BLITAR, KOMPAS.com - Berdasarkan kajian Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas potensi gempa bumi besar yang dapat memicu gelombang tsunami di wilayah selatan Jawa Timur, wilayah pesisir pantai selatan Blitar adalah yang paling awal terhempas gelombang tsunami.
Bukan dalam waktu 24 menit seperti yang sebelumnya disampaikan, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Bambang Setyo Prayitno mengatakan, jika terjadi tsunami di pesisir selatan Jawa Timur, maka pantai selatan Blitar akan terhempas gelombang tsunami pada menit ke-20 sejak terjadinya gempa bumi.
"Itu berdasarkan skenario yang kami buat, yang tentunya didasarkan pada data yang kami miliki," ujar Bambang, kepada wartawan di Pendopo Ronggo Hadinegoro, Kota Blitar, Selasa (8/6/2021).
Bambang mengatakan, simulasi tersebut merupakan skenario terburuk yang bisa terjadi jika terjadi gempa bumi dengan magnitudo 8,7 di selatan Jawa Timur yang bisa memicu tsunami.
Baca juga: Oknum Polisi Spesialis Jambret Beraksi dengan Modus Pinjam Ponsel, Lalu Kabur
Beberapa faktor, ujar Bambang, turut memengaruhi besarnya dan kecepatan gelombang tsunami.
Salah satunya, kata dia, adalah kedalaman laut.
"Semakin dalam dasar laut, semakin besar dan tinggi kecepatan gelombang," kata dia.
Faktor lain, lanjut dia, adalah cekungan daratan atau teluk di pantai selatan Blitar yang juga bisa memberikan efek tertentu sehingga gelombang lebih cepat mencapai daratan pantai.
"Dan faktor lain tentunya adalah jarak pantai ke pusat titik gempa," ujar dia.
Faktor-faktor tersebut, sebut dia, membuat pantai selatan Kabupaten Blitar dalam pemodelan yang dibuat BMKG akan paling awal terhempas gelombang tsunami.
"Jika ada data baru yang mempengaruhi ini, bisa saja perhitungan ini juga berubah," ujar dia.
Namun, kata Bambang, untuk saat ini, dalam skenario terburuk yang dibuat, wilayah pesisir selatan Blitar adalah yang paling cepat terhempas gelombang tsunami yaitu dalam hitungan 20 menit sejak terjadinya gempa bumi yang memicu tsunami.
Bambang menggarisbawahi pentingnya semua pihak terkait menyikapi kajian yang dilakukan BMKG dengan membangun kesiapan melakukan mitigasi jika bencana benar terjadi.
"Sekarang data kami seperti ini. Yang lebih penting bagaimana kita memiliki kesiapan menghadapi potensi bencana. Kalau kami punya data seperti ini dan tidak memberikan peringatan, salah juga kami," ujar dia.