Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Duduk Perkara 40 Petani di Mukomuko, Bengkulu, Ditangkap dan Dijadikan Tersangka oleh Polisi

Kompas.com - 16/05/2022, 09:43 WIB
David Oliver Purba

Editor

KOMPAS.com - Sebanyak 40 petani sawit di Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi.

Puluhan petani sawit tersebut dituding mencuri tandan buah segar (TBS) di Areal Divisi 7 Lahan Eks HGU PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) yang saat ini dikelola PT Daria Dharma Pratama (DDP) .

Baca juga: Polisi Tetapkan 40 Petani Sawit di Bengkulu Sebagai Tersangka

Kepala Bidang Humas Polda Bengkulu Kombespol Sudarno mengungkapkan, mereka yang mengeklaim tergabung dalam Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (P3BS) Kecamatan Malin Deman melakukan panen massal yang dikoordinasikan dalam sebuah grup WhatsApp.

Baca juga: 40 Petani Sawit Ditangkap, 6 Kades di Mukomuko Bengkulu Minta Pemerintah Selesaikan Konflik Agraria dengan Adil

Pihak perusahaan kemudian mengadukan kejadian itu ke polisi.

Baca juga: Soal Penangkapan 40 Petani Kelapa Sawit di Mukomuko, Apkasindo: Dampak Pembiaran Konflik Lahan

Polisi mendatangi lokasi dan menangkap 40 orang. Petugas juga menyita belasan mobil pikap, egrek alat pemanen sawit, dan sejumlah barang bukti lainnya.

"Mereka yang berjumlah 40 orang ini terbukti melakukan tindak pidana pencurian sehingga dilakukan penangkapan dan ditetapkan tersangka oleh penyidik Polres Mukomuko. Selain tersangka, juga diamankan berikut barang buktinya," kata Sudarno, Sabtu (14/5/2022).

Penjelasan kuasa hukum para petani

Kuasa hukum para petani, Direktur Akar Law Office (ALO) Zelig Ilham Hamka dan rekan kuasa hukum P3BS, menyayangkan penetapan tersangka 40 petani Kecamatan Malin Deman.

Dia menyebutkan, saat ini pemerintah sedang menyelesaikan persoalan sengketa lahan melalui skema reforma agraria.

"Petani ditetapkan Pasal 363 KUHP dengan ancaman penjara tujuh tahun. Kami menyesalkan penetapan tersangka ini karena persoalan ini tidak masuk ke ranah pidana, karena konflik ini sedang diselesaikan dalam skema reforma agraria yang juga ditetapkan oleh negara. Sementara menunggu upaya itu banyak penangkapan oleh aparat terhadap petani," ujar Zelig kepada Kompas.com, Sabtu (14/5/2022).

Kuasa hukum juga memprotes saat para petani dipaksa membuka baju dan tangan diikat saat penangkapan.

Pihak kuasa hukum berencana mengajukan penangguhan penahanan serta menyiapkan gugatan praperadilan. Menurut Zelig, penangkapan itu sangat tidak sesuai prosedur.

Kronologi konflik dari sisi kuasa hukum petani

Zelig mengatakan, konflik lahan antara 187 petani dan PT DDP berlangsung sejak 17 tahun lalu.

Dia menyebutkan, tak ada penyelesaian adil dari pemerintah, bahkan 187 petani itu disebut sering mendapatkan kekerasan dan ketidakadilan oleh aparat penegak hukum serta ketidakpedulian pemerintah.

Zelig menjelaskan, masyarakat mengeklaim tanah yang mereka miliki diambil oleh PT DDP bermula pada tahun 1995.

Tanah yang dimaksud ialah tanah petani yang ditanami jengkol, padi, kopi, dan lainnya, yang diambil oleh sebuah perusahaan bernama PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) seluas 1.889 hektar.

Namun, pihak perusahaan hanya melakukan aktivitas penanaman komoditas kakao seluas 350 hektar. Selebihnya tanah tidak ditanami hingga tahun 1997.

Dari rentang tahun 1995 hingga 1997, tanah yang tidak digarap PT BBS digarap kembali oleh warga yang mengaku tidak mendapatkan ganti rugi.

"Dua tahun PT BBS tak memanfaatkan tanah yang mereka ambil dari petani. Merasa tak pernah dapat ganti rugi lahan, petani ambil lagi tanahnya," jelas Zelig.

Kemudian pada tahun 2005, lahan HGU PT BBS yang telah dikelola oleh masyarakat tersebut diambil alih oleh PT Daria Dharma Pratama (DDP) melalui keterangan akta pinjam pakai antara PT DDP dan PT BBS.

Bermodalkan klaim tersebut, PT DDP melakukan pengusiran secara paksa terhadap masyarakat yang telah menggarap lahan HGU telantar PT BBS dengan melakukan penanaman komoditas sawit, pemaksaan ganti rugi, dan melakukan tindakan represif.

Masyarakat terus bertahan hingga saat ini.

Zelig mengatakan, selama bertahan, masyarakat mengupayakan pada pemerintah agar tanahnya kembali dimiliki, tapi selalu gagal.

Kemudian pada Maret 2022, polisi dan Brimob mengawal PT DDP melakukan aktivitas perkebunan.

Saat itu, ada 13 petani yang pondok kebunnya terbakar, satu warga mendapatkan pemukulan dan penangkapan tidak prosedural.

Lalu, pada Kamis (12/5/2022), puluhan petani memanen sawit di lahan yang mereka klaim miliknya dan saat itu bertepatan dengan pihak perusahaan yang juga sedang memanen di lahan yang sama.

Penjelasan PT DDP

Humas PT DDP, Samirana, menjelaskan, pihak perusahaan memiliki legalitas yang jelas secara hukum di lahan tersebut.

Sudah berulang kali manajemen perusahaan menjelaskan kepada masyarakat bahwa tanah yang mereka kelola dibebaskan secara hukum.

"Tidak ada sejengkal pun tanah mereka itu. Mereka cuma mengaku-ngaku saja. Kami bebaskan tanah itu secara hukum dengan musyawarah dan ganti rugi. Mereka mengaku-ngaku," jelas Samirana.

Mereka meminta bantuan pihak Brimob untuk mengamankan perkebunan karena beberapa petugas keamanan PT DDP pernah mendapat intimidasi dan dipukuli masyarakat. (Penulis Kontributor Bengkulu, Firmansyah | Editor Pythag Kurniati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anggota Keluarga Jayabaya Kembali Daftar Bacabup Lebak lewat PDI-P dan Demokrat

Anggota Keluarga Jayabaya Kembali Daftar Bacabup Lebak lewat PDI-P dan Demokrat

Regional
Pedagang Bakso di Semarang Lecehkan Remaja SMP hingga Empat Kali

Pedagang Bakso di Semarang Lecehkan Remaja SMP hingga Empat Kali

Regional
Suarakan Kemerdekaan Palestina, Dompet Dhuafa Sulsel Bersama MAN Gelar Sound of Humanity

Suarakan Kemerdekaan Palestina, Dompet Dhuafa Sulsel Bersama MAN Gelar Sound of Humanity

Regional
Bukit Lintang Sewu di Yogyakarta: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Bukit Lintang Sewu di Yogyakarta: Daya Tarik, Harga Tiket, dan Jam Buka

Regional
Ketika 5 Polisi Berjibaku Tangkap 1 Preman Pembobol Rumah...

Ketika 5 Polisi Berjibaku Tangkap 1 Preman Pembobol Rumah...

Regional
10 Motor di Parkiran Rumah Kos di Semarang Hangus Terbakar, Diduga Korsleting

10 Motor di Parkiran Rumah Kos di Semarang Hangus Terbakar, Diduga Korsleting

Regional
1 Kg Sabu dan 500 Pil Ekstasi dari Malaysia Diamankan di Perairan Sebatik, Kurir Kabur

1 Kg Sabu dan 500 Pil Ekstasi dari Malaysia Diamankan di Perairan Sebatik, Kurir Kabur

Regional
Menyalakan 'Flare' Saat Nobar Timnas, 5 Pemuda Diamankan Polisi di Lampung

Menyalakan "Flare" Saat Nobar Timnas, 5 Pemuda Diamankan Polisi di Lampung

Regional
Sosok Rosmini Pengemis Marah-marah, Diduga ODGJ dan Dibawa Pulang Keluarganya

Sosok Rosmini Pengemis Marah-marah, Diduga ODGJ dan Dibawa Pulang Keluarganya

Regional
Komplotan Penjual Akun WhatsApp Judi 'Online' Ditangkap, Omzet Rp 5 Juta Per Hari

Komplotan Penjual Akun WhatsApp Judi "Online" Ditangkap, Omzet Rp 5 Juta Per Hari

Regional
Bukan Demo di Jalan Raya, SPSI Babel Kerahkan Ribuan Buruh ke Pantai Wisata

Bukan Demo di Jalan Raya, SPSI Babel Kerahkan Ribuan Buruh ke Pantai Wisata

Regional
Belum Ada Calon Lain, PKB Semarang Dukung Gus Yusuf Maju Pilkada Jateng

Belum Ada Calon Lain, PKB Semarang Dukung Gus Yusuf Maju Pilkada Jateng

Regional
Seorang Penumpang Kapal KMP Lawit Terjun ke Laut, Pencarian Masih Dilakukan

Seorang Penumpang Kapal KMP Lawit Terjun ke Laut, Pencarian Masih Dilakukan

Regional
Mabuk Saat Mengamen, 2 Anak Jalanan di Lampung Rampok Pengguna Jalan

Mabuk Saat Mengamen, 2 Anak Jalanan di Lampung Rampok Pengguna Jalan

Regional
'May Day', Buruh di Jateng Akan Demo Besar di Semarang

"May Day", Buruh di Jateng Akan Demo Besar di Semarang

Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com