Sedangkan, putranya yang bernama Pramono Edhie Wibowo adalah mantan KSAD.
Sarwo Edhie berperan sangat besar dalam penumpasan Pemberontakan 30 September (G30S).
Baca juga: Peran Sarwo Edhi Wibowo dalam Penumpasan G30S
Atas keberhasilannya menumpas G30S, ia memperoleh kenaikan jabatan menjadi Komandan RPKAD atau dikenal Kopassus.
Selain itu, ia juga diperintahkan oleh Soeharto, Panglima Kostrad, untuk merebut RRI pusat dari tangan PKI.
Perintah perebutan RRI pusat dari tangan PKI turun berjenjang dari Sarwo Edhie Wibowo ke Mayor CI Santoso, Lettu Feisal Tanjung, dan akhirnya sampai ke prajurit Sintong Panjaitan.
Singkat kata, perebutan kekusaan RRI pusat dari tangan PKI berhasil meski prajurit Sintong Panjaitan terkena omelan Sarwo Edhie karena adanya suara kaset rekaman berputar yang masih terdengar.
Karir Sarwo Edhie di Militer
Selain itu, Sarwo Edhie pernah menjadi Duta Besar Korea Selatan, Gubernur AKABRI, dan Kepala BP7.
Baca juga: Pramono Edhie: Jadi Anaknya Sarwo Edhie dan Ipar SBY, Tidak Cukup...
Sarwo Edhie meninggal setelah satu tahun mengalami koma. Ia meninggal di Jakarta pada tanggal 9 November 1989 dalam usia 64 tahun).
Ia adalah tokoh militer Indonesia.
Kasman Singodimedjo lahir pada tanggal 25 Februari 1904 di Purworejo.
Ia adalah Jaksa Agung Indonesia periode 1945 samai 1946. Ia juga merupakan mantan Menteri Muda Kehakiman pada kabinet Amir Sjarifuddin II.
Ia juga pernah menjabat sebagai ketua KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) yang menjadi cikal bakal DPR.
Kasman tercatat sebagai anggota Komandan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA) bentukan Jepang.
Baca juga: Kasman Singodimedjo: Peran, Perjuangan, dan Kiprah
Soekarno mengangkat Kasman Singodimedjo menjadi salah satu dari enam anggota tambahan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), yang diketuai Soekarno, tanpa sepengetahuan Jepang.
PPKI kemudian merumuskan pengesahan UUD 1945, di mana pada masa itu terdapat perbedaan pendapat pada butir pertama Piagam Jakarta yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945.
Saat itu, perwakilan Indonesia Timur keberatan dengan tujuh kata dalam butir pertama Piagam Jakarta yang isinya "dengan kewajiban menjalankan syari'at Islam bagi pemeluknya".
Perwakilan Indonesia Timur mengancam kepada Bung Hatta akan melepaskan diri dari Indonesia, jika tujuh kata itu dipertahankan.
Untuk mengubah setiap kata dalam Piagam Jakarta dibutuhkan persetujuan dari seluruh tokoh, terutama tokoh Islam yang bersikukuh atas tujuh kata tersebut.
Baca juga: PKS Usul Kasman Singodimedjo Jadi Pahlawan Nasional
Kasman yang merupakan tokoh Muhammadiyah diminta tolong Soekarno melobi salah satu tokoh Islam, yaitu Ki Bagus Hadikusumo. Supaya, Ki Bagus Hadikusumo menyetujui penghapusan tujuh kata dalam Piagam Jakarta.
Berkat lobi yang dijalankan Kasman, Ki Bagus Hadikusumo berhasil diyakinkan hingga akhirnya bersedia atas penghapusan tujuh kata itu.
Sumber: http://museumsumpahpemuda.kemdikbud.go.id, https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/, https://rri.co.id/hu,
https://www.tribunnewswiki.com/2021, https://wartakota.tribunnews.com/2, https://kepustakaan-presiden.perpusnas.go.id/ca