SEMARANG, KOMPAS.com - Purnawirawan TNI, Kolonel Nursahit (83) merupakan salah satu saksi sejarah kemerdekaan yang masih hidup di Kota Semarang, Jawa Tengah.
Keterlibatan Nursahit dimulai sejak dua tahun setelah Presiden Soekarno memproklamasikan kemerdekaan,.
Saat itu, tentara Belanda dengan membonceng Sekutu mencoba masuk kembali ke Indonesia untuk merebut kemerdekaan yang baru seumur jagung.
Baca juga: Kisah Gibran Saat Hilang di Gunung Guntur Akan Dibuat Film, Diharapkan Jadi Kebanggaan Warga Garut
Saat itu, dia ikut terlibat untuk merusak jembatan yang rencananya akan digunakan tentara Belanda untuk masuk wilayah Kota Semarang.
"Yang kita rusak itu ada di Jembatan Kali Garang dan wilayah atas Kota Semarang, yaitu Tanjakan Gombel," jelas Nursahit saat ditemui di rumahnya, Rabu (17/8/2022).
Dia menyebut, dua lokasi itu menjadi titik vital untuk menghadang tentara Belanda pada masa kemerdekaan.
Dua tempat tersebut menjadi basis pejuang kemerdekaan untuk menahan pergerakan Belanda dan perelatan tempurnya.
"Saat itu saya masih muda tapi tetap ikut berjuang karena ingin mempertahankan kemerdekaan Indonesia," ujarnya.
Mendengar pergerakan tentara Belanda yang ingin masuk wilayah Kota Semarang, pada Mei 1947 Resimen 26 Pacitan dipindahkan ke Sumowono.
"Resimen itu untuk menghalau pergerakan militer Belanda," kata dia.
Saat itu, tentara Belanda datang dengan pasukan dan alat perang seperti tank dan senjata api. Namun mereka selalu diganggu ketika ingin masuk Kota Semarang.
"Militer Belanda membawa perlengkapan perang lengkap dari mobil hingga tank," ungkapnya.
Perusakan dua tempat tersebut ternyata cukup efektif. Dengan begitu, tentara Belanda harus melalui jalur Gunungpati yang lebih jauh.
"Akhirnya mereka terpaksa memutar lewat Gunungpati karena jembatan Kali Garang tadi dirusak," kata dia.
Saat itu, para pejuang kemerdekaan sudah memasang bom yang dipasang di sepanjang jalan yang telah dirusak. Ditambah, alat berat tentara Belanda juga tak bisa melalui jalur tersebut.