(Pertambangan emas - Kepulauan Sangihe)
Di utara pulau Sulawesi, tepatnya di Kabupaten Kepulauan Sangihe, rencana pertambangan emas disebut berpotensi melenyapkan burung endemik yang bangkit dari satu abad 'kepunahan' dan juga 'menenggelamkan' setengah wilayah pulau tersebut.
Burung itu adalah seriwang sangihe, atau yang disebut masyarkat lokal sebagai manu' niu. Burung ini sempat dianggap "punah" selama seratus tahun, sampai sekitar 20 tahun lalu, ketika mereka terlihat kembali di hutan Gunung Sahendaruman.
Survei Burung Indonesia tahun 2014 mengatakan, hanya terdapat 34 hingga 119 individu spesies burung ini di dunia.
Baca juga: Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong Meninggal dalam Perjalanan Pulang ke Manado
Selain manu' niu, ada sembilan jenis burung endemik lain yang juga terancam punah jika habitatnya Gunung Sahendaruman yang masuk dalam wilayah izin tambang dieksploitasi.
"Burung-burung ini hanya dapat dijumpai di lembah dan puncak Gunung Sahendaruman dan memiliki peran sangat penting dalam keseimbangan ekosistem hutan, seperti pengontrol hama, agen alam, penyerbuk alami dan petani hutan," kata Ganjar Cahyo Aprianto, peneliti dari Perhimpunan Pelestarian Burung Liar Indonesia atau dikenal dengan Burung Indonesia.
Perusahaan Tambang Mas Sangihe (TMS) telah mengantongi izin lingkungan dan izin usaha produksi pertambangan emas di gunung purba seluas lebih dari 3.500 hektare, dari total 42.000 hektare izin wilayah yang meliputi setengah bagian selatan Pulau Sangihe.
Baca juga: Waspada Dampak Siklon Tropis Choi-Wan di Kepulauan Talaud, Sangihe, dan Sitaro
Juru bicara gerakan masyarakan bernama Save Sangihe Island, Samsared Barahama, mengatakan pertambangan emas itu juga dapat "menenggelamkan" Pulau Sangihe.
"Dari total 70.000 hektare pulau, 42.000 jadi wilayah tambang, pulau kami akan tenggelam dalam kerusakan, dari hilangnya hutan sebagai sumber air masyarakat. Lalu tercemarnya pesisir dan tanah oleh limbah beracun yang menyebabkan hilangnya pekerjaan masyarakat (nelayan dan petani)," kata Samsared.
Manajer Tambang PT Tambang Mas Sangihe (TMS), Bob Priyo Husodo, memiliki pandangan berbeda terkait penolakan warga dan potensi kerusakan yang akan ditimbulkan jika perusahaan beroperasi.
"Situasi di desa kami [lingkar tambang] aman sebenarnya, itu ada yang mempolitisir. Tapi sudah lah, prinsipnya kami akan fokus pada pembebasan lahan, kami mendekati satu per satu [warga] untuk pembebasan lahan. Semuanya positif, dukungan masyarakat mengalir," kata Bob.
Baca juga: 6 Air Terjun Eksotis di Kepulauan Sangihe, Pesonanya Menyejukkan Mata