Tak hanya Sadi dan Sudiono, masa sulit ini juga dihadapi seluruh anggota Kelompok Nelayan Pandanarang yang berjumlah 1.049 orang.
Pria yang akrab disapa Goming ini mengungkapkan, sejak bulan September 2021 hasil laut yang didapat para nelayan sangat terbatas.
"Lagi paceklik, dari September mulai enggak ada apa-apa. Padahal biasanya September sampai Desember itu sedang bagus-bagusnya," kata Goming.
Kondisi alam, menurut Goming, menjadi faktor utama penyebab paceklik.
"Hujan terus-terusan, banjir juga. Kalaupun di sini enggak hujan, tapi sungai-sungai besar banjir, sampah masuk laut semua," kata Goming.
Saat ini angin barat daya juga menjadi momok yang ditakuti nelayan. Kondisi di tengah lautan menjadi tak terduga.
Baca juga: Cerita Nelayan Kecil di Maluku Tengah yang Selalu Luput dari Bantuan Pemerintah
"Sekarang kalau berangkat (melaut) paling dapatnya ikan Belo, bisa dapat 50 kilogram, tapi harganya cuma Rp 2.000 per kilogram," ujar Goming.
Ikan bawal putih yang biasanya menjadi favorit perburuan para nelayan karena harganya tinggi, kini seperti hilang di lautan.
"Kalau sedang bagus sekali berangkat dari pukul 03.00 WIB atau 04.00 sampai siang bisa dapat Rp 500.000. Kalau sekarang untuk operasional saja enggak nutup" kata Goming.
Goming menceritakan, sejatinya penghasilan nelayan setempat berkurang tidak hanya pada masa paceklik saja. Sejak beberapa tahun terakhir, hasil tangkapan mulai berkurang.
"Bagus-bagusnya itu terakhir tahun 2015 atau 2016, setelah itu...," ujar Goming.
Namun di tengah kesulitan yang dihadapi, para nelayan masih menyimpan asa.
Saat datang musim kemarau, kondisi laut diharapkan lebih bersahabat dengan nelayan. "Mudah-mudahan nanti mulai Juni cuaca membaik," harap Goming.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.