Perubahan tersebut menyebabkan terjadinya gejolak politik yang berakibat terganggunya stabilitas keamanan.
Keinginan Aceh untuk kembali menjadi provinsi ditanggapi pemerintah hingga dikeluarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1956.
Demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, melalui misi Perdana Menteri Hardi yang dikenal dengan Missi Hardi pada 1959 dilakukan pembicaraan terkait gejolak politik.
Dengan keputusan Perdana Menteri Nomor I/MISSI/1959, pada tanggal 26 Mei 1959, Provinsi Aceh berstatus Daerah Istimewa yang memiliki hak-hak otonomi luas dalam bidang agama, adat, dan pendidikan.
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan daerah otonom setingkat provinsi. Statusnya sebagai daerah istimewa tidak lain berdasarkan sejarah berdirinya provinsi ini, baik sebelum atau sesudah Kemerdekaan Republik Indonesia.
Baca juga: Kenapa Yogyakarta Disebut Daerah Istimewa? Simak Sejarahnya
Pada saat Proklamasi Kemerdekaan RI, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII mengontak Presiden Soekarno, menyatakan bahwa daerah Kasultanan Yogyakarta dan daerah Pakualaman menjadi wilayah Negara Republik Indonesia.
Kedua kerajaan ini bergabung untuk mewujudkan satu kesatuan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai kepala daerah dan Sri Paku Alam VIII sebagai wakil kepala daerah. Mereka bertanggung jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia.
Dasar hukum Daerah Istimewa Yogyakarta:
Piagam 19 Agustus 1945 dari Presiden Soekarno yang menjelaskan kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII yang mendukung lahirnya Republik Indonesia.
Piagam ini lahir setelah Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirimkan telegram ucapan selamat sekaligus mendukung Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Baca juga: Daerah Istimewa Yogyakarta PPKM Level 3, Tempat Wisata Belum Boleh Dibuka
Piagam dari Presiden Soekarno baru diberikan pada 6 Septemebr 1945.
Amanat Sri Sultan Hamngeku Buwono IX dan Amanat Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September 1945. Amanat ini dibuat sendiri-sendiri secara terpisah.
Dalam amanat itu disebutkan Kesultanan Ngayogyakarta dan Pakualaman menjadi bagian Republik Indonesia dengan nama Daerah Istimewa Yogyakarta.
Lalu, Amanat ke dua Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober 1945 yang dibuat bersama dalam satu naskah.
Dalam amanat tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan bahwa untuk pelaksanaan pemerintah di Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII bersama-sama Badan Pekerja Komite Nasional.