Hanni adalah salah satu transpuan Kota Semarang yang sempat tak mendapatkan sembako karena hambatan identitas.
Saat pandemi semua usaha salon dan pemandu acara yang biasa dia kerjakan lumpuh.
Padahal, Hanni harus menanggung beban keluarganya. Dia mempunyai tanggungjawab yang besar untuk keluarga sejak bapaknya meninggal.
Kini, dia harus membiayai ibunya yang sedang stroke dan menanggung biaya adiknya yang masih SMP.
Selain Hanni, teman-teman transpuan yang lain juga sempat kesulitan mendapatkan bantuan saat pandemi Covid-19 karena tak mempunyai identitas diri.
“Itu adalah masalah klasik yang sering kali menjadi masalah bagi para waria,” ujar dia.
Selain diskriminasi, waria di Kota Semarang juga kerap kali menjadi korban pungutan liar (pungli) oleh sejumlah preman yang berada di dekat tempat berkumpul Hanni dan teman-temannya.
Padahal, selama pandemi Covid-19 penghasilan Hanni banyak berkurang karena tempat kerjanya terdampak jam pembatasan oprasional.
“Bahkan, penghasilan saya tak cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi, ya terpaksa dicukup-cukupkan,” ungkap dia.
Baca juga: Masjid Kauman Semarang, Cikal Bakal Perjuangan Kemerdekaan Indonesia Punya Ornamen Bintang Daud
Sebelum pandemi Hani mempunyai salon yang berada di Lokalisasi Sunan Kuning. Dalam sehari dia bisa mendapatkan penghasilan sekitar Rp 400.000.
“Total sebulan bisa jutaan, sekitar Rp 6 juta bisa untuk keluarga dan sekolah adik,” ujar dia.
Meski sampai saat ini Hanni masih mempunyai salon di Sunan Kuning, penghasilannya kini mulai menurun sejak lokalisasi tersebut ditutup.
“Makannya sekarang banyak pekerjaan tak hanya salon saja. Ya untuk kebutuhan hidup keluarga,” imbuh dia.
Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Semarang, Agustanto mengatakan, pembuatan e-KTP untuk waria sudah diperbolehkan di Kota Semarang.
“Kami sudah terbuka untuk itu, silakan membuat,” kata dia, saat dikonfirmasi.
Peraturan tersebut sudah diatur dalam Peraturan Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 96 Tahun 2019 tentang Pendataan dan Penerbitan Dokumen Kependudukan bagi Penduduk Rentan.
“Kami juga sudah beberapa kali menerbitkan dokumen kependudukan bagi penduduk rentan,” kata dia.
Ditanya soal jumlah, pihaknya belum bisa menghitung berapa jumlah penduduk rentan yang sudah dibuatkan e-KTP karena harus berkoordinasi dengan devisi lain.
“Kami belum bisa memperkirakan berapa jumlah yang telah dibuatkan karena data tidak di bidang saya,” imbuh Agus.
Dia menegaskan bakal melayani penduduk rentan yang akan membuat e-KTP karena sudah ada aturan dan regulasinya.
“Aturan dan regulasinya sudah ada jadi kami tinggal melaksanakannya,” ucap dia.
Pihaknya juga mengaku tak akan membedakan pembuatan e-KTP penduduk rentan dengan warga biasanya.