Kepala Bidang Analisis Pencegahan Dampak Lingkungan dan Pengawasan Dampak Lingkungan DLH Kota Lhokseumawe Linda Yani menerangkan, waduk tersebut menjadi penampungan limbah domestik.
“Waduk itu penampungan limbah domestik dari Kota Lhokseumawe, jadi semua bahan berbahaya tertampung di sana," ungkapnya, Senin (10/1/2022).
Dikatakan Linda, kandungan logam berat tersebut memang masih di bawah ambang baku mutu.
Baca juga: Hasil Uji Lab, Waduk Kota Lhokseumawe Mengandung Logam Berat Merkuri
Meski begitu, apabila masyarakat mengonsumsi ikan dari waduk, kandungan merkuri bakal terakumulasi dalam tubuh manusia.
“Sekarang memang tidak akan terasa dampaknya. Tapi dampak konsumsi ikan yang tidak sehat akan kita rasakan beberapa tahun ke depan. Merkuri itu berbahaya bagi kesehatan manusia,” jelasnya.
Selain adanya kandungan merkuri, waduk mengalami sedimentasi tinggi, sehingga menguarkan bau busuk.
Linda menyampaikan, dalam dokumen analisis dampak lingkungan (Amdal) juga disebutkan bahwa tidak boleh ada kegiatan di waduk tersebut.
“Jadi memang tidak boleh ada kegiatan apa pun dalam waduk,” imbuhnya.
Kepala Dinas Pertanian dan Perikanan Kota Lhokseumawe M Rizal menjelaskan, Pemkot Lhokseumawe mengalokasikan dana sebesar Rp 900 juta untuk merelokasi keramba warga di Waduk Kota Lhokseumawe.
Pemerintah, terang Rizal, menawarkan lokasi baru di Krueng (sungai) Cunda, Kota Lhokseumawe sebagai keramba baru. Lokasi tersebut sekitar 50 meter dari Waduk Pusong.
“Kalau mereka pun tunjukkan lokasi terdekat lagi, boleh juga. Kita pasang kerambanya di situ. Intinya di mana mereka mudah akses ke keramba. Jadi sesungguhnya tak ada yang memberatkan mereka,” tuturnya, Sabtu (8/1/2022).
Rizal menyebutkan, sebagian nelayan keramba sudah menyerahkan nama-nama kelompok ke Camat Banda Sakti Heri Maulana.
Baca juga: Nazaruddin Razali Minta Suntik Mati, Ketua Pengadilan Keheranan
Pembentukan kelompok ini sudah disosialisasikan ke warga.
“Data kita, mereka yang membuka keramba di Waduk Lhokseumawe itu 130 orang. Jadi, kita buatlah program relokasi agar waduk bisa dibersihkan dan tidak merugikan mereka. Total 10 kelompok, kalau pembinaan itu harus dalam bentuk kelompok tidak boleh orang per orang,” bebernya.
Menurut Rizal, kebijakan ini sesungguhnya memudahkan para nelayan keramba.
“Jadi, apa yang keberatannya soal tidak boleh budidaya ikan di waduk. Maka, saya mohon ini masyarakat memahami kebijakan pemerintah, karena ini untuk kebaikan nelayan dan semua masyarakat juga. Nelayan juga makmur kalau relokasi, masyarakat juga konsumsi ikan yang sehat, sesuai hasil penelitian Badan Lingkungan Hidup Lhokseumawe,” terangnya.
Baca juga: Pendapat Ulama Aceh soal Nelayan Ajukan Permohonan Suntik Mati