(Pertambangan biji seng - Kabupaten Dairi, Sumatera Utara)
Di depan Kantor Kabupaten Dairi, Sumatera Utara, Senin (3/5/2021), ratusan inang (ibu-ibu, dalam bahasa Batak) meninggalkan rumah dan ladangnya.
Mereka melawan dominasi lelaki yang kental di budaya Batak untuk bergabung dengan aliansi masyarakat sipil menuntut pemerintah segera mencabut izin perusahaan melakukan pertambangan biji seng di wilayahnya.
Inang Rainim boru Purba, warga Desa Pandiangan, dalam keterangan pers yang diterima BBC News Indonesia, mengungkapkan kegelisahannya.
Baca juga: Tak Terima Dimarahi, Sopir Truk Perusahaan Tambang Tikam Atasannya hingga Tewas
"Sebagai perempuan kami sangat rentan dengan potensi dampak yang akan terjadi. Baik keberlangsungan air kami, pertanian kami dan keberlanjutan pendidikan anak-anak kami," kata Rainim, satu di antara sekitar 350 inang-inang yang berjuang.
Dalam budaya Batak, khususnya masyarakat tradisional, ibu-ibu menjadi tulang punggung keluarga.
Mereka mengurus rumah, memenuhi kebutuhan suami, mengajar anak, hingga mengurus ternak dan bertani, kata Sarah Naibaho, pendamping ibu-ibu itu dari Yayasan Diakonia Pelangi Kasih.
"Kemarahan, kegelisahan, dan kekhawatiran timbul di para ibu-ibu ini yang dekat dengan hutan, tanah, air. Sehingga mereka bersatu dan melawan," kata Sarah.
Baca juga: Cerita di Balik Video Viral Orangutan Melintas di Jalan Tambang Batubara Kaltim
"Bendungan dibangun di tanah rawan gempa, yaitu patahan Bahorok dan patahan Lae Renun sehingga potensi jebol sangat besar. Jika terjadi, maka limbah beracun akan mengalir ke sungai hingga ke Aceh. Rusak semua kehidupan," kata Sarah.
Perjuangan ibu-ibu Dairi mendapat dukungan dari Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) yang telah mengkampanyekan isu ini dalam jejaring gereja sedunia dan para pejuang lingkungan internasional.
Baca juga: Tambang Emas Liar di Sumbar Longsor, 8 Penambang Tewas
"HKBP memberikan topangan terhadap perjuangan 91 ribu orang warga kita di sana, dan warga kita di tempat bendungan mau dibuat ada 284 jiwa di Desa Sopokomil, Dairi," kata pimpinan tertinggi atau Ephorus HKBP Robinson Butarbutar.
Robinson menegaskan, HKBP mendukung investasi dan pembangunan, namun harus berpihak pada rakyat dan lingkungan hidup.
"Artinya HKBP menolak tambang yang merusak lingkungan dan masyarakat. Jangan sampai nanti kita semua menyesal karena terjadi bencana luar biasa, banyak yang terbunuh, sungai sampai Aceh tercemar. Itu akan kita sesali," katanya.
Baca juga: KLHK Kriteria Penghargaan Lingkungan Proper, Perusahaan Tambang Bisa Hapus Stigma Negatif
Terkait dengan penolakan dan kekhawatiran akan potensi bencana di Dairi, Dirjen Minerba Ridwan Djamaluddin meminta masyarakat untuk tidak khawatir.
"Semua insinyur tambang mengambil pelajaran geologi dasar dan tahu apa itu patahan dan bagaimana hidup bersama dengan patahan," kata Ridwan.
Ridwan mengatakan, Indonesia berada di atas sesar atau patahan - total 295 patahan yang rawan terjadinya gempa bumi.
"Jangan karena kenal kata patahan lalu seolah-olah daerah itu haram. Ada proses tahapan melalui AMDAL, studi kelayakan dan lainnya. Kita menyikapi dan mencermati faktor-faktor itu dengan hati-hati," katanya.
Baca juga: Tambang Emas Ilegal di Riau Digerebek, Puluhan Pekerja Tak Berkutik Diamankan