Sebanyak 72,8 persen jalan belum diaspal dan sisa sebesar 27,2 persen telah diaspal. Itupun 50 persen jalan yang diaspal di Papua dalam kondisi rusak berat.
Kualitas ketersediaan jalan yang buruk membuat distribusi barang dan mobilisasi orang dari dan ke wilayah pegunungan terhambat. Biaya logistik menjadi mahal dan harga-harga barang melonjak tinggi.
Untuk mempercepat akses pengiriman logistik dan mobilisasi orang ke wilayah pegunungan sangat mengandalkan pesawat terbang perintis.
Meski ada subsidi pemerintah daerah Papua dan pemerintah pusat, belum mampu menekan biaya logistik dan tingkat harga-harga di pegunungan.
Di jangka pendek, kita masih memahami distribusi barang dan mobilisasi orang ke wilayah pegunungan masih mengandalkan pesawat perintis.
Meski kita menyadari konsekuesi logis dari ketergantungan pada angkutan transportasi pesawat akan menimbulkan tingginya biaya transaksi ekonomi. Ini terjadi karena daya pesawat angkut terbatas dan berbiaya mahal.
Tingginya biaya transaksi di wilayah pegunungan menjadi hambatan daerah untuk berkembang.
Tentunya kita tidak ingin perekonomian wilayah Papua di pegunungan hanya bersandar pada sektor pertanian. Kita berharap ada transformasi struktural dari sektor pertanian dan pertambangan ke sektor industri.
Tidak ada daerah yang dapat berkembang dan maju secara berkelanjutan dengan hanya bersandar pada sektor ekstraktif.
Seringkali kita mendengar kalimat satir, ”orang Papua tetap hidup dari pinang dan sagu meski tidur di atas emas”.
Kalimat satir ini dimaknai sebagai kondisi orang asli Papua tertinggal meski alamnya kaya raya.
Untuk mendorong pembangunan dan kesejahteraan di wilayah pegunungan Papua, maka tidak ada pilihan lain adalah mempercepat pembangunan jalan di wilayah papua.
Kita berharap Pemerintah segera menyelesaikan Jalur Trans-Papua yang direncanakan membentang sepanjang 3.462 kilometer dari utara hingga selatan Tanah Papua.
Dengan tersedianya pembangunan jalan Trans Papua Jayapura-Wamena, maka akan menurunkan harga kebutuhan bahan pokok di masyarakat pegunungan Papua 60 persen - 70 persen.
Tidak hanya itu, komoditi hasil pertanian dari wilayah pegunungan juga dapat diperdagangkan tidak hanya di dalam wilayah Papua, namun hingga luar Papua maupun luar negeri.