Dewan Energi Nasional pada 2017 mengeluarkan data yang mengungkap minimnya pemanfaatan energi bersih dan terbarukan oleh pemerintah.
Dari tujuh jenis energi bersih, yang paling banyak digunakan adalah air, sebesar 6,4% dari potensinya atau setara 4,8 gigawatt.
Di bawahnya, berturut-turut adalah bioenergi (5,1%), panas bumi (4,9%), mikrohidro (1%), matahari (0,04%), angin (0,01%), dan laut (0,002%).
Khusus untuk potensi energi matahari, perhitungan Kementerian ESDM disangkal Global Environmental Institute.
Organisasi yang berkantor di Beijing, China, itu menyebut tenaga surya di Indonesia bisa mencapai 3.000 bahkan 20 ribu gigawatt, bukan 207 gigawatt seperti yang dinyatakan pemerintah.
Baca juga: Ruang IGD, ICU, dan Paviliun RSSA Kota Malang Padam akibat Panel Listrik Terbakar
Pada tahun 2020, pemanfaatan energi matahari Indonesia ada di angka 172 megawatt, kalah dibandingkan Singapura, negara yang luasnya tak lebih besar dari Jabodetabek, yang mencapai 329 megawatt.
Data ini diambil dari riset International Renewable Energy Agency tahun 2021.
Namun merujuk data yang sama, pemanfaatan berbagai energi bersih untuk listrik di Indonesia masih tertinggal dari China, India, Jepang, Pakistan, Thailand, dan Vietnam.
Dari berbagai riset yang telah muncul, Direktur Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, yakin energi bersih bisa menjadi solusi kunci ketersediaan listrik di pelosok Indonesia.
Baca juga: Punya Utang, Andi Curi Panel Listrik Tenaga Surya
"Listrik di desa itu lebih penting daripada di kota. Di desa, listrik benar-benar sumber utama ekonomi produktif," kata Fabby.
"Jadi menyediakan listrik yang berkualitas dan dengan daya yang cukup di desa memiliki nilai tambah besar. Ini tidak dilihat dalam indikator rasio elektrifikasi pemerintah," tuturnya.
Dari 99,28% masyarakat yang sudah mendapat akses listrik, hanya 97% di antaranya yang merupakan pelanggan PLN. Sisanya, kata Jisman Hutajulu, memperoleh listrik dari genset maupun pembangkit listrik swadaya.
Baca juga: Penjelasan PLN soal Pemadaman Listrik Massal di Kaltim
Jisman berkata, ketersediaan anggaran menentukan pemerataan ketersediaan listrik.
"PMN untuk PLN pada program listrik desa hanya seupil. Padahal kami butuh 27 triliun untuk buat rasio elektrifikasi jadi 100%," kata Jisman.
"Itu pun masih ada yang belum menyala 24 jam. Butuh Rp4 triliun untuk buat listrik 24 jam.
"Jadi kalo ada Rp31 triliun sudah saya buat beres. Tapi kalau hanya dikasih Rp5 triliun, kapan kelarnya?" kata Jisman.
Bagaimanapun, walaupun setidaknya ratusan ribu keluarga belum memiliki akses listrik, saat ini ada kelebihan pasokan listrik PLN saat ini hingga 30%.
Baca juga: Kabel PLN Ditabrak Kapal, Ribuan Rumah di Bangka Terkena Pemadaman
Pada saat yang sama PLN juga masih membangun pembangkit listrik dari batu bara di Suralaya, Banten, yang berkapasitas 2000 megawatt.
Walau pemerintah bilang PLTU unit 9 dan 10 yang tengah dibangun ini penting untuk menjamin suplai listrik di Jawa, proyek ini memicu persoalan lingkungan dan sosial.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.