Salin Artikel

Dibalik Keindahan Pulau Messah, Terselip Perjuangan Ibu dan Bayi untuk Dapatkan Layanan Kesehatan

KOMPAS.com - Layanan kesehatan di Indonesia belum sepenuhnya bisa menjangkau masyarakat di daerah terpencil. Hal ini yang dialami oleh keluarga kecil Herman (36) dan istrinya Roswinda (31) saat akan melahirkan anak mereka.

Pasangan suami istri asal Pulau Messah itu harus menempuh perjalanan panjang untuk menuju layanan kesehatan saat dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuan Bajo.

Dari Pulau Messah menuju RSUD Labuan Bajo membutuhkan waktu sekitar satu jam perjalanan laut dan 15 menit perjalanan darat. 

Semua kepiluan itu bermula dari siang hari saat Herman baru saja kembali pulang setelah melaut mencari ikan selama lima hari lamanya. Sorenya, sang istri mendadak merasakan nyeri perut yang hebat meski belum masuk hari perkiraan lahir (HPL).

Roswinda kemudian memeriksa kondisinya di Puskesmas Pembantu (Pustu) Pulau Messah, Desa Pasir Putih, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Petugas kesehatan merekomendasikan Roswinda untuk segera dirujuk ke RSUD Labuan Bajo jika intensitas nyeri masih berlangsung hingga malam.

Namun, nyeri tak kunjung henti. Apalagi, malam itu sulit mencari perahu karena banyak yang sedang digunakan melaut.

Waktu terus berjalan dan situasi tersebut mendorong mereka dengan kondisi seadanya menuju RSUD Labuan Bajo.

Deru mesin diesel menjadi latar suara mengarungi Laut Flores jam 22.30 Waktu Indonesia Tengah (WITA).

Bergelombang, gelap, serta angin kencang yang menerbangkan terpal harus mereka lalui untuk keselamatan ibu dan bayi.

Pencahayaan tipis bersumber dari telepon genggam seorang bidan mencoba menerangi proses kelahiran anak Herman dan Roswinda.

Herman sesekali memerhatikan kondisi istrinya seraya mengendarai perahu berukuran 8 x 1,2 meter (m) itu.

Ia ingin sekali menggenggam tangan Roswinda, bukan kemudi perahu. Namun, lega juga ada orangtua mereka yang ikut mendampingi.

Masih setengah perjalanan jauhnya, fokus Herman tiba-tiba terpecah saat menyaksikan darah dagingnya, Muhammad Al Ashar lahir beralaskan kain sarung di atas sebuah ketinting (perahu kayu nelayan). Bayi ini lahir secara prematur kurang dari bulan dengan berat badan (BB) 2 kilogram (kg).

Kendala pelayanan kesehatan di Pulau Messah

Sementara itu, Kepala Pustu Pasir Putih Syahmuddin menyebut bahwa situasi gawat darurat bisa terjadi kapan saja.

“Ada kategori situasi gawat darurat, gawat non-darurat, juga non-gawat darurat,” ucapnya dalam siaran pers yang diterima Kompas.com, Jumat (6/10/2023).

Syahmuddin mengungkapkan bahwa situasi gawat darurat bukan terjadi dalam situasi melahirkan saja, melainkan sakit keras yang lain. Hal ini seringkali terjadi saat malam hari dan menambah situasi kegawat-daruratan.

Selain melahirkan, kata Syahmuddin, juga pernah ada terjadi peristiwa meninggal di perahu saat perjalanan ke rumah sakit (rs).

“Pelayanan kesehatan di pulau ini (Messah), kendalanya kadang tidak ada kapal atau perahu, cuaca atau musim, bulan terang atau bulan gelap, kering atau surut. Bahkan jika malam, koordinasi mencari perahu sebagai transportasi terhambat karena warga mungkin tidur, sulit cari solar (bahan bakar perahu) juga,” ucap Syahmuddin.

Meski ada perahu Polisi Air yang stand by, lanjut dia, tetapi harus menunggu lama karena berada di pulau lain.

Sementara itu, warga Pulau Messah belum memiliki perahu kesehatan yang khusus untuk transportasi atau melayani kegawat-daruratan.

“Padahal, warga pulau tetangga juga sering berobat dan mengakses layanan kesehatan ke (Pustu Messah) sini,” imbuh Syahmuddin.

Untuk diketahui, Pulau Messah merupakan pulau kecil nan padat penduduk yang terselip dalam keindahan pesona Labuan Bajo.

Pulau tersebut dihuni kurang lebih 2.174 jiwa dengan kurang lebih 400 rumah, termasuk pertumbuhan angka yang tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.

Meski masuk dalam Kawasan Wisata Premium Taman Nasional Komodo, nyatanya kelengkapan layanan kesehatan Pulau Messah belum se-premium wisatanya.

Perwakilan Program Divisi Kesehatan Dompet Dhuafa Reita Annur berharap, seluruh pihak dapat saling meringankan kebutuhan warga Pulau Messah dalam mengakses hak layanan kesehatan.

Utamanya, kata dia, akses layanan kesehatan dalam situasi gawat darurat seperti kisah Al Ashar yang diceritakan.

“Dalam hal ini belum adanya sebuah transportasi khusus di Messah untuk membawa pasien, yaitu perahu ambulans,” ucap Reita.

Ia berharap, warga Pulau Messah juga sama-sama menyadari akan kondisi dan potensi mereka di lokasi tersebut.

https://regional.kompas.com/read/2023/10/06/19365571/dibalik-keindahan-pulau-messah-terselip-perjuangan-ibu-dan-bayi-untuk

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke