ADA sebagian dari masyarakat kita yang masih menganggap kehadiran koperasi di tengah-tengah masyarakat hanyalah “pelengkap” dari keterbelakangan dan ketidakmajuan dari usaha kecil.
Koperasi hanya ada untuk kelompok yang miskin dan lemah. Pokonya tidak ada “keren-kerennya” tentang koperasi.
Koperasi itu terlalu “udik” dan “jadul”. Itu kata mereka yang kurang gaul dan kurang piknik jauh.
Wahai Bangsa Indonesia
Warisan leluhur kita
Gotong royong berswadaya
Kita himpun sgala daya
Modal maupun tenaga
Wadah usaha bersama
Koperasi wujudnya..
Undang-undang dasar kita
Laksanakan bersama
Kita bangun koperasi
Mnuju makmur bersama
Kita bina setiakawan
Persatuan nasional
Kekuatan keahlian
Berdasar Pancasila
Koperasi kita bina
Swakerta swasembada
Koprasi tuntutan nyata
Demi membangun bangsa
Marilah satukan tekad
Bangun usaha kita
Koperasi-koperasi
Hiduplah dan majulah
(“Majulah Koperasiku” – Mars Koperasi Indonesia)
Ketika ikut menyanyikan lagu ini di sebuah desa di Kawasan Panggul di selatan Kabupaten Trenggalek yang berbatasan dengan Kabupaten Pacitan, Jawa Timur, saya merasa lagu ini seperti lagu mars lainnya.
Gegap gempitanya membangkitkan jiwa, namun “hampa” dalam tataran pelaksanaannya.
Tetapi kali ini saya merasa “salah” dan “kecele” ketika sahabat saya Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin meresmikan toko swalayan besar dan kantor unit simpan pinjam milik Koperasi Serba Usaha Sumber Makmur.
Koperasi ini hingga kini memiliki aset senilai Rp 79 miliar. Bukan angka yang kecil.
Sementara aset yang dimiliki bank perkreditan rakyat milik pemerintah kabupaten Trenggalek beraset Rp 100 miliar.
Dasyatnya lagi, Sumber Makmur memiliki empat usaha swalayan dan melibatkan tenaga kerja lokal yang berasal dari pemuda-pemudi desa.
Dua di antaranya bekerja sama dengan jaringan ritel Alfamart dan Indomaret. Tanah dan bangunan untuk pendirian swalayan adalah milik koperasi.
Semua pendirian jaringan swalayan Alfamart dan Indomaret di Trenggalek, harus menggandeng mitra lokal berbadan usaha koperasi.
Jaringan swalayan nasional yang berbasis di Jakarta itu, tidak boleh didirikan tunggal oleh pengusaha di luar Trenggalek.
Oleh karena itu, mudah dicirikan jika ada jaringan swalayan beroperasi di Trenggalek ada sematan tulisan “usaha gotong royong” di atas logo Indomaret atau Alfamart.
Boleh bandingkan dengan Ibu Kota Jakarta, jika dana corporate social responsibility atau CSR adalah tanggungjawab perusahaan berskala “besar” maka SCR di Trenggalek justru datang dari kelas koperasi.
Koperasi Serba Usaha Sumber Makmur menyadari skala usaha dan asetnya bisa menjadi besar karena adanya dukungan dari masyarakat.
Maka dari itu, Sumber Makmur ikut bertanggungjawab terhadap semua pemangku kepentingan dengan meningkatkan kesejahteraan dan berdampak positif bagi lingkungan.