SURABAYA, KOMPAS.com - Wakil Gubernur Jatim Emil Elistianto Dardak menyebutkan, aturan makan di warung yang dibatasi hanya dalam waktu 20 menit saat diberlakukan PPKM Darurat Level 4 mulai Senin (26/7/2021), dinilai realistis.
Emil bahkan membuktikannya dengan cara makan siang di warung tegal (warteg) di Jalan Tenggilis Mejoyo, Surabaya, Senin (26/7/2021) dengan durasi waktu 20 menit.
Namun, pernyataan Emil tersebut mendapat tanggapan beragam dari warga Surabaya.
Baca juga: Makan di Warteg, Emil Dardak Buktikan Nyinyiran soal Waktu Makan Dibatasi 20 Menit
Ilham Hidayatullah, warga yang berdomisili di Nginden, Surabaya menyebutkan, durasi waktu 20 menit untuk makan di warung bisa jadi cukup atau bahkan kurang.
Namun, ketika penyajian makanan lama, maka durasi waktu 20 menit itu dinilainya tidak cukup untuk makan di warung.
"Sebenernya cukup saja (durasi makan 20 menit di warung). Cuma kadang ada kondisi di mana penyiapan makanan lama. Ini kalau di warteg mungkin sering terjadi," kata Ilham kepada Kompas.com, Selasa (27/7/2021).
Baca juga: Jadi Buru-buru Layani Pembeli, Pengusaha Warteg Minta Aturan Makan 20 Menit Ditiadakan
Menurut dia, bila warteg yang dituju cenderung ramai, maka makanan yang dipesan tidak akan langsung disajikan.
Nah, kondisi tersebut, kata Ilham, membuat pelanggan akan lebih lama berada di warung.
"Kalau sedang antre, pelayanan mungkin butuh waktu sekitar 10 menitan. Tapi buat beberapa orang, kan kadang ada yang makannya enggak cepat," kata Ilham.
"Tapi kalau harus nunggu makanan gegara antre, itu beda lagi. Soalnya kalau ikannya pakek di goreng ya, kayak penyetan atau yang geprek, atau makan mie ayam, sate, nunggunya lama. Kita nunggu makanan disajikan sekitar 10-15 menit," ucap Ilham.
Hendrawan, warga Kedung Cowek, Surabaya, menilai durasi waktu makan 20 menit dinilai cukup hanya saat menyantap makanan di warung.
Namun, bila harus menunggu penyajian makanan di warung, ia menilai bahwa paling cepat membutuhkan waktu 30 menit untuk makan di warung.
"Kalau durasi waktu itu dihitung saat makan, saya kira cukup. Tapi kalau warungnya antre? Itu kan enggak bisa. Kita duduk di warung nunggu penyajian agak lama. Jadi enggak cukup kalau 20 menit," kata Hendrawan.
Baca juga: Izin Tinggal Habis dan Resahkan Warga, WNA Asal Denmark di Bali Dideportasi
Bagi warga yang tidak bekerja atau sedang work from home, kata dia, mungkin saja bisa memesan makanan untuk dibungkus dan dibawa pulang.
Namun, bagi pekerja yang sehari-hari berada di lapangan, otomatis makan siang harus di warung.
"Nah, kalau di warung kan, apalagi di kota besar, pasti ramai karena banyak pekerja yang makan siang di warung. Jadi sudah pasti antre. Dan kalau setelah makan masih merokok, pasti enggak cukup kalau cuma 20 menit," kata dia.
Sementara itu, warga lainnya, Rinne Partitiarti mengaku jarang makan di warung.
Dia memilih makan di warung saat kondisinya cenderung sepi. Tapi, jika kondisi warung ramai dia akan memilih untuk dibungkus.
"Kalau dibungkus, saya makannya di kantor. Karena kalau warung ramai saya takut tertular Covid-19. Saya pilih bungkus saja, makannya di kantor. Ya, untuk meminimalisir penyebaran saja. Karena kita perlu waspada juga," tutur dia.
Baca juga: Viral, Video Jenazah Diletakkan di Pinggir Jalan, Ini Penjelasan Polisi
Seperti diketahui, Presiden Jokowi sebelumnya memutuskan memperpanjang PPKM level 4 di Jawa-Bali sebagai upaya memutus penyebaran Covid-19.
Penyesuaian sejumlah peraturan dilakukan, misalnya pengaturan jam buka pedagang kaki lima hingga pasar tradisonal.
Salah satu peraturan yang disesuaikan, untuk warung makan, pedagang kaki lima, lapak jajanan dan sejenisnya yang memiliki tempat usaha di ruang terbuka diizinkan buka dengan protokol kesehatan ketat sampai dengan pukul 20.00 dan maksimal waktu makan untuk setiap pengunjung 20 menit.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.