Data Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi alias Perludem mengungkapkan, ada 20 daerah di Papua dan papua Barat yang menggelar pilkada.
"Namun, satu daerah di Papua Barat, yakni Teluk Wondama, dan tiga daerah di Papua, yakni Nabire, Boven Digoel, dan Yalimo, harus melaksanakan pemungutan suara ulang (PSU) sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, kepada BBC News Indonesia, Rabu (28/8/2021) .
"Nah, Nabire dan Boven Digoel menggelar pemungutan suara ulang (PSU) di seluruh tempat pemungutan suara (TPS), sedangkan Yalimo di 105 TPS dan Teluk Wondama 32 TPS," ungkapnya.
Baca juga: Pilkada dan Rusuh di Yalimo Papua...
"Yalimo bahkan PSUnya dua kali. Setelah diulang, kembali diulang lagi," katanya.
Titi Anggraini menganalisa, konflik pilkada yang terjadi di Papua, dilatari masalah yang disebutnya "penuh kompleksitas".
Kompleksitas itu, menurutnya, dikontribusikan oleh integritas para pihak yang terlibat di dalam penyelenggaraan pilkada dan pemilu.
"Utamanya integritas calon dan penyelenggara pemilu," kata Titi Anggraini kepada BBC News Indonesia, Rabu (28/8/2021).
Baca juga: Penanganan Kerusuhan di Yalimo Terkendala, Kapolda Papua: Jalan Putus, Komunikasi Putus
"Belum lagi tata cara teknis kepemiluan unik yang ada di Papua, yaitu keberlakuan sistem noken," ujarnya.
"Itu [Sistem noken] juga sering kali disimpangi dengan praktek curang dan manipulasi yang melibatkan para politisi lokal," kata Titi menganalisa.
Kompleksitas ini kian rumit karena, tambah Titi, ada persoalan lainnya, yaitu belum berjalannya pendidikan politik secara baik di masyarakat di wilayah yang sangat luas.
Baca juga: Tak Hanya Bakar Gedung Pemerintahan, Massa Anarkistis di Yalimo Juga Putus Jembatan Kayu
Ditanya tentang jalan keluar untuk mengatasi konflik-konflik seperti ini yang berulangkagkali terjadi di Papua, Titi mengatakan pihaknya telah meminta agar semua otoritas terkait mengkaji pemilihan asimetrik di Papua.
"Karena ekses konflik itu hampir tidak terhindarkan, bahkan menyasar korban jiwa dan bukan cuma fisik bangunan," kata Titi.
Karena itulah, gagasan pemilu yang didesain tidak langsung bisa digelar di Papua.
"Tetapi betul-betul menyajikan proses yang akuntabel dan keterpilihan orang yang memang punya komitmen terhadap bangunan dan kapasitas pelayanan publik di Papua," papar Titi.
Baca juga: Kerusuhan di Yalimo Papua, 8 Kantor Dibakar Massa dan Warga Mengungsi
Dalam jangka pendek, penyelesaian yang bisa dilakukan dalam kasus-kasus pilkada adalah mengedepankan dialog dan keterlibatan parpol yang terlibat konflik, serta tokoh gereja.
"Mungkin prosesnya tidak bisa cepat, tetapi ketimbang misalnya ini dibiarkan terus, situasi makin memburuk, dan pelayan publik terganggu, komitmen untuk menjuadikan ini sebagai prioritas, itu sangat diperlukan," tandasnya.
"Jangan ini dibiarkan berlarut-larut, tetapi ini memang prioritas yang harus dituntaskan."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.