Perubahan dan kemudahan yang dirasakan warga Papagarang dan Messa urung terjadi di setidaknya 500 ribu rumah tangga di Indonesia.
Angka itu merujuk terminologi Badan Pusat Statistik. Menurut penjelasan mereka, satu rumah tangga bisa terdiri dari hanya satu orang, tanpa jumlah maksimal anggota keluarga.
Tidak jelas berapa jumlah pasti warga negara Indonesia yang hingga kini tidak dapat mengakses listrik.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut mereka adalah orang-orang yang tinggal di kepulauan terpencil dan terluar, di dalam hutan dan di pegunungan.
Dalam beberapa tahun terakhir, kementerian itu membuat klaim bahwa jumlah rumah tangga yang teraliri listrik terus bertambah.
Baca juga: Banjir Bandang Landa Bima, Listrik di 26 Desa Padam, Akses Jalan Lumpuh
Meski begitu, hitung-hitungan tersebut dikritik Tri Mumpuni, Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan. Lembaga non-profit ini giat membangun pembangkit listrik dari energi bersih yang berbasis komunitas di pelosok Indonesia.
"Setiap tahun rasio elektrifikasi meningkat tapi tidak 24 jam dan masih berbasis energi kotor," ujar Tri dalam sebuah diskusi daring, awal Juli lalu..
Tri berkata, persoalan ketiadaan listrik di daerah terpencil mestinya disiasati dengan energi terbarukan dan bersih seperti matahari, angin, air hingga mikrohidro.
Bukan cuma memanfaatkan energi bersih itu, pemerintah, kata dia, seharusnya juga melibatkan masyarakat setempat saat membangun dan mengelola pembangkit komunal tersebut.
Baca juga: Hujan dan Angin Kencang, Listrik di Sejumlah Wilayah Kota Makassar Padam
"Proyek energi listrik selama ini selalu proyek besar dan sifatnya top-down sehingga tidak berkelanjutan.
"Solusinya energi bersih dan berbasis masyarakat karena teknologi terbaik adalah yang mampu didekatkan dengan kemampuan masyarakat. Kalau pemerintah membuatkan pembangkit lalu rusak dan mangkrak, repot," kata Tri.
Menurut Tri, pemberdayaan masyarakat dalam proyek listrik komunal juga berpotensi besar mendorong ekonomi warga lokal.
Baca juga: Lebih Dekat dengan Fin Komodo Bertenaga Listrik Karya Anak Bangsa
Walau proyek membangun akses listrik bersih di daerah terpencil tidak mendatangkan profit bagi PLN, Tri menyebut agenda ini vital dalam pemerataan pembangunan.
"Energi terbarukan dan ekonomi hijau memiliki paradigmanya pembangunan yang bermitra dengan masyarakat. Mereka diberdayakan agar jurang antara si kaya dan si miskin dapat dipersempit," kata Tri.
"Energi terbarukan itu alat terbaik untuk mengentaskan kemiskinan. Energi kotor hanya mengurusi yang pembangkit yang besar-besar saja, yang di atas 1,5 megawatt.
"Proyek menengah [di atas 100 kilowatt dan di bawah 1,5 megawatt] dianggap tidak komersial. Yang kecil tidak ada keuntungan bisnis sama sekali. Ini pembangunan yang berbasis investor dan banyak di Indonesia. Ini harus disetop," ujarnya.
Baca juga: Tuntas 2023, Bendungan Way Apu Mampu Mengaliri Listrik 8.750 Rumah