Namun, pada 2014, ia mendapat telepon dari kakak sepupunya yang bekerja di Singapura.
Keduanya berbincang dan mengatakan bahwa Yesti anak yang berbakat. Kakak sepupunya itu meminta Yesti agar melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi.
"Kakak sepupu saya itu bersedia membantu biaya pendidikan. Tapi saya diminta kuliah di Malang atau Yogya. Karena katanya di sana murah," cerita Yesti.
Namun, Yesti tak mau hanya menggantungkan harapan pada saudaranya tersebut.
Dari pembicaraan itu, Yesti terus berpikir hingga akhirnya ia memutuskan untuk kuliah.
Ia kemudian menyampaikan keinginannya itu kepada sang juragan. Tak disangka, majikannya ternyata mendukung langkah Yesti.
"Dari situ saya punya tekad untuk kuliah. Saya coba cari-cari perguruan tinggi di Surabaya," kata Yesti.
Yesti kemudian menjatuhkan pilihannya di Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya. Ia mengambil jurusan Pendidikan Matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Pada Juli 2014, Yesti mendaftar kuliah di Unitomo. Saat itu tabungannya baru terkumpul Rp 2.500.000.
Sedangkan biaya masuk kuliah di jurusan Pendidikan Matematika Unitomo membutuhkan biaya lebih dari Rp 4.000.000.
Baca juga: Bandit Rampas Kalung Emas dan Lukai Wajah Korban dengan Pisau di Surabaya
"Jadi saat itu saya benar-benar nekat supaya bisa kuliah. Uang 2.500.000 itu saya bawa ke kampus," tutur Yesti.
Dengan keterbatasan biaya, Yesti sekali lagi nekat agar dirinya bisa diterima sebagai mahasiswa Unitomo.
"Saya waktu itu memelas dan akhirnya dibantu sama satpam sampai di dalam. Kemudian, kepada petugas di dalam yang mengurus pendaftaran mahasiswa itu, saya bilang bahwa saya cuma punya uang 2.500.000. Apa saya bisa kuliah di sini?" kata Yesti.
Setelah sekian lama berunding, Yesti akhirnya diizinkan untuk mendaftar dan bisa kuliah di Unitomo, namun dengan perjanjian sisa biaya yang belum dibayarkan harus dicicil setiap bulan. Yesti menyanggupi.
"Jadi uang saya Rp 2.500.000 itu bisa untuk bayar DP biaya pembangunan dan uang pendaftaran Rp 350.000 dan biaya daftar ulang. Sisanya dibayar pada bulan-bulan berikutnya dengan perjanjian, termasuk sama uang SPP," kata Yesti.
Yesti menikmati hari-hari menjadi mahasiswa sekaligus ART. Karena harus bekerja sekaligus kuliah, ia menempa dirinya untuk selalu disiplin membagi waktu antara bekerja dan kuliah.
Selama dua tahun kuliah, tak ada kendala yang dihadapi. Sepanjang 2014 hingga 2016, Yesti bisa membagi waktu dengan baik. Kuliahnya lancar, pekerjaannya sebagai ART juga beres.
Lika-liku yang dihadapi sebagai mahasiswa hingga jadi sarjana
Namun, pada 2017, Yesti mempunyai masalah hingga ia harus cuti, lebih tepatnya menghilang dan tak pernah kembali ke kampus.
Setelah melalui semua ujian hidup yang dialaminya, Ia kembali melanjutkan kuliah pada 2019.
"Saya sedih kalau sampai saya tidak bisa menyelesaikan kuliah saya saat itu. Akhirnya saya putuskan kembali ke kampus," ucap dia.