Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
KILAS DAERAH

Dibalik Keindahan Pulau Messah, Terselip Perjuangan Ibu dan Bayi untuk Dapatkan Layanan Kesehatan

Kompas.com - 06/10/2023, 19:36 WIB
Dwi NH,
Mikhael Gewati

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Layanan kesehatan di Indonesia belum sepenuhnya bisa menjangkau masyarakat di daerah terpencil. Hal ini yang dialami oleh keluarga kecil Herman (36) dan istrinya Roswinda (31) saat akan melahirkan anak mereka.

Pasangan suami istri asal Pulau Messah itu harus menempuh perjalanan panjang untuk menuju layanan kesehatan saat dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuan Bajo.

Dari Pulau Messah menuju RSUD Labuan Bajo membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan laut dan 15 menit perjalanan darat. 

Semua kepiluan itu bermula dari siang hari saat Herman baru saja kembali pulang setelah melaut mencari ikan selama lima hari lamanya. Sorenya, sang istri mendadak merasakan nyeri perut yang hebat meski belum masuk hari perkiraan lahir (HPL).

Baca juga: Badak Jawa Kembali Lahir di Ujung Kulon, Populasi Bertambah Jadi 81

Roswinda kemudian memeriksa kondisinya di Puskesmas Pembantu (Pustu) Pulau Messah, Desa Pasir Putih, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Petugas kesehatan merekomendasikan Roswinda untuk segera dirujuk ke RSUD Labuan Bajo jika intensitas nyeri masih berlangsung hingga malam.

Namun, nyeri tak kunjung henti. Apalagi, malam itu sulit mencari perahu karena banyak yang sedang digunakan melaut.

Waktu terus berjalan dan situasi tersebut mendorong mereka dengan kondisi seadanya menuju RSUD Labuan Bajo.

Deru mesin diesel menjadi latar suara mengarungi Laut Flores jam 22.30 Waktu Indonesia Tengah (WITA).

Baca juga: Alasan Pemprov NTT Hentikan Kebijakan Sekolah Masuk Pukul 05.30 Wita

Bergelombang, gelap, serta angin kencang yang menerbangkan terpal harus mereka lalui untuk keselamatan ibu dan bayi.

Pencahayaan tipis bersumber dari telepon genggam seorang bidan mencoba menerangi proses kelahiran anak Herman dan Roswinda.

Herman sesekali memerhatikan kondisi istrinya seraya mengendarai perahu berukuran 8 x 1,2 meter (m) itu.

Ia ingin sekali menggenggam tangan Roswinda, bukan kemudi perahu. Namun, lega juga ada orangtua mereka yang ikut mendampingi.

Baca juga: Orangtua Korban Penembakan di TTU Minta Polisi Segera Tangkap Pelaku

Masih setengah perjalanan jauhnya, fokus Herman tiba-tiba terpecah saat menyaksikan darah dagingnya, Muhammad Al Ashar lahir beralaskan kain sarung di atas sebuah ketinting (perahu kayu nelayan). Bayi ini lahir secara prematur kurang dari bulan dengan berat badan (BB) 2 kilogram (kg).

Potret keluarga Herman (36), salah satu warga di Pulau Messah yang sempat merasakan sulitnya transportasi untuk menuju pusat layanan kesehatan ketika istrinya hendak melahirkan, saat ditemui tim Dompet Dhuafa, Jumat (6/10/2023).
DOK. Humas Dompet Dhuafa Potret keluarga Herman (36), salah satu warga di Pulau Messah yang sempat merasakan sulitnya transportasi untuk menuju pusat layanan kesehatan ketika istrinya hendak melahirkan, saat ditemui tim Dompet Dhuafa, Jumat (6/10/2023).

Kendala pelayanan kesehatan di Pulau Messah

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com