MATARAM, KOMPAS.com - Ombudsman RI Perwakilan Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta Kantor Imigrasi Mataram untuk segera mengevaluasi pelayanan di Unit Layanan Paspor Kabupaten Lombok Timur.
Ombudsman menemukan praktik percaloan di lokasi itu yang mengarah pada potensi terjadinya pengiriman pekerja migran non-prosedural.
"Catatan kami, kami minta kepada Kantor Wilayah Kemenkumham pada Divisi Imigrasi untuk melakukan supervisi evaluasi mendalam. Bukan kita saling bantah, bahwa ini temuan kami," ungkap Asisten Bidang Penanganan Pelaporan Ombudsman NTB, Sahabudin, Kamis (4/8/2022).
Baca juga: Imigrasi Bantah Sebagian Temuan Ombudsman soal Malaadministrasi di ULP Lombok Timur
Sahab mengatakan, tindakan Ombudsman menginvestigasi dugaan maladministrasi di ULP sebagai bentuk kepedulian terhadap lembaga negara agar dapat berbenah menjadi lebih baik.
"Kami juga sudah berkoordinasi dengan Ombudsman RI Pusat, dan Ombudsman RI pusat sudah berkoordinasi dengan Dirjen Kum dan HAM, dan Dirjen Imigrasi. Dari kemarin kami sudah bangun komunikasi, sehingga kami akan menyelesaikan laporan hasil pemeriksaan (LHP), kita di sana menjadi petunjuk," ungkap Sahab.
Baca juga: Dugaan Praktik Percaloan di ULP Lombok Timur, Kantor Imigrasi Lakukan Sidak
Kepala Keasistenan Pemeriksaan Laporan Ombudsman NTB, Arya Wiguna mengungkapkan, temuan Ombudsman dalam investigasi tertutup seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi Imigrasi.
Arya menjelaskan, ULP Lombok Timur diduga melanggar SOP pelayanan seperti yang dikeluarkan Dirjen Imigrasi pada 5 April 2022.
Menurutnya, berdasarkan hasil investigasi, banyak praktik percaloan yang membuat para pemohon paspor tidak melakukan proses wawancara sebagai mestinya.
Arya menegaskan, proses pembuatan paspor yang tidak melalui wawancara menjadi celah bagi terjadinya pengiriman pekerja migran non-prosedural. Sebab, tidak ada proses pengecekan dari petugas atas tujuan pembuatan paspor itu.
"Nah, di sinilah mekanisme yang tidak dilalui yakni wawancara. Bukan pemohonnya tidak datang foto, pemohon datang ke sana tapi tidak dilakukan wawancara, sehingga melanggar SOP juga dan tidak disertai nomor antrean," ungkap Arya.