BANDUNG, KOMPAS.com - Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ahmad Muzani mengaku bangga saat pemerintah merencanakan pengangkatan 1 juta guru honorer menjadi pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Itu artinya memecah kebuntuan ketidakpastian guru honorer yang pendapatannya antara iya dan tidak, dengan jumlah yang tidak menentu," ujar Muzani seusai FGD SMA Darul Hikam Bandung, Rabu (22/9/2021).
Padahal banyak di antara mereka yang pengabdiannya sudah bertahun-tahun hingga puluhan tahun. Meski demikian, mereka tetap memberikan perhatian kepada dunia pendidikan.
Baca juga: Tangis Guru Honorer SD di Pandeglang Pecah, 18 Tahun Mengabdi, Lolos Seleksi PPPK, tapi Tak Dapat SK
Karena guru merupakan panggilan jiwa. Guru bukan pencari kerja. Sebab itulah, ketika kebijakan PPPK dikeluarkan ia bersyukur.
Namun kemudian untuk menjadi PPPK harus melalui tes yang bagi sebagian guru menyulitkan. Mulai dari faktor usia hingga administrasi.
Karena itu, dari target 1 juta guru honorer, yang mendaftar baru 500.000an.
"Karena itu kami minta dengan hormat, pengabdian (guru honorer) pun harus dianggap sebagai bentuk lain penghargaan. Jadi loloskanlah jangan perlu ada tes," tegas Muzani.
"Mereka berharap jadi PNS? Iya. Kalau tak lolos? Tetap mengajar..."
Sebab, pengabdian itu lebih dari yang diharapkan.
"Mereka berharap jadi PNS? Iya, tapi kalau tidak lolos, mereka tetap ngajar. Mereka berharap jadi PPPK? Iya, tapi kalau tidak lolos, mereka juga tetap ngajar," ucap dia.
Buatnya, apa yang dilakukan guru honorer se bagai bentuk pengabdian dan panggilan. Seharusnya negara mengapresiasi pengabdian mereka, supaya persoalan pendidikan yang begitu panjang bisa diurai.
Baca juga: Cerita Para Guru Honorer, Dilema antara Gaji Rendah dan Pengabdian Tanpa Kepastian