Kebijakan Sultan membuka kawasan industri di Piyungan, kemudian mengundang sejumlah investor.
Menurut Wajiran, YIP sebenarnya bukanlah satu-satunya perusahaan yang tertarik berinvestasi di Piyungan.
Ada banyak perusahaan lain yang lebih dulu survei ke Srimulyo untuk keperluan investasi, salah satunya Foxconn.
Namun sebelum mengajukan permohonan izin ke pemdes, kata dia, perusahaan elektronik raksasa asal Taiwan yang akan membangun pabrik komponen elektronik itu membatalkan rencana investasi pada sekitar tahun 2014.
Pasalnya, belum ada kepastian waktu peresmian Bandara Yogyakarta International Airport (YIA) di Kulon Progo kala itu, sementara bahan baku produksi Foxconn hanya bisa didatangkan lewat jalur udara.
“Foxconn itu malah lebih meyakinkan kalau saya lihat. Tapi informasinya, saat pihak Foxconn bertanya ke Gubernur Bandara YIA kapan selesai (dibangun), Gubernur belum bisa jawab. Akhirnya Foxconn enggak jadi masuk,” tutur Wajiran.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta Gencarkan Skrining Ketat Saat Akhir Pekan, Kesulitan Terapkan Ganjil Genap
Semula, lanjut Wajiran, pihaknya tidak mempermasalahkan kehadiran YIP. Setelah bersepakat satu sama lain terkait sewa tanah desa untuk KIP, pemdes kemudian mengajukan izin kepada pihak kasultanan.
Sesuai Pergub DIY Nomor 34 Tahun 2012 tentang Pemanfaatan Tanah Desa, penyewaan tanah desa oleh pihak ketiga memang harus mendapat izin dari kasultanan.
Untuk mendapatkan izin tersebut, pemdes harus mengajukan permohonan izin kepada gubernur melalui bupati dengan tembusan kepada Kundha Niti Mandala sarta Tata Sasana atau Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Dispertaru) DIY.
Bupati melakukan verifikasi dokumen untuk menerbitkan rekomendasi kepada gubernur.
Rekomendasi bupati digunakan Dispertaru DIY untuk mengajukan permohonan izin kepada kasultanan.
Jika mendapat izin, maka dispertaru akan memproses Surat Keputusan Gubernur DIY mengenai penetapan izin pemanfataan tanah desa untuk sewa.
Seiring berjalannya waktu, Wajiran menyesalkan YIP menunggak membayar sewa tanah desa.
Proses pembayaran sewa lahan sesuai perjanjian hanya berjalan selama tiga tahun pertama pada 2015-2017.
Baca juga: Yogyakarta Darurat Sampah akibat TPST Piyungan Ditutup, Depo-depo Sampah Penuh hingga Pilih Tutup
Setelah itu pembayaran mandek alias sama sekali tak dibayar pada 2018-2020.
Pemdes memperjuangkan pembayaran sewa lahan karena selain bagian dari aset desa, uang sewa lahan juga digunakan untuk pembangunan Srimulyo.
Pembayaran sewa tanah desa untuk kawasan industri mendominasi pendapatan asli Srimulyo.
“Jadi, sejak proses pembayaran sewa mandek, sejumlah kegiatan pembangunan desa terganggu,” jelas Wajiran.
Misalnya, pemdes mencatat realisasi APBDes Srimulyo pada 2019-2020 rata-rata hanya 58 persen.
Sisa 42 persen untuk biaya kegiatan pemerintahan desa, pembinaan, dan pemberdayaan masyarakat, tidak terlaksana.
Mandeknya pembayaran sewa juga berimbas secara langsung terhadap pendapatan para perangkat desa maupun pemasukan para mantan perangkat desa.
Mengingat tanah yang disewa YIP tak hanya tanah kas desa, melainkan tanah desa lain, seperti tanah pelungguh dan pangarem-arem.
Dari 105 hektar tanah desa yang disewa YIP, meliputi 70,775 hektar tanah pelungguh dan 10,402 hektar tanah pengarem-arem, dan 23,9529 hektar tanah kas desa.
Baca juga: Wajah Keraton dalam Pemanfaatan Tanah di Yogyakarta (3)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.