KOMPAS.com - M Solehudin (32), warga Kabupaten Jember, Jawa Timur mengajak dua anak perempuannya, Zahra Fitriani (9) dan Salsabila Putri (8) tinggal di poskamling di Jalan Slamet Riyadi, Kelurahan Baratan, Kecamatan Patrang, Jembe.
Mereka tinggal di poskamling yang terbuat dari bambu tersebut sejak setahun terakhir.
Poskamling yang sudah tak digunakan oleh warga itu berada di tepi jalan kecil dengan luas 2x1 meter.
Sehari-hari Zahra dan adiknya, Salsabila banyak menghabiskan waktunya di sekitar poskamling bermain dengan teman-temannya.
Mereka berdua tidak sekolah. Karena sejak diajak sang ayah berpindah-pindah, pendidikan mereka tak lagi jadi prioritas.
Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu perjuangan Solehuddin dan 2 putrinya kecilnya, Zahra dan Putri.
Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini.
Tak punya rumah, sang istri meninggal dunia
Solehuddin lahir di Desa Sempolan, Kecamatan Silo, Jember. Orangtuanya sudah meninggal dunia. Di Silo, rumah orangtua Solehuddin sudah tak ada lagi
Solehuddin pun merantau ke Bali untuk bekerja lalu menikah.
Ia dan istrinya kemudian tinggal di Kecamatan Pakusari dan menempati rumah warga yang tak terpakai. Mereka diminta tinggal dan membersihkan tempat tersebut.
Sayangnya sang istri meninggal dunia karena kecelakaan dan ia tak bisa lagi tinggal di rumah tersebut karena tak maksimal merawat rumah yang mereka tinggali.
“Saya harus bekerja cari uang, jadi akhirnya pindah,” jelas dia, Senin (4/10/2021).
Baca juga: Kisah Pilu 2 Bocah di Jember, Tinggal di Poskamling, Hidup Nomaden dan Terpaksa Berhenti Sekolah
Ia kemudian mengajak dua anaknya tinggal di tempat kos yang ia sewa. Namun karena tak lagi memiliki uang, ia dan dua anaknya hidup nomaden.
“Kadang tinggal di emperan toko, rumah orang, pindah-pindah,” ucap dia.
Dia mengaku, rumah mertuanya juga ditempati oleh keluarganya sendiri. Namun karena tak menampung dirinya, akhirnya Solehuddin memilih untuk tak tinggal di sana.
Tahun 2020, ia menumpang tinggal di halaman rumah warga di Kelurahan Baratan, Kecamatan Patrang.
Baca juga: Pelajar SMA di Jember Meninggal Seminggu Usai Divaksin, Dinkes: Tak Ada Hubungannya dengan Vaksinasi
Namun karena rumah tersebut akan dibangun, lagi-lagi dia harus pindah dan memilih tinggal di poskamling.
“Kebetulan ada poskamling, akhirnya tinggal di sini,” jelas dia.
Dinding-dinding poskamling tampak ditutup dengan kelambu bekas seadanya.
Untuk penerangan, mereka menumpang lampu pada rumah warga. Di dalam poskamling tak ada kasur empuk, yang ada hanya tumpukan baju, makanan ringan, dan beras.
“Kalau tidak hujan, masaknya di depan, mandi kadang numpang, kadang di sungai,” ucap dia.
Baca juga: Pelajar SMA Meninggal Usai Vaksin, Disdik Jember: Sempat Main Sepak Bola, Mungkin Terlalu Lelah
“Kadang anak saya ikut kalau bekerja,” tutur dia.
Ketika tinggal di Pakusari, kedua anaknya sempat sekolah. Namun, karena sudah sering berpindah-pindah, akhirnya sekolah mereka sudah tidak jelas.
”Apalagi sekarang daring, sudah lama tidak belajar,” tutur dia.
Baca juga: Viral, Napi Baju Loreng di Lapas Jember Melakukan Penganiayaan, Korban Dituduh Mata-mata Polisi
Sementara itu Zahra, putri sulung Solehuddin mengaku memiliki cita-cita sebagai dokter dan adiknya ingin mejadi pesilat.
Namun keduanya tak bisa belajar dan tidur dengan nyaman karena keterbatasan tempat tinggal mereka.
"Kalau saya ingin jadi dokter,” kata dia.
Dua bocah itu juga tak bisa berbuat banyak. Sebab, mereka tak memiliki buku untuk belajar.
Baca juga: Pelajar SMA di Jember Meninggal Seminggu Usai Vaksin, Ini Penjelasan Kadinkes
Terkait hal tersebut, Kepala Dinas Sosial Jember Widy Prasetyo mengatakan keluarga Solehuddin sempat dipindah sementara ke Rumah Indah Sehat (RIS).
Namun, kedua anak Solehuddin justru menangis karena tidak betah tinggal di tempat tersebut.
Akhirnya, berdasarkan hasil koordinasi dengan Muspika Patrang, keluarga itu dipindah kembali ke salah satu rumah warga di Kelurahan Baratan yang siap menampung.
Baca juga: Pelajar SMA di Jember Meninggal Seminggu Setelah Vaksin, Sempat Muntah dan Kaki Membengkak
Rumah tersebut diklaim layak untuk ditempati oleh keluarga Solehuddin.
“Saya juga pastikan kebutuhan dasar selama 30 hari ke depan tercukupi,” terang dia.
Selain itu, Widy juga menjamin kesehatan Solehuddin dan dua anaknya dengan didaftarkan dalam BPJS Kesehatan yang ditanggung oleh pemerintah daerah.
“Jangka panjangnya, jangan sampai pendidikan kedua anaknya telantar,” tutur Widy.
Ia menjelaskana jika Solehuddin mendapatkan tanah yang bisa ditempati, akan diusulkan dan dibangunkan rumah layak huni untuk tempat tinggal.
Baca juga: Warga Wajib Pakai Aplikasi PeduliLindungi Saat Berkunjung ke Markas Polri di Jember
Setelah itu, pihaknya juga akan mencarikan sekolah untuk kedua anak Solehuddin.
Menurut dia, keluarga tersebut tidak terdaftar dalam data terpadu kesejahteraan sosial (DTKS) sehingga tidak pernah mendapatkan bantuan sosial, baik dari program keluarga harapan (PKH) maupun lainnya.
“Ke depan prosesnya harus dimasukkan dulu data mereka ke DTKS, kalau sudah masuk berpotensi mendapatkan bantuan,” papar Widy.
Kompas.com bekerja sama dengan Kitabisa.com menggalang dana untuk membantu perjuangan Solehuddin dan 2 putrinya kecilnya, Zahra dan Putri.
Anda bisa mengirimkan donasi dengan klik di sini.
SUMBER": KOMPAS.com (Penulis: Bagus Supriadi | Editor : Priska Sari Pratiwi, Pythag Kurniati)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.