Salin Artikel

Di Masa Depan, Orang Papua Harus Mengelola "Emas" Sendiri

Tingkat kemiskinan masih 26 persen, paling tinggi di Indonesia. Nilai Gini Rasio, tolok ukur ketimpangan pendapatan mencapai 0,41, menandakan “kue” pertumbuhan ekonomi lebih banyak dinikmati oleh kelompok kaya dibandingkan kelompok pendapatan rendah.

Skor IPM 60,4 persen meskipun dikategorikan sedang, namun rentan masuk kategori rendah.

Pada dimensi wilayah, ketimpangan pembangunan antara wilayah pesisir dan wilayah pegunungan di Papua masih mewarnai.

Ini seperti janus faced, di daerah pesisir cenderung tersedia infrastruktur yang lebih lengkap seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, pelabuhan, jembatan dan jalan yang baik. Sementara, kondisi sebaliknya, terlihat di wilayah Pegunungan.

Tidak mengejutkan jika skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) antara wilayah pesisir dan pegunungan antara “bumi dan langit”.

Misalnya, skor indeks IPM Kota Jayapura sebesar 80,11. Sementara di Kabupaten Nduga angka indeks IPM sebesar 32,84.

Kabupaten Nduga bukanlah satu-satunya kabupaten dengan kategori IPM rendah. Masih ada 17 kabupaten di Papua atau meliputi lebih dari 50 persen wilayah papua dikategorikan IPM rendah.

IPM rendah menunjukan sebagian besar penduduk yang berdomisili di daerah itu berpenghasilan kurang layak, memiliki tingkat partisipasi sekolah rendah, serta layanan kesehatan buruk.

Apa yang dipotret oleh angka statistik, dibandingkan realitasnya, jauh lebih parah. Warga Papua yang tinggal di pegunungan harus menanggung quadruple burden: bukan hanya memiliki daya beli rendah, akses sekolah dan layanan kesehatan buruk, namun juga harga komoditas pangan dan non pangan yang melonjak tinggi.

Harga telur di daerah pegunungan Papua mencapai Rp 100.000 hingga Rp 120.000 per rak. Satu rak berisi 30 butir.

Di Yalimo, telur bahkan dijual eceran Rp 5.000 per butir. Sementara di wilayah pesisir Papua, harga telur mencapai Rp 75.000 hingga Rp 80.000 per rak. Kondisi ini mempeparah kondisi sosial ekonomi masyarakat Papua.

Salah satu penyebab utama pemasalahan pembangunan ekonomi di Provinsi Papua terletak pada lemahnya konektivitas antarwilayah di Papua. Akses jalan darat yang menghubungkan dari dan ke wilayah pegunungan sangat terbatas jumlahnya.

Merujuk data statistik infrastruktur Papua tahun 2020, panjang jalan di Provinsi Papua hanya 21.122,7 Km.

Rinciannya, jalan nasional 2.636,8 km (12,48 persen), jalan provinsi 2.536,3 km (12,01 persen), dan jalan kabupaten/kota 15.949,7 km (75,51 persen).

Sebanyak 72,8 persen jalan belum diaspal dan sisa sebesar 27,2 persen telah diaspal. Itupun 50 persen jalan yang diaspal di Papua dalam kondisi rusak berat.

Kualitas ketersediaan jalan yang buruk membuat distribusi barang dan mobilisasi orang dari dan ke wilayah pegunungan terhambat. Biaya logistik menjadi mahal dan harga-harga barang melonjak tinggi.

Untuk mempercepat akses pengiriman logistik dan mobilisasi orang ke wilayah pegunungan sangat mengandalkan pesawat terbang perintis.

Meski ada subsidi pemerintah daerah Papua dan pemerintah pusat, belum mampu menekan biaya logistik dan tingkat harga-harga di pegunungan.

Di jangka pendek, kita masih memahami distribusi barang dan mobilisasi orang ke wilayah pegunungan masih mengandalkan pesawat perintis.

Meski kita menyadari konsekuesi logis dari ketergantungan pada angkutan transportasi pesawat akan menimbulkan tingginya biaya transaksi ekonomi. Ini terjadi karena daya pesawat angkut terbatas dan berbiaya mahal.

Tingginya biaya transaksi di wilayah pegunungan menjadi hambatan daerah untuk berkembang.

Tentunya kita tidak ingin perekonomian wilayah Papua di pegunungan hanya bersandar pada sektor pertanian. Kita berharap ada transformasi struktural dari sektor pertanian dan pertambangan ke sektor industri.

Tidak ada daerah yang dapat berkembang dan maju secara berkelanjutan dengan hanya bersandar pada sektor ekstraktif.

Seringkali kita mendengar kalimat satir, ”orang Papua tetap hidup dari pinang dan sagu meski tidur di atas emas”.

Kalimat satir ini dimaknai sebagai kondisi orang asli Papua tertinggal meski alamnya kaya raya.

Untuk mendorong pembangunan dan kesejahteraan di wilayah pegunungan Papua, maka tidak ada pilihan lain adalah mempercepat pembangunan jalan di wilayah papua.

Kita berharap Pemerintah segera menyelesaikan Jalur Trans-Papua yang direncanakan membentang sepanjang 3.462 kilometer dari utara hingga selatan Tanah Papua.

Dengan tersedianya pembangunan jalan Trans Papua Jayapura-Wamena, maka akan menurunkan harga kebutuhan bahan pokok di masyarakat pegunungan Papua 60 persen - 70 persen.

Tidak hanya itu, komoditi hasil pertanian dari wilayah pegunungan juga dapat diperdagangkan tidak hanya di dalam wilayah Papua, namun hingga luar Papua maupun luar negeri.

Petani Papua dapat memasarkan hasil pertanian dengan harga yang layak. Jika petani Papua telah sejahtera, maka seharusnya mereka akan mampu menyekolahkan anak-anak dengan layak.

Kita bermimpi di masa depan semakin banyak anak Papua mencapai pendidikan tinggi, tercukupi secara ekonomi, dan terjamin fasilitas kesehatannya.

Bukan hal mustahil, 20 tahun sampai 30 tahun ke depan putra-putri Papua tidak lagi sekadar mengandalkan sagu dan pinang, namun telah pandai mengelola “emas”-nya sendiri.

Untuk itu, pembangunan jalan trans Papua sebagai bagian proyek strategis nasional yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi sebuah kebijakan tepat dan harus didukung.

Jalan trans Papua akan mengatasi backlog kebutuhan jalan antara wilayah pesisir dan wilayah pegunungan. Dampak dari pembangunan jalan trans Papua, ekonomi akan tumbuh, papua semakin maju dan berkembang.

Apabila Provinsi Papua maju dan masyarakat Papua telah merasakan manisnya kesejahteraan, maka tidak mustahil mayoritas masyarakat Papua akan memilih otonomi dibandingkan kemerdekaan.

Sebagai rujukan, di Italia ada lima daerah otonomi khusus di daerah utara dan Lombardy. Daerah ini secara bahasa, budaya, dan etnik berbeda, namun lebih memilih otonomi dibandingkan merdeka.

Pasalnya, lima daerah tersebut berkembang maju dan penduduknya menikmati standar hidup tinggi.

Untuk itu, kunci utama pembangunan ekonomi dan kesejahteraan di Papua adalah ketersediaan infrastruktur jalan.

Makanya, pembangunan infrastrukur jalan mesti diperbesar jangkauannya dan menyeluruh wilayah papua. Demi terwujudnya keadilan ekonomi di pulau kaya wilayah timur indonesia.

https://regional.kompas.com/read/2022/09/21/06300031/di-masa-depan-orang-papua-harus-mengelola-emas-sendiri

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke