juga: Jenazah Balita Anak PMI Asal NTT Dipulangkan dari Malaysia
Ia kemudian melempar kertas keluar pintu depan melalui jeruji besi ke arah seorang ibu yang tengah berbicara Bahasa Melayu dengan anaknya.
Ibu itu kemudian membawa kertas itu ke tetangga lain di blok yang sama, seorang polisi. Polisi inilah yang kemudian memanggil bantuan.
"Dia tidak akan bertahan, dia pasti meninggal, bila terlambat ditolong," kata polisi yang sudah pensiun dan tidak mau disebutkan namanya itu.
Malam itu - 20 Desember 2014 - polisi menggedor pintu rumah Serene, tak lama setelah ia pulang kerja.
Serene sempat terkejut, setelah mengintip ada polisi datang.
Meri mengatakan dia diperintahkan oleh majikannya itu untuk bersembunyi di dapur dan berkata kepada polisi bahwa ia luka-luka karena jatuh di kamar mandi.
Baca juga: PMI Asal NTT Meninggal di Malaysia Saat Pemulangan ke Indonesia karena Sakit
Jantungnya berdetak keras selama menunggu di dapur. Sampai akhirnya polisi bertanya langsung.
Badannya saat itu panas tinggi dan menggigil karena luka-luka parahnya.
"Saya mau jatuh rasanya. Saya duduk dan polisi bilang, kamu jangan takut karena kami sudah ada di sini."
"Saat itu saya merasa kembali kuat. Saya merasa sudah punya napas. Polisi panggil saya mendekat ke pintu depan…dan baru saya cerita yang sebenarnya."
Ia mengatakan, "Tuhan menyelamatkan jiwanya".
Malam itulah, ia keluar dari tempat yang ia sebut neraka, untuk pertama kalinya.
Baca juga: Meninggal karena Covid-19, 2 Pekerja Migran Asal NTT Dimakamkan di Malaysia
"Di kantor polisi orang takut lihat saya, ini manusia atau mayat? Mereka tanya, siapa yang bikin orang ini begini?"
Meriance dibawa ke rumah sakit, termasuk menjalani operasi kedua telinganya. Salah satu telinganya tak bisa diselamatkan bentuknya.
Petugas konsuler KBRI, Galuh Indriyati pada Desember 2014, mendampingi duta besar ketika itu, membesuk Meriance di rumah sakit Ampang.
"Pak Duta Besar ketika itu berbicara lama dengan Meriance," kata Galuh yang melihatnya dari balik pintu kamar rumah sakit dengan "kondisi diperban di bagian telinga dan mulut atas."
Baca juga: Sudah 18 Hari, Jenazah PMI Asal NTT yang Bunuh Diri di Malaysia Belum Dimakamkan, Ini Penyebabnya
Galuh mengatakan pihak KBRI mendapatkan laporan dari Kepolisian Ampang bahwa mereka menyelamatkan seorang pekerja Indonesia dari penyiksaan majikan.
Serene ditahan dengan dakwaan; termasuk pasal 326, tindakan menyebabkan luka parah dan 307, percobaan pembunuhan, serta perdagangan manusia dan pelanggaran imigrasi.
Pada awal persidangan pada Januari 2015, Serene mengaku tidak bersalah.
Meriance sempat memberikan kesaksian pada awal 2015, sebelum akhirnya kembali ke NTT pada pertengahan tahun itu.
Ia berharap akan mendapatkan keadilan.
Salah seorang polisi yang menemui Meriance setelah ia kembali ke NTT pada 2015, adalah Rudy Soik. Saat itu, ia bertugas sebagai anggota Satgas Anti-Trafficking Kepolisian Daerah NTT.
Baca juga: Usai Bunuh Istri, PMI Asal NTT di Malaysia Bunuh Diri
Ia mengatakan terkejut dan sedih melihat kondisi Meri yang masih trauma.
"Dia cerita bentuk penyiksaan, sampai dia nangis. Saya sering berhadapan dengan korban, kami cepat terharu mendengar cerita seperti ini, giginya dicabut pakai tang, telinga ditusuk.. Kami merasa kasus ini harus diungkap," kata Rudy.
Tim satgas mengejar para perekrut dan pada 2018, Tedy Moa dan Piter Boki dijatuhi hukuman penjara masing-masing lima dan tiga tahun.
Namun di Malaysia, pada Oktober 2017, hakim menetapkan putusan, DNAA -"discharge not amounting to an acquittal" atau dilepaskan tanpa dibebaskan terhadap Serene.
Putusan itu mengejutkan kata Duta Besar Indonesia untuk Malaysia, Hermono.
"Bagaimana kasus-kasus penyiksaan kejam yang dialami oleh Meriance, yang sampai kuping dipukul, gigi dicabut, lidah dipotong, majikan bebas saja, di mana keadilan?" kata Hermono berang.
Baca juga: Sudah Setahun Anaknya Hilang di Luar Negeri, Pria Asal NTT Bersurat ke Paus dan Presiden Mauritius
KBRI Malaysia mengaku telah melayangkan surat dua kali ke kejaksaan, pada September dan akhir Oktober 2022, untuk menanyakan kelanjutan kasus ini.
Dubes Hermono menuding Malaysia tak serius dalam menangani kasus-kasus dugaan penyiksaan yang menimpa para pekerja rumah tangga Indonesia.
Sehari-hari saat ini, Meriance lebih banyak mengurus anak-anaknya dan menenun, kegiatan yang menurutnya membantunya tenang.