CILACAP, KOMPAS.com - Sudah beberapa bulan ini Sudiono (43), seorang nelayan di Teluk Penyu Cilacap, Jawa Tengah, jarang melaut.
Ia lebih banyak duduk-duduk di sekitar tempat pelelangan ikan (TPI) yang sepi tak ada aktivitas.
Sejauh mata memandang, di seberang TPI hanya terlihat ratusan perahu bersandar berjajar rapi di atas pasir pantai.
Baca juga: Soal Kontrak Penangkapan Ikan, Akademisi Unsoed Minta Negara Tetap Berpihak kepada Nelayan Lokal
Sesekali Sudiono juga berbagi cerita dengan nelayan lainnya di gubuk tepi pantai yang dikelilingi pepohonan rindang.
Sudiono mengaku, beberapa kali mencoba peruntungan melaut. Namun hasil yang didapat jauh dari harapan.
"Senin kemarin (4/4/2022) berangkat, kosong, enggak dapat apa-apa," keluh Sudiono saat ditemui di TPI Teluk Penyu, Rabu (6/4/2022).
Uang yang diambil dari tabungan sebanyak Rp 150.000 untuk biaya operasional melaut pun tak kembali.
"Daripada enggak dapat ikan, mending uang yang ada buat makan sehari-hari," kata Sudiono setengah menyesal.
Sekali melaut, Sudiono, harus mengeluarkan modal paling tidak Rp 150.000. Uang tersebut digunakan untuk membeli bensin dan perbekalan selama melaut.
Baca juga: Musim Paceklik Nelayan Pangandaran...
Kondisi serupa dialami Sadi (41), nelayan lainnya di Teluk Penyu. Sejak beberapa bulan ini ia jarang melaut.
Sadi dan Sudiono terpaksa harus gali lubang dan tutup lubang untuk sekadar menyambung hidup.
"Biasa gali lubang tutup lubang, hutang sana hutang sini," ucap Sadi yang disambut tawa Sudiono.
Bisnis jual beli ikan yang digeluti istri Sadi juga sama lesunya. Pasalnya hasil laut yang didapat nelayan sangat terbatas.
"Orang sini rata-rata ke laut semua, enggak ada yang punya usaha di darat," kata pria berkulit sawo matang ini.
Ketua Kelompok Nelayan Pandanarang, Tukimin mengatakan, nelayan setempat menyebut kondisi ini sebagai masa paceklik.
Baca juga: Soal Maluku Lumbung Ikan Nasional, Nelayan: Kita Tetap Cari Makan di Laut